Tak Pantas

4.1K 522 3
                                    

"Mencintai mu adalah hal paling lancang yang pernah aku lakukan."

****

Tidak ada satupun di dunia ini yang terjadi tanpa seizin Allah. Angin berhembus, badai yang datang, hujan yang jatuh, bahkan daun yang gugur sekalipun tak akan luput dari izin-Nya.

Jika hujan saja jatuh dibawah naungan Sang Kuasa. Lantas bagaimana dengan hati? Bagaimana dengan hati yang jatuh pada dia yang tak pantas digenggam. Jangankan untuk bermimpi, membayangkan saja ia takut, takut jika rasa yang ada membawa nya pada pengharapan tanpa ujung.

Ia tidak pernah menyesali pertemuan itu, tidak pernah mengutuk waktu karena telah membawanya pada kejadian itu, yang ia sesali hanya satu hal, yaitu rasa yang tumbuh dengan lancang.

Andai ia bisa membelah dadanya, mengeluarkan si hati, mencucinya sampai bersih, hingga nama Nazeindra hilang dari sana. Tapi sayangnya ia tidak bisa.

Sina menarik nafas berat, berulang-ulang, berharap sesak didanya menguap, namun yang ada otak nya kembali memutar kejadian kemarin, dimana Zain mengkhitbah Nafisa.

Allah, Sina butuh seseorang saat ini, bukan untuk bersandar atau berkeluh kesah, tapi untuk menyadarkan dirinya bahwa ia tak pantas patah hati. Perasaan yang ia rasakan untuk Nazeindra salah, salah besar. Dan seharusnya Sina malu memendam rasa ini. Mana mungkin Pria soleh bergelar Ustadz, dosen berprestasi dikamupus, plus tampan seperti Zain melirik perempuan bekas pelacur sepertinya. Tentu saja pria itu akan memilih Nafisa yang jauh lebih baik, sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya kelak.

-

-

-

Sina berjalan gontai, memasuki ruang dosen yang masih kosong. Masih sangat pagi untuk para dosen tiba. Yang ada hanya tukang bersih-bersih sepertinya dan para penjaga kampus yang berjaga di luar.

Wanita itu mulai bertugas, menyapu ruangan dari sudut paling ujung. Tugas nya hanya menyapu, tidak boleh menyentuh barang apapun diatas meja para dosen, walau niatnya merapikan, karena takutnya ada barang-barang penting yang akan salah letak.

Ceklek

Pintu tiba-tiba terbuka, menampakkan Zain yang baru saja datang.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikummusalam Ustadz."

Astagfirullah, dada Sina bergetar hebat. Dari sekian banyak manusia di kampus ini, kenapa harus Zain yang ia lihat di pagi-pagi buta begini.

Pria itu berjalan ke mejanya, menaruh tas dan kembali berjalan ke arah pintu.

"Anti lanjut saja dulu nyapunya, ana tunggu di luar," ujar Zain sebelum menghilang di balik pintu itu.

Fiuh, lega rasanya. Berada di sekeliling Zain membuat Sina kesulitan bernafas. Yang paling ia takutkan jika pria itu dapat mendengar debar jantungnya. Beruntung ia segera pergi, dan Sina bisa menyelesaikan tugas nya dengan damai.

****

Dibalik cadarnya Sina tersenyum. Mendapatkan makan siang berupa nasi kotak dari seorang Nazeindra sudah cukup membuat Sina merasa berbunga. Padahal Zain memberikannya lantaran pria itu sedang berpuasa sunah, karena tidak ingin mubazir makanan yang ia dapat dari menghadiri seminar proposal, makanya ia berbaik hati berbagi pada Sina.

Astagfirullah. Sina tidak seharusnya berbahagia seperti ini.

Ingat Sina, dia tidak pantas untuk mu, dia calon suami Nafisa.

MENJEMPUT HIDAYAH | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang