"permisi...". Teriak Intan sambil terus berlari.
Walaupun dia menabrak beberapa warga kampung yang berjalan santai di gang sempit, dia terus berlari. Sesekali dia menengok ke arah jam tangan kecil di pergelangan tangan kirinya.
"Sialan.. aku hampir terlambat. Bus terakhir akan lewat pukul tiga sore. Ibu sih nggak mau bangunin dari tadi". Gerutu Intan sambil terus berlari.
Tiba di depan halte bus, dia segera menengok jam tangannya sekali lagi.
"Aish... Sudah jam tiga lebih".
Intan celingukan mencari apakah ada angkot atau angkutan umum lainnya yang bisa ia naiki untuk pergi ke pelatihan bola basket.
Wajahnya gelisah. Keringatnya bercucuran. Tanpa pikir panjang, dia berlari lagi.
"Mungkin nanti aku akan bertemu angkutan umum. Kalaupun tidak, aku akan lari sampai tempat pelatihan itu". Ucapnya dalam hati.
Ia berhenti di sebuah perempatan jalan yang ramai. Suasana sore ini sangat cerah bahkan panas matahari masih terasa menyengat walau jam sudah menunjuk pukul tiga lebih tiga puluh menit. Hanya tersisa tiga puluh menit saja. Intan tidak mungkin sampai sana tepat waktu. Matanya menatap sekeliling, mencari ide. Hingga ia menemukan sebuah mobil yang penumpangnya hendak turun. Tanpa pikir panjang, dia segera masuk ke dalam mobil itu. Seorang laki-laki yang hendak turun dari mobil secara tidak langsung terdorong masuk lagi ke dalam mobil. Tanpa sadar, jam tangannya jatuh tepat di bawah kursi mobil.
Intan meringis melihat laki-laki itu. Dia tidak memikirkan bagaimana ide selanjutnya.
'tolol'. Umpatnya dalam hati.
Laki-laki itu memandang ke arahnya dengan tatapan heran. Tak lama kemudian, tatapannya berubah. Wajahnya yang putih mulus berubah kemerahan.
"Siapa Lo?". Tanya laki-laki itu dengan nada tinggi.
Intan tersenyum memperlihatkan lesung pipinya beserta gigi gingsulnya. "Kumohon bantu gue... Kali ini saja". Ucap intan memohon kepada laki-laki itu.
Dari penampilannya, laki-laki ini masih seusianya. Namun, setelan jas berwarna abu-abu muda membuatnya terlihat sedikit lebih dewasa. Tatanan rambutnya yang disisir ke belakang juga menambah kesan dewasanya.
Intan berdoa semoga dia benar-benar dewasa dan mau membantunya Agara sampai ke pelatihan basket tepat waktu.
Laki-laki itu mengangkat sebelah alisnya, kemudian melonggarkan dasinya. "Ah, gue kesulitan bernapas.. keluar dari mobil gue sekarang juga!!".
Intan terkejut mendengar suara laki-laki itu. "Kumohon.. ayolah, gue hanya butuh tumpangan ke sebuah tempat saja. Hanya sebentar saja. Gue janji akan membayar sewa mobil lo saat gue gajian nanti. Gue mohon.. ini adalah hari pertama gue kerja. Gue sangat butuh pekerjaan ini. Pliis antar gu..."
"Diam!". Bentak laki-laki itu pada Intan.
Intan memejamkan matanya karena terkejut. Tak hanya intan, seorang pria yang duduk di kursi pengemudi juga ikutan terkejut.
Intan membuka matanya perlahan. Dia melihat laki-laki itu menatapnya dengan tatapan pemangsa. Sedangkan Intan hanya mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian tersenyum lagi.
"Baiklah, antar dia". Ucap laki-laki itu sambil membenahi posisi duduknya kemudian membenahi dasinya yang tadi ia longgarkan.
"Terima kasih, kita ke tempat pelatihan bola basket. Tempatnya ada di ujung jalan ini". Intan tersenyum sambil membenahi posisi duduknya.
Pria yang duduk di kursi pengemudi mengangguk kemudian segera menginjak pedal gas.
Mobil berwarna hitam mengkilat itu melaju di jalanan kota dengan mulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future
RomanceTentang mata yang tak mampu melihat apa yang terjadi di masa lampau dan masa depan. Tentang tangan yang tak mampu menggenggam dirinya di masa lampau dan masa depan. Tentang kaki yang tak mampu melangkah sesuka hati ke masa lampau dan masa depan. Dan...