"kak, apa kau mau ikut kami pergi ke tempat pelatihan untuk sekedar merayakannya sebentar?". Tanya Fang saat turun dari mini bus.
Leon menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku harus mandi karena bau keringatmu yang menempel di pakaianku". Jawab Leon dengan nada dinginnya.
Fang tersenyum, dia merasa dihina kakaknya sendiri secara tidak langsung. "Kak, bau keringatku tidak se bau kotoran kambing".
Leon mengangkat kedua alisnya. "Tapi tidak lebih harum dari bau susu busuk".
"Aishhh... Sialan". Umpat Fang dengan kesal pada ucapan kakaknya. "Baiklah, terserah apa katamu. Kalau kamu Intan? Apa kamu ikut dengan kami?".
Intan menolehkan kepalanya. Dari tadi dia tidak menyimak pembicaraan mereka. Intan fokus dengan pikirannya sendiri. Apa yang dia pikirkan masih sama. Dia selalu terpikirkan ketika tangannya menyentuh kotak kecil yang kini ada di dalam tas miliknya. "Hum?". Tanya Intan tidak paham dengan maksud pertanyaan Fang.
"Dia ikut kembali ke apartemen bersamaku". Jawab Leon.
"Kakak?". Fang seakan tidak percaya dengan kelakuan kakaknya hari ini. 'Apa yang terjadi di antara mereka?'. Batin Fang.
"Lagian nanti malam kan juga pergi ke restoran untuk masakan malam bersama, kenapa harus merayakannya dua kali?". Ucap Leon membuat alasan.
Fang mengangguk-anggukan kepalanya.
...
Mobil putih Leon berhenti dengan mulus ketika sampai di gedung apartemen. Leon segera turun dari mobilnya meninggalkan Intan yang ribet sendiri dengan dressnya.
"Dia laki-laki yang sama sekali tidak pengertian. Kenapa aku bisa menyukainya? Dasar tolol". Ucap Intan pada dirinya sendiri sambil berusaha mempercepat langkahnya mengejar Leon.
Leon memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya sambil menatap Intan dengan heran saat berdiri di dalam lift. "Ku kira kamu sudah pandai menyesuaikan langkahku".
Intan tersenyum. Senyumannya tidak sama seperti biasanya. Dia agak jengkel dengan Leon. Senyumannya sangat tanggung sekali, hanya kurang dari satu detik.
Leon menahan tawa melihat wajah Intan yang memerah. Entah karena kelelahan atau karena marah.
"Aku pulang". Ucap Intan, dia membawa kebiasaannya di rumah tanpa sengaja. "Oops, aku lupa ini bukan rumah". Intan menutup mulutnya di akhir Kalimatnya.
Leon memutar kedua bola matanya. Kemudian berjalan menuju kamarnya.
"Bagaimana?". Tanya ibu Intan yang nampak semangat mendengar kabar baik dari putrinya.
Intan menampilkan raut wajah sedih. "Menang". Ucap intan seraya raut wajahnya yang berubah menjadi gembira.
"Kalian hebat". Puji ibu Intan kemudian memeluk putrinya.
Pak Han mengedipkan matanya. Meskipun pak Han tidak bisa menampilkan raut wajahnya, dia sudah terlihat bahagia mendengar kabar dari Intan.
...
Malam pun tiba. Leon sedang bersiap untuk pergi makan malam. Sedangkan Intan, dia sedang merenung di balkon. Dia menatap ke arah jalanan kota yang ramai. Dia memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya. Tangannya terus menggenggam kotak kecil di dalam jaketnya.
"Apakah aku jahat? Kenapa aku seegois ini? Bagaimana kalau calon tunangan Leon sedang menunggunya? Tapi, kenapa aku belum pernah diperkenalkan dengannya? Ah pasti karena aku hanyalah asistennya". Intan tersenyum di akhir gumamannya. Senyumnya terlihat menyayat.
Intan mengeluarkan kotak kecil yang dari tadi ada dalam genggamannya. Intan membukanya perlahan. Kemudian tersenyum. "Dia pasti sangat bahagia bisa bertunangan dengan Leon. Leon bunga yang baik". Intan mengusap-usap cincin itu dengan jari telunjuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future
RomanceTentang mata yang tak mampu melihat apa yang terjadi di masa lampau dan masa depan. Tentang tangan yang tak mampu menggenggam dirinya di masa lampau dan masa depan. Tentang kaki yang tak mampu melangkah sesuka hati ke masa lampau dan masa depan. Dan...