Intan terdiam sambil menatap langit-langit kamar. Dia masih memikirkan kejadian tadi sore. "Leon sangat aneh. Pertama kenapa dia menemuiku di perpustakaan? Kedua Kenapa merelakan kakinya memerah kepanasan demi meminjamiku sepatunya?". Gumam Intan kemudian berganti posisi miring ke kiri. "Satu lagi, kenapa dia dengan sukarela meminjamiku kamarnya ini?". Lanjut Intan yang tidak habis pikir.
"Aku tidak meminjamkan kamar". Ucap Leon datar kemudian menghampiri Intan yang berbaring di atas ranjangnya.
"Ha?". Intan terkejut. Dia segera bangun dan duduk di ranjang leon.
Leon berbaring di samping intan yang duduk di atas ranjangnya.
Jantung intan berdebar lebih cepat dari biasanya. Perlahan dia menoleh, melihat Leon yang dengan nyamannya memejamkan mata.
"Kenapa?". Tanya Leon datar tanpa membuka matanya.
"Kalau begitu, aku tidur di ruang tamu lagi". Ucap Intan kemudian beranjak dari ranjang Leon.
Leon menarik tangan Intan, membuatnya kembali terduduk di ranjangnya.
"Ke.. kena.. ke.. kenapa?". Tanya Intan tergagap. Jantungnya berdetak tak karuan.
Leon membuka matanya, menatap Intan yang duduk di sampingnya. Tanpa sepatah katapun, Leon kembali menarik tangan Intan. Membuat Intan kini terbaring di sampingnya. Leon memiringkan tubuhnya, menghadap Intan.
Intan mencoba mengatur napasnya. Dia seperti habis lari maraton. Napas dan jantungnya tak karuan.
Suasana kamar Leon terlihat lengang. Mereka saling tatap tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Tidur bersamaku". Pinta Leon dengan suara berbisik.
Intan mengernyitkan dahinya. 'apa maksudnya?'. Batin Intan. Pikirannya sudah kemana-mana sekarang🌚
"Ma.. maksudku, berbaring di sampingku malam ini". Jelas Leon dengan sedikit gugup kemudian mengalihkan pandangannya.
Intan mengangguk.
Mereka melewati malam yang panjang kali ini. Hanya saling diam dan tidur bersebelahan dalam satu selimut. Intan sendiri tidak tau harus bicara soal apa. Sedangkan Leon sedang bertanya-tanya apa yang terjadi pada dirinya, kenapa dia meminta Intan berbaring di sampingnya. Mereka menatap langit-langit kamar Leon yang terlihat remang-remang karena hanya lampu tidur yang menyala.
"Tan". Panggil Leon, mencoba mengisi kesenggangan.
Intan menolehkan kepalanya, melihat Leon yang berbaring di sampingnya.
Leon melihat wajah Intan. "Apa kamu tidak menyesal?"
"Soal apa?"
"Soal kepergian ku ke Jerman"
Intan terdiam kemudian menggelengkan kepalanya. "Itu demi kebaikanmu". Jawab Intan.
Leon tersenyum tipis.
"Kenapa? Kenapa tersenyum? Kamu mengejekku? Aku tidak menyesal sama sekali tidak. Aku juga tidak mengharapkanmu kembali. Aku juga tidak pergi ke bandara untuk mmengejarmu". Ucap intan dengan nada kesal. Semua yang diucapkannya adalah kebohongan. Yang terjadi malah sebaliknya.
Leon bisa tau kalau Intan sedang berbohong. "Aku seorang jaksa. Aku tau kamu berbohong". Leon tersenyum lagi.
"Aku tidak bohong. Aku berkata jujur. Aku sudah tidak menyukaimu. Aku sudah melupakanmu setelah kamu pergi ke Jerman". Bantah Intan.
"Hentikan kebohonganmu! Akui saja"
"Apa yang harus diakui? Aku tidak bohong, benar-benar tidak bohong. Aku..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Future
RomanceTentang mata yang tak mampu melihat apa yang terjadi di masa lampau dan masa depan. Tentang tangan yang tak mampu menggenggam dirinya di masa lampau dan masa depan. Tentang kaki yang tak mampu melangkah sesuka hati ke masa lampau dan masa depan. Dan...