"aku pulang". Seperti biasanya, kalimat khas Intan terngiang di depan pintu masuk.
"Mana Leon?". Tanya ibu Intan sambil membawa dua cangkir teh hangat.
"Dia sudah pulang". Jawab Intan lemas.
Ibunya mengangguk kemudian meletakkan dua cangkir teh tadi di atas meja ruang tamu.
"Ibu, bolehkah aku bertanya tentang ayah?". Tanya Intan dengan sedikit ragu. Sudah lama sekali semenjak kejadian itu mereka tidak lagi membahas kejadian buruk yang menimpa ayah Intan.
Ibunya tersenyum kemudian duduk di kursi ruang tamu. Tangannya menepuk-nepuk kursi di sebelahnya. 'kemarilah'
Intan duduk di samping ibunya. Dia menarik napas panjang sebelum mengatakan sesuatu. "Mungkinkah Leon putra dari teman ayah? Kejadiannya sama Bu.. aku khawatir dia membuat ibu gelisah"
"Dia anak yang baik. Ibu suka padanya. Mungkin kalau ayahmu masih hidup, dia juga akan suka padanya. Dia sangat dewasa di usianya yang baru menginjak delapan belas tahun".
"Bagaimana ibu tau usianya baru delapan belas tahun?"
Ibu intan tersenyum. "Tentu ibu tahu". Jawab ibu intan sambil mengalihkan pandangannya kemudian menyeruput teh.
...
Cuacanya terik. Intan segera berlari menuju halte bus dekat sekolahnya. Dia harus segera pulang dan bersiap untuk pergi bekerja. Sayangnya, niatannya gagal. Dia mungkin harus sedikit mengalami kesulitan kali ini. Tidak ada bus yang lewat. Tidak satupun padahal sudah hampir satu jam dia menunggu. Entahlah kenapa. Dia celingukan mencari seseorang untuk ditanyai kenapa bus yang biasanya lewat pukul satu siang tidak lewat.
"Apa yang kamu cari?". Tanya seorang wanita tua padanya.
Intan melihat penampilan wanita itu. Pakaiannya tidak biasa. Dia seperti melihat seseorang yang menjelajah waktu. Pakaiannya sangat kuno tapi terlihat mewah, selayaknya pakaian yang digunakan pada pertengahan tahun delapan puluhan. "Itu Bu, saya mau tanya kenapa tidak ada satupun bus yang lewat siang ini ya? Padahal saya sangat buru-buru". Ucap Intan.
Wanita itu tersenyum. Walaupun wajahnya sudah keriput dan dipenuhi garis-garis umur, dia masih kelihatan cantik. "Tentu saja, ini bukan duniamu...".
Intan memiringkan kepalanya, dia tidak paham dengan ucapan wanita ini.
"Dia bunga yang baik.. tapi sayang, tubuhnya dipenuhi duri. Bukan tanpa alasan, dia terlalu takut untuk percaya dengan sekelilingnya. Baginya semua terlihat semu. Bagai melihat dalam air, dia mengalami kesulitan yang mendalam. Ada banyak ancaman yang mengintainya, bahkan maut. Hanya kamu yang bisa menjaganya. Bunga ini tangguh dan tumbuh dengan baik jika dilihat dari luar. Namun, dia sangat rapuh ketika kamu memperhatikannya dengan seksama". Wanita itu menatap Intan dengan tatapan mata yang tajam di akhir Kalimatnya.
Intan segera berlari. Dia seakan melihat arwah gentayangan. Meski sesekali dia terjatuh, dia terus bangkit dan berusaha secepat mungkin untuk menjauh.
"Tan!!". Teriak Mira, membuat Intan terbangun.
"Ra, gue mimpi buruk". Ucap Intan dengan nada ketakutan. Keringat membasahi wajahnya.
Mira terheran dengan kelakuan temannya ini. Sudah tidur di dalam kelas, bangun-bangun dia ngomong yang ga jelas gitu. "Sadar woy, Lo tidur dari jam sembilan sampai istirahat kedua habis. Lihat tuh sekarang jam dua belas. Untung aja jam kosong sekarang". Omel Mira.
Intan menekan ponselnya dan melihat jam yang tertera.
"Lo kenapa sih? Tadi malem Lo kagak tidur? Tuh kelopak mata sampe item gitu".
KAMU SEDANG MEMBACA
Future
Roman d'amourTentang mata yang tak mampu melihat apa yang terjadi di masa lampau dan masa depan. Tentang tangan yang tak mampu menggenggam dirinya di masa lampau dan masa depan. Tentang kaki yang tak mampu melangkah sesuka hati ke masa lampau dan masa depan. Dan...