Akhir

6.4K 553 77
                                    

Bismillah

Selamat membaca

****

"Dengarkan aku! Aku tidak akan membiarkan anak itu lahir. Aku akan membunuhnya!"

"Kami minta maaf Pak, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi nyawa istri Bapak tidak bisa kami selamatkan, begitupula dengan kandungan beliau."

Suara-suara itu saling bersahutan tanpa henti. Seolah berniat mengiris perasaan Khabib lebih pedih lagi. Dalam pejamnya pria itu menggeliat. Bayangan Bian saat mabuk kala itu, serta wajah Sina ketika melangkah pergi, silih berganti melintasi pikirannya.

Sina... Wanita itu berjalan pelan, meninggalkan Khabib seorang diri dengan kesakitan yang luar biasa.

"Sina!"

Kedua mata Khabib sontak terbuka. Nafas nya memburu dengan bulir keringat yang membasahi dahi.

Saat kesadarannya kembali, satu hal yang segera muncul dipikiran Khabib, ialah ucapan Bian. Pasti wanita itu dalang dari kecelakan Sina. Demi Allah Khabib tidak akan melepaskan Bian. Ia tidak akan membiarkan wanita itu hidup tenang. Nyawa harus dibayar dengan nyawa.

Khabib turun dari ranjang dengan tergesa...

Tunggu, kenapa dia ada dikamar? Siapa yang membawanya pulang?

Mata Khabib menyapu seluruh ruangan. Tidak salah lagi dia ada dikamarnya sendiri. Bukankah dia pingsan dirumah sakit? Seharusnya dia berada disalah satu ruangan rumah sakit kan? Kenapa justru dirumah?

Ditengah kebingungan yang melanda, tiba-tiba pintu terbuka perlahan. Khabib menanti sosok yang membuka pintu tersebut. Alangkah terkejutnya dia saat melihat Sinalah masuk dengan menenteng baju kemeja dan celana dasar yang ia kenakan saat berangakat ke Malaysia kemarin.

Apakah yang ada dihadapan nya ini adalah arwahnya Sina? Atau Khabib sudah gila sangking tak kuasa menahan kesedihan atas kehilangan sang istri?

"Mas, kamu udah bangun? Ini Saya udah setrikain baju kamu. Buruan mandi. Nanti ketinggalan pesawat."

Arwah Sina meletakan baju dan celana Khabib diatas sofa. Kemudian berjalan kearah ranjang, berniat merapikan tempat tidur.

"Tolong minggir Mas. Saya mau rapiin."

Khabib bergeming. Dia tidak berkedip sama sekali seolah takut jika ia menutup mata walau sekejap, sosok Sina akan lenyap dari hadapannya. Biarkan dia melihat wanitanya ini lebih lama lagi. Barangkali untuk terakhir kali.

"Mas, minggir."

Suara Sina akan Khabib rekam lalu ia simpan abadi di dalam hatinya. Sebagai pengobat rindu kala jiwa ingin bertemu.

Tak hanya suara, wajah kesal Sina saat ini akan ia simpan baik-baik.

Arwah Sina mendekat, berdiri di depannya dengan raut bingung.

"Kamu kenapa sih Mas? Kok kaya orang linglung gitu?"

Khabib tersenyum. Meski ini hanya ilusi, ia sudah sangat bahagia. Tapi jika boleh meminta lebih, Khabib ingin memeluk Sina. Menyimpan aroma wanita itu sebagai pengingat agar dia tidak boleh berpaling.

"Kamu gak sakit... Astagfirullah badan kamu panas banget."

Ha? Panas? Khabib ikut menyentuh keningnya yang baru disentuh Sina, lalu turun keleher. Benar, badannya terasa sangat panas. Dan ajaibnya setelah mengetahui fakta itu kepalanya mulai berdenyut hebat.

"Mas kamu demam. Kok bisa tiba-tiba gini?"

"Ka...kamu bisa sentuh Saya?" Tanya Khabib setelah menyadari satu hal, bahwa arwah Sina bisa menyentuhnya. Bukankah seharusnya tidak bisa?

MENJEMPUT HIDAYAH | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang