Sang Adik Ipar

4.4K 479 3
                                    

***

Memiliki kehidupan sebagai seorang istri dan menantu tidak pernah ada dalam angan Sina. Baginya, terlalu muluk meminta kehidupan seperti itu saat hari-harinya dulu dihabiskan untuk hal nista. Tapi, tidak ada yang mustahil bagi Allah, dia yang dulu hina telah menjadi wanita yang jauh lebih baik.

Pagi-pagi sekali Sina sudah turun ke dapur bersama yang lain nya. Rutinitas ini sudah ia jalani selama seminggu, sejak resmi menjadi istri Khabib. Dan sungguh, ia bahagia bisa menjadi bagian dari keluarga ini.

"Ayo panggil suami-suami kalian turun."

Dan seperti biasa, usai memasak baik Sina dan Nafisa akan memanggil suami masing-masing.

Sina melangkah ke kamar. Biasanya sang suami tengah duduk di ranjang dengan laptop dipangkuan, menyelesaikan pekerjaan usai menunaikan salat subuh.

"Mas."

Sina membuka pintu kamar.

"Iya. Sebentar."

Tanpa menunggu Sina berbicara panjang lebar, Khabib sudah tahu bahwa sang istri memintanya turun untuk sarapan. Ia singkirkan laptop dari atas paha. Lalu berjalan ke arah Sina yang masih setia menungggu di ambang pintu.

"Selamat pagi, Sayang."

Di kecupnya kening Sina lama. Dan Sina yang mulai terbiasa menerima perlakuan seperti ini hanya bisa tersenyum dibalik cadar.

"Pagi Mas."

"Ayo ke dapur. Saya udah lapar."

"Yuk."

Sina tak merasa canggung lagi untuk menggenggam tangan Khabib. Mereka akan saling menggenggam dan sesekali dibarengi dengan canda. Umi yang mendapati adegan seperti tiap hari ikut merasa bahagia. Bersyukur, kedua putra nya telah menemukan kebahagian mereka masing-masing.

"Diba belum keluar kamar ya? Umi panggil dulu ya," ujar Umi saat menyadari ada yang kurang dari mereka. Diba belakangan ini tampak lain. Tidak terlihat bersemangat seperti biasa.

"Biar Sina aja Umi."

Umi mengangguk lantas Sina memutar langkah ke kamar Diba. Sebelum mengetuk pintu kamar dihadapannya, Sina menarik napas dalam. Ia harus kuat menghadapi sang adik ipar yang hingga kini masih bersikap acuh.

"Diba. Ayok kita sarapan. Nanti terlambat ke Sekolah loh."

Tok tok

"Dib.... "

Ceklek

Gadis itu muncul dengan raut wajah sama seperti kemarin. Tidak terseyum atau pun menyapa dengan ramah.

Diba menutup pintu kamar, kemudian berlalu tanpa melirik ke arah Sina.

Hati Sina kembali tersentil, tapi dia tidak akan menyerah untuk mendapatkan hati sang adik ipar. Khabib acap kali menyemangati nya perkara ini. Dan itu cukup banyak membuatnya kuat menghadapi sang adik ipar.

***

Hari ini Sina berkesempatan berada satu mobil dengan Diba. Ia dan Khabib akan mengantar gadis itu ke sekolah. Zain yang biasa nya mengantar tidak bisa lantaran ada rapat mendadak di Fakultas.

"Diba tahun ini luluskan?" Seperti yang sudah-sudah, Sina akan mencoba membuka obrolan dengan gadis itu.

"Hmmm." Dan dibalas dengan sekenanya.

Diba lebih memilih memandang keluar jendela, dari pada menatap Sina yang duduk disampingnya. Mungkin pemandangan hiruk pikuk kota di luar sana lebih menarik ketimbang bersitatap dengan sang Kakak ipar.

MENJEMPUT HIDAYAH | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang