eps 14

2 2 0
                                    

Intan membuka matanya. Kemudian melirik jam dinding. Sudah pukul delapan siang. Dia meloncat dari sofa. Dia kesiangan berangkat kerja.

"Bu, aku berangkat dulu". Teriak Intan setelah selesai bersiap. Dia berlari keluar apartemen.

Masih sama seperti sebelumnya, dia menabrak beberapa orang yang ada di gedung apartemen karena terburu-buru. "Permisi... Maaf..." Ucap Intan sesekali.

Intan sampai di gedung pelatihan bola basket pukul sembilan. Dia merapikan pakaiannya sebelum memasuki ruangan Leon. Pakaiannya berbeda dari biasanya. Mulai sekarang, dia memutuskan untuk memakai pakaian yang formal selayaknya asisten seorang Presdir pada umumnya. Kemeja putih dan roh pendek berwarna hitam yang dia kenakan. Karena tidak terbiasa mengenakan high heels, dia memilih aman saja, mengenakan flatshoes berwarna hitam.

Intan membuka ruangan Leon dengan senyuman setelah merapikan pakaiannya. Dia juga tak lupa merapikan rambutnya yang awut-awutan karena berlari.

"Selamat pa..." Intan terkejut melihat ruang Leon kosong. "Biasanya dia sudah duduk di kursi itu sambil menyangga kepalanya dengan frustasi". Gumam Intan sambil menunjuk kursi kerja Leon.

"Kakak belum datang". Ucap Fang yang kebetulan lewat dan melihat Intan yang mencari kakaknya.

"Ha? Dia tidak ada di apartemen. Dia kemana?"

Fang mengangkat kedua bahunya.

'tidak biasanya Leon begini. Kenapa dia jadi seperti hantu yang menghilang begitu saja. Apa dia menemui wanita itu?'. Batin Intan. 'tau ah, mungkin dia bersama wanita itu'. Intan melangkahkan kakinya keluar ruangan. Yap, dia sedang cemburu sekarang. Tapi dia siapanya Leon?

"Kamu sakit?". Tanya kak Andre yang melihat tingkah Intan tidak seaktif biasanya.

Intan menggelengkan kepalanya kemudian duduk di bangku penonton. Intan membolak-balikkan dokumen di tangannya. Dia masih kepikiran dengan cincin itu. 'apa aku berikan saja? Toh juga aku bisa membongkar kasus ayah sendiri seperti dulu'. Batin Intan kemudian mengambil kotak kecil dari sakunya. 'tapi.. kenapa berat begini sih? Tidak, aku tidak boleh jatuh cinta sama Leon. Perasaan ini tidak boleh berlanjut, dia yang menuduh ayah dan membuat keluargaku tertimpa masalah bertubi-tubi. Kenapa aku jadi menyukainya? Aku dekat dengannya hanya untuk bekerja dan menyelesaikan masalah ayah'. Intan menggenggam erat kotak kecil itu. Dia menjadi bimbang karena perasaannya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Entah dari siapa, nomornya tidak dikenal.

"Selamat siang". Ucap Intan dengan sopan, berjaga kalau itu klien Leon yang sengaja menghubunginya.

"Intan? Ini saya Fikri, polisi yang menangani kasus pak Han".

Intan mengerjapkan matanya beberapa kali. "Iya pak, ada yang bisa saya bantu?".

"Kita harus ketemu sekarang, tolong Pastika tidak ada yang mengikutimu ketika menemuimu".

"Ada apa? Kenapa begitu rahasia dan penting?". Tanya Intan, dia belum kenal dekat dengan pak Fikri. Meskipun dia seorang polisi bukan berarti dia tidak akan melakukan hal-hal yang buruk bukan.

"Ayolah Intan, percaya pada saya. Ini menyangkut Leon".

Intan terdiam ketika mendengar nama Leon. Dia menundukkan kepalanya kemudian memegangi kepalanya dengan frustasi. Dia khawatir dengan Leon, tapi dia sudah tidak mau lagi terlihat dengan Leon. Dia ingin mengakhiri semuanya setelah tahu kehadiran calon tunangan Leon. "Maafkan aku". Ucap Intan kemudian memutus sambungan teleponnya.

"Intan? Intan?". Panggil pak Fikri. "Kenapa dengannya? Kenapa dia tidak peduli dengan Leon padahal aku melihat mereka sangat dekat. Lalu aku harus minta bantuan siapa? Fang? Bagaimana kalau dugaan benar? Bagaimana kalau ayahnya, pak Handi adalah pelakunya? Masih maukah Fang menolongku? Sialan. Otakku bisa pecah karena ini". Gumam pak Fikri. Dia mondar mandir di depan kantor polisi sambil berpikir siapa yang bisa membantunya.

FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang