Rumah Baru Kita

4.4K 512 6
                                    

Ada yang nungguin?

Happy reading!

****

Memasuki perkarangan rumah, Sina tak henti-hentinya dibuat kagum. Halaman luas dengan berbagai tanaman hias yang terawat menjadikan halaman tampak asri. Terdapat pula sebuah pendopo, terletak disamping air mancur, diisi dengan dua kursi kayu dan satu meja bundar. Bagian depan saja sudah membuat Sina betah, apalagi bagian dalam.

Untuk mencapai teras rumah, Sina dan Khabib harus menaiki tujuh anak tangga karena memang posisi rumah lebih tinggi dari halaman. 

"Gimana?"

Pandangan Sina yang sebelumnya tertuju pada pendopo dibawah sana teralihkan lantaran pertanyaan sang suami. Duh, dia memang paling suka dengan adanya pendopo didepan rumah, jadi bisa bersantai melihat tanaman, air mancur atau jalanan.

"Bagus banget Mas." jawabnya dengan binar yang masih sama.

"Semoga bagian dalam rumahnya kamu juga suka. Silahkan masuk."

Pintu utama dibuka Khabib, menampilkan view ruang tamu yang luas. Sudah ada berbagai macam perabot termasuk sofa besar dari kayu jati serta lampu gantung besar di flafon. Sina melangkah perlahan beriringan dengan Khabib yang tampak bersemangat setelah melihat reaksi kagum sang istri.

"Cantik banget."

"Alhamdullilah kalau kamu suka."

Setelah berhenti sesaat diruang tamu mereka kembali menyusuri ruang demi ruang. Semuanya  tertata rapi, barang-barang sudah lengkap seolah hanya menunggu dihuni oleh sang tuan rumah.

Mata Sina jadi berkaca-kaca. Ia tidak menyangka bahwa Khabib telah mempersiapkan semua ini untuknya. Rumah ini dan segala isinya tentu tidak murah. Dalam bayangan terliarpun Sina tak berani memimpikan. Dulu jangankan untuk punya rumah sendiri, bisa bayar kontrakan dan bisa makan saja sudah sangat cukup.

"Kamu kenapa, hei?"

Khabib meraih bahu Sina untuk menghadapnya. Bukan lagi berkaca-kaca, mata Sina sudah berair sehingga membasahi cadar yang ia kenakan.

"Rumah ini terlalu bagus buat saya Mas." ujarnya menahan haru.

"Enggak, Sayang. Rumah ini pantas buat kamu. Saya sudah menyiapkan semua ini buat kamu dan anak-anak kita kelak."

Mendengar itu air mata Sina makin deras. Sampai sekarangpun ia masih merasa ini mimpi, bisa menikah dengan seorang Khabib hingga diperlakukan sangat baik oleh pria itu, dan sekarang ia dihadiahi rumah mewah.

Setelah tangis Sina reda, Khabib menuntun dirinya keranjang lalu duduk berdampingan dengan saling menggengam. Sina menghapus sisa air mata dengan tangannya yang bebas lalu mengulas senyum untuk sang suami.

"Kita bawa Umi dan Diba juga kesini ya Mas." ucap Sina. Pasalnya rumah ini terlalu besar jika hanya ditempati mereka berdua.

"Iya. Nanti kalau Nafisa udah sepenuhnya pulih kita tanya Umi mau tinggal disini apa tidak."

"Semoga Umi mau."

"Aamiin."

"Tapi Umi tahu Mas beli rumah ini?"

"Tahu, yang lain juga tahu."

"Jadi hanya Saya yang tidak tahu?"

"Hmmmm."

"Curang."

"Namanya juga kejutan, Sayang."

Pipi Sina memanas. Jika sebelumnya dia berusaha abai dengan panggilan sayang yang diucapkan Khabib, sekarang tidak lagi. Dia merona.

MENJEMPUT HIDAYAH | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang