"sepertinya mobilnya mogok, saya harus periksa dulu". Ucap sopir taksi itu tanpa menolehkan kepalanya. Dia segera turun dan membuka kap mesin mobil. Dia mengotak-atik mesin mobilnya.
"Apa kerusakannya serius?". Tanya pak Fikri.
"Saya tidak tahu, mungkin ada kabel yang terputus. Boleh saya meminjam senter?". Teriak sopir taksi itu.
Intan memutuskan untuk turun dari mobil sambil membawa ponselnya. Dia meninggalkan pak Fikri yang asyik membaca sebuah novel di tangannya. Intan menyalakan senter di ponselnya dan membantu sopir taksi itu. "Begini?". Tanya Intan sambil mengangkat tangannya untuk menerangi bagian mesin mobil dengan ponselnya.
"Tentu". Jawab sopir taksi itu tanpa mengalihkan pandangannya dari mesin mobil. "Bagaimana? Kamu menikmati permainannya?". Tanya sopir taksi membuat Intan bingung, heran, terkejut. Semua perasaan itu bercampur aduk.
"Maksud anda?". Tanya Intan tidak paham.
Sopir taksi itu mengaitkan beberapa kabel yang terputus kemudian menegakkan tubuhnya. Dia membuka topinya sehingga membuat intan terkejut.
"Pak Dedi?". Tanya intan terkejut.
Pak Dedi tersenyum. "Kenapa? Kamu terkejut? Sudahlah, bersikap santai seperti kemarin malam kamu bertemu denganku. Aku ingin memberimu sesuatu yang tidak akan pernah kamu lupakan, begitupun dengan Leon".
"Apa maksud anda? Dimana Leon? Anda tau bukan dimana dia?". Tanya Intan bertubi-tubi.
"Leon aman, dia sedang menunggumu. Dia kan mendapatkan kado terindah saat ulang tahunnya nanti malam... Oops, maksudku dini hari besok". Pak Dedi kembali tersenyum.
Intan mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia tidak tahu harus berkata apa lagi. Pikirannya kacau seketika. Kini semua tuduhan dia arahkan kepada pak Dedi.
"Oh iya, kamu pasti juga mencari kakakmu? Maaf ya, dia harus mati karena ulahmu dan Leon yang sok pintar membongkar rahasiaku".
"Kak Lintang?". Ucap Intan dengan suara lirih.
"Iya, kakakmu Lintang sudah mati beberapa hari yang lalu". Jawab pak Dedi. Dia tersenyum kejam di akhir Kalimatnya.
"Kakak". Ucap intan lirih. Tubuhnya seketika lemas. Apa ini mimpi? Ini tidak nyata bukan? Intan melihat sekelilingnya. Jalanan sepi yang dikelilingi rerumputan liar setinggi lutut orang dewasa dan beberapa pohon besar yang menghalangi sinar matahari senja. Dia tidak pernah tau tempat ini sebelumnya. Intan melihat ke arah sinar matahari yang hampir terbenam. Sangat mengesankan dengan semburat warna jingga menghiasi langit.
"Kamu pasti menyukai senja". Tebak pak Dedi saat melihat Intan yang menatap langit. "Aku melihatmu tertawa bersama Leon ketika senja. Kalian menikmati matahari terbenam di pantai tempat Leon kehilangan mamanya dua belas tahun lalu". Jelas pak Dedi.
Intan menoleh seketika. "Bukankah mama Leon meninggal dalam kebakaran itu?". Tanya Intan.
"Kamu pandai, kamu menanyakannya saat menit-menit terakhir kehidupanmu. Mama Leon mati tertembak di pantai itu. Seorang penjual jagung bakar yang menemukan mayatnya. Sedangkan papa Leon mati setelahnya di rumahnya sendiri dengan luka tusukan. Untung saja dia terbakar hangus sehingga polisi tidak dapat mengidentifikasi luka tusukan itu".
"Tapi Leon bilang.. ibu bilang.."
"Aku menciptakan khayalan yang nyata dalam koma Leon". Pak Dedi tersenyum bangga. "Dia mengingat hal yang salah, dia juga menuduh orang yang salah".
"Lalu pak Han, dia juga menceritakan hal yang sama ke ibu"
"Pak Han menyembunyikannya demiku. Dia tidak buka mulut selama belasan tahun. Namun, karena kehadiranmu dia hampir saja buka mulut. Untung aku membuatnya tidak bisa membuka mulutnya lagi untuk selamanya".
KAMU SEDANG MEMBACA
Future
RomantikTentang mata yang tak mampu melihat apa yang terjadi di masa lampau dan masa depan. Tentang tangan yang tak mampu menggenggam dirinya di masa lampau dan masa depan. Tentang kaki yang tak mampu melangkah sesuka hati ke masa lampau dan masa depan. Dan...