Khitbah

4.1K 517 15
                                    

"Bukan kah Allah maha membolak-balikan hati? Bisa saja orang yang kau benci hari ini, menjadi orang yang paling kau cintai suatu hari nanti."

***

Kepala Sina tertunduk, kedua tanganya memilin-milin ujung baju guna menertralkan rasa gugup yang ia rasakan.

Dihadapan Sina sudah ada orang-orang yang menanti jawaban, terutama lelaki yang duduk tepat di kursi seberang.

"Bagaimana Nak, apa kamu menerima anak Umi?"

Sina mengangkat wajah, menoleh pada Umi yang baru saja bertanya. Ada pengharapan diwajah Umi, dengan senyuman lembut yang membuat Sina semakin yakin.

Insya Allah, keputusan yang akan ia utarakan sudah tepat. Seperti kata Umi Nafisa, tidak baik jika seorang wanita menolak lamaran pemuda baik-baik.

"Bismillah, Sina menerima pinangan Mas Khabib, Umi."

"Alhamdullilah."

Khabib mengehembuskan nafas lega. Tak bisa ia ungkapkan bagaimana perasaannya saat ini.

Bahagia... Jangan ditanya, ia luar biasa bahagia. Tapi yang jelas Khabib sangat bersyukur atas jawaban yang diberikan Sina. Ia sangat berterima kasih karena wanita itu telah sudi memberinya kesempatan untuk menjadi pendamping dan pelengkap separoh agamanya.

"Terima kasih, Sina."

"Iya, Mas."

Sina ikut tersenyum, entah kenapa ia juga merasa lega usai mengatakan hal itu. Meski ia akui, debaran yang ia punya untuk Zain belum juga sirna, rasa itu masih lancang berdiam dihatinya. Namun, Sina tak menampik jika ada perasaan lain yang ia rasakan, perasaan nyaman tiap kali ia berada di sekeliling Khabib. Dirinya merasa tenang jika bersama pria itu.

Sina tidak tahu perasaan apa ini, ia belum bisa menyimpulkan apapun, yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah mencoba menjalani takdir yang sudah tergaris untuknya.

"Wah Sina, sebentar lagi disetiap sholat malam kamu ada yang imamin, iya gak Mas Khabib?"

"No comment, biar itu menjadi rahasia kami berdua dengan Allah disepertiga malam Nya."

"Cie cie."

Wajah Sina seketika memanas. Nafisa seolah menemukan hobi baru untuk membuatnya malu dan tersipu begini.
Belum lagi mendengar ucapan Khabib yang mengandung kadar gula tinggi, lama-lama Sina bisa diabetes jika terus-terusan mendengar ucapan manis pria itu.

"Umi berdoa untuk kebahagian kalian berdua."

"Aamiin."

-

-

-

"Terima kasih Sina."

Sina menatap jengah pria disampingnya. Sudah tak terhitung berapa banyak Khabib mengucapkan terima kasih yang Sina rasa tak perlu diucapkan pria itu, toh ia sendiri yang sudah menentukan pilihan.

"Sekali lagi Mas bilang makasih, saya akan... "

"Akan apa?"

Sina berpikir sejenak. Akan apa ya?

"Akan mempercepat pernikahan kita?"

"Enak aja."

Khabib terkekeh pelan. Seru juga bisa menggoda Sina. Meski ia tak sepenuhnya bisa melihat raut wajah wanita itu yang tersimpan dibalik cadar, ia tetap menikmati tiap kali Sina mengeluarkan nada kesal.

MENJEMPUT HIDAYAH | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang