Intan Sasti Atmojo namanya. Dia terlahir di keluarga yang berada dengan seorang kakak perempuan. Namun, kebahagiaan masa kecilnya tidak berlangsung lama. Dia harus rela kehilangan ayahnya saat usianya masih 5 tahun. Ayahnya meninggal karena bunuh diri. Jelas itu bukan tanpa alasan. Menurut rumor yang beredar, ayahnya dituduh telah melakukan pembunuhan berencana kepada sebuah keluarga. Karena itulah, kehidupannya berubah. Mereka dikucilkan oleh masyarakat sekitar mereka tinggal. Mereka diusir dengan paksa dan sekarang tinggal di sebuah rumah sederhana yang jauh dari keramaian kota.
Dua belas tahun lebih berlalu, Intan tumbuh menjadi gadis yang berwatak tegar. Meski dia anak terakhir dan memiliki seorang kakak, dia tidak bersifat egois dan manja, dia menjadi anak mandiri. Dia bahkan sudah bekerja di usianya yang baru saja menginjak tujuh belas tahun. Kalau remaja lain seusianya sibuk dengan fashion, make up, gebetan dan lainnya dia malah sibuk dengan mencari uang. Kakaknya, Lintang namanya, menempuh pendidikan di Jerman. Sudah hampir empat tahun kakaknya tidak pulang. Semenjak ayahnya meninggal, hubungan keduanya tidak akur lagi.
"Tan, gue denger info lowongan pekerjaan bagus buat Lo. Kerjanya ga susah kok, bisa paruh waktu juga". Ucap Mira, teman sekelas Intan sejak awal masuk SMA.
"Lo yang bener? Bagus tuh. Lo kan tau gue di pecat dari cafe gara-gara motor gue rusak. Jadi gue ga bisa anter delivery lagi". Terlihat senyum manis intan mengembang sempurna bak roti yang diberi baking powder.
"Iya... Lo mau gue ajak sekarang?"
"Ok deh"
Mira segera menarik tangan intan menuju ke parkiran mobil sekolah. Mira adalah putri orang berada. Papanya pemilik sebuah agensi model majalah dewasa. Jadi, ga kaget kalau dia pulang pergi ke sekolah selalu bawa mobil pribadi yang terbilang mobil mewah.
Dalam hitungan menit saja, mereka sampai di depan sebuah gedung berwarna putih. Ada beberapa mobil-mobil keren terparkir tak jauh dari gedung itu. Pemandangan sekitar gedung juga sangat indah. Beberapa bunga yang terawat dengan baik menghiasi sekitaran gedung.
"Gedung apaan nih?". Tanya Intan sambil menengok ke kiri dan kanan berulang kali untuk mencari papan nama atau semacamnya agar bisa menjawab rasa penasarannya.
"Udah deh, Lo masuk aja dulu. Ntar gue kasih tau". Mira menarik tangan temannya yang masih celingukan sana sini.
Intan ngikut saja ketika Mira dengan spontan menarik kembali tangannya. Pandangannya terus berkeliling. Dia benar-benar tidak tahu ini tempat apa. Hanya ada beberapa ruangan di dalam gedung itu. Gendung ini juga hanya punya satu lantai saja.
Mira menghentikan langkahnya ketika sampai di depan sebuah ruangan. Pintu putih yang terbuat dari kayu terpampang di hadapan intan.
"Lo nggak nyuruh gue ngelakuin kerjaan yang nggak-nggak kan?". Tanya Intan mulai khawatir mengingat tingkah Mira yang kadang kala agak sedeng juga.
"Udah deh, Lo percaya aja sama gue. Pokoknya dijamin Lo bakal suka kerjaan ini. Kerjanya juga ga seberat kerjaan Lo di cafe".
Intan mengangguk pasrah. Mira tersenyum kemudian membuka pintu. Inilah ruangan utama. Bukan sebuah kantor, melainkan sebuah lapangan bola basket indoor yang mewah dan komplit. Ada bangku penonton yang terlihat nyaman dan mewah. Selain itu, ruangannya juga sangat luas.
"Permisi". Ucap Mira sambil tersenyum kepada seorang laki-laki yang kira-kira usianya kepala tiga.
Laki-laki itu tak menjawab, dia hanya menaikkan sebelah alisnya. Sepertinya dia tidak begitu suka basa-basi.
"Em jadi begini... Saya putri pak Irawan. Kata papa di sini butuh OB untuk bersih-bersih lapangan bola basket indoor ini. Jadi, saya bawa teman saya yang mau melamar jadi OB". Jelas Mira pada orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future
RomanceTentang mata yang tak mampu melihat apa yang terjadi di masa lampau dan masa depan. Tentang tangan yang tak mampu menggenggam dirinya di masa lampau dan masa depan. Tentang kaki yang tak mampu melangkah sesuka hati ke masa lampau dan masa depan. Dan...