eps 8

4 2 0
                                    

Leon terbangun ketika merasakan ada yang menindih kedua kakinya. Dia membuka matanya.

"Aishh". Leon melihat kaki Intan berada di atas kedua kakinya. Leon melirik intan dengan tatapan sedikit kesal. Kemudian melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah jam tujuh pagi. Pantas saja sinar matahari sudah meninggi, menyinari ruangan pak Han dirawat melalui celah-celah jendela yang tertutup gorden.

Intan menggeliat. "Emhhh". Ucap Intan sambil menggerakkan tangannya memeluk tubuh Leon.

"Wah wah wah". Ucap Leon yang merasakan tangan Intan memeluk pinggangnya. "Tan". Panggil Leon dengan nada dingin. Tanpa menatap Intan.

Intan membuka matanya dengan malas. Dia melihat wajah Leon. Wajahnya sedikit memerah, entah kenapa. Entah karena marah atau karena yang lainnya.

"Menjauh dariku!". Teriak Leon membuat Intan spontan menjauh darinya.

Pak Han dan Fang ikutan terbangun karena suara Leon yang seperti speaker masjid.

"Kak!! Apa sih masalah kakak?!". Bentak Fang yang tidak terima tidurnya dibangunkan.

Leon terdiam. Dia melirik ke arah Intan yang mengerjapkan matanya beberapa kali menatap leon. Dia masih berusaha mengumpulkan nyawanya.

...

Cuacanya sangat cerah. Mobil putih Leon berhenti tepat di depan halte bus.  Leon terpaksa memakai mobil putih kesayangannya itu karena mobil hitamnya yang terlibat kecelakaan pak Han kemarin belum bisa dia pakai.

"Tan". Panggil Leon saat Intan berjalan menuju gang rumahnya.

Intan berhenti kemudian menengokkan kepalanya. "Hem?". Tanya Intan malas.

"Emm". Leon Menggaruk-garuk kepalanya. "Biar aku antar". Ucap Leon dengan nada sedikit ragu.

"Ahh, tidak usah.. ini siang hari, aku bisa pulang sendiri".

Leon berjalan menghampiri Intan kemudian menggandeng tangan kanan Intan.

Intan menatap Leon sambil menaikkan kedua alisnya. Tidak mengerti apa maksud Leon.

"Ayok!!". Ajak Leon sambil tersenyum. Baru kali ini dia tersenyum ramah seperti ini.

Intan membalas senyuman Leon. Lesung pipi dan gigi gingsulnya terlihat. Meskipun Intan belum mandi, senyumannya masih terlihat sama, manis.

Mereka berdua berjalan bersama menuju rumah Intan.

Leon menghentikan langkahnya saat tiba di halaman rumah Intan.

"Ternyata kamu bisa senyum begitu". Komentar Intan pada Leon.

Leon menarik napas panjang kemudian melepaskan genggaman tangannya. "Memang apa yang tidak bisa dilakukan oleh Leon, cowok tampan dan pandai ini?". Tanya Leon dengan nada yang percaya diri terakreditasi A seperti biasanya.

Intan tersenyum. "Dasar cowok bodoh"

"Aku sudah hidup di bumi hampir sembilan belas tahun. Belum pernah ada yang berani memanggilku dengan sebutan bodoh. Hanya kamu yang berani melakukannya". Leon berkacak pinggang di hadapan Intan. "Tapi tak apa lah..". Lanjut Leon sambil menaikkan sedikit dagunya.

Intan tersenyum melihat wajah tampan Leon. Dia masih tampan meskipun rambutnya berantakan. Wajahnya yang terkena sinar matahari seakan bercahaya.

"Masuk gih... Aku menunggumu di sana". Leon menunjuk kursi kayu di emperan rumah Intan.

"Ha?". Intan membelalakkan matanya. "Kenapa?"

"Hari ini memang hari Minggu, tapi aku nggak mau kamu libur. Jadi kamu tetep masuk kerja. Kerjamu gampang kali ini, hanya perlu menemaniku saja"

FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang