eps 21

3 1 0
                                    

Pagi yang cerah. Matahari bersinar terang tanpa terhalang sinar matahari. Intan melangkahkan kakinya perlahan melewati Leon yang masih tertidur pulas di sofa ruang tamu. Intan benar-benar malu atas kejadian tadi malam. Kenapa dia ceroboh sekali sih?

"Leon kalau dilihat-lihat masih tidak berubah, dia tampak bersinar ketika wajahnya terkena sinar matahari". Batin Intan sambil tersenyum takjub. "Sadarlah!!". Intan memukul kepalanya sendiri. "Aku harus segera keluar dari sini". Intan tersadar kalau dia sedang melarikan diri.

Intan terus mengendap-endap kemudian membuka pintu sambil menggigit bibir bawahnya. Dia sangat berhati-hati agar Leon tidak bangun.

Ceklek...

Intan seperti maling saja. Dia berusaha agar tidak menimbulkan suara sekecil apapun. "Huft..". Intan menghela napas lega setelah sudah berada di depan pintu. "Aku bebas". Ucap Intan dengan senyuman kebebasan. Dia segera membalikkan badannya untuk menutup pintu rumah Leon.

"Aaaa!". Teriak Intan terkejut melihat Leon yang berdiri di hadapannya. "Kenapa kamu ini? Kamu hantu ya? Bisa-bisanya kamu berdiri di sini tanpa menimbulkan suara sedikitpun". Omel Intan sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. "Aaa, jantungku hampir saja berhenti berdetak". Keluh Intan.

Leon menatapnya dengan tatapan datar. Rambutnya yang acak-acakan tak mengurangi ketampanannya pagi ini. Ditambah lagi dengan sinar matahari yang membuat wajahnya berbinar-binar :)

"Aa sudahlah, aku lelah sendiri ngomong sama batu". Ucap Intan kesal kemudian hendak pergi meninggalkan Leon.

Leon menarik kemeja Intan dan membuat Intan menghentikan langkahnya secara mendadak seperti seekor anjing yang ngerem mendadak karena ditarik majikannya.

"Apa sih?! Lo kira gue anjing Lo apa? Main tarik-menarik aja". Bentak Intan yang tidak terima.

Leon terdiam kemudian memberikan ponsel Intan. "Jangan lupakan ponselmu anjing". Ucap Leon kemudian meninggalkan Intan yang terdiam di depan pintu sambil mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Eh, Lo kok ngegas sih.. panggil gue anjing lagi! Woy"

Brak..

Leon menutup pintu rumahnya.

"Sialan nih cowok". Umpat intan sambil tersenyum. Namun bukan karena bahagia melainkan karena sebal.

...

"Pimpinan..". Panggil Leon.

Seorang laki-laki berusia sekitar lima puluhan bangkit dari kursi kerjanya kemudian menghampiri Leon yang berdiri di depan meja kerjanya. Laki-laki itu tersenyum sambil memandang Leon lamat-lamat. Terlihat guratan keriput di wajahnya yang sebelumnya terlihat mulus. "Duduklah". Ucap laki-laki itu sambil menunjuk sofa berwarna putih yang tersedia di ruangannya.

Leon mengangguk kemudian duduk di sofa yang ditunjuk.

Sekali lagi laki-laki itu tersenyum sambil menatap Leon.

"Apa ada yang ingin anda bicarakan?". Tanya Leon langsung ke intinya. Dia sudah merasa tidak nyaman dengan tatapan mata laki-laki yang duduk di hadapannya ini.

"Ohh, itu...". Laki-laki itu menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan kalimatnya. "Kasus yang kamu tangani.. aku ingin cepat kau selesaikan. Tidak perlu kau usut lebih dalam lagi. Para media menyorot kasus ini. Kalau kamu mengulur waktu, kamu bisa kalah dalam persidangan dan.. aku tidak bisa menjamin karirmu kedepannya". Jelas laki-laki itu yang tak lain adalah ketua pimpinan di kejaksaan negeri tempat Leon bekerja.

Leon mengangguk. "Saya tau maksud anda. Saya juga tau tentang Azril, putri anda pak Vian"

Pak Vian, laki-laki yang duduk di hadapan Leon, terkejut mendengar pengakuan Leon. "Maksudmu?". Tanya pak Vian memastikan.

FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang