Mengikat Janji

4.3K 525 5
                                    

"Jika Allah sudah Ridho, maka kebaikan akan menyertai mu"

***

Hari itu akhirnya tiba, dimana janji terikat dengan ijab qabul yang terucap. Rasa haru tak bisa ia bendung, mana kala kata sah menggema diikuti lantunan doa. Maha baik Allah yang telah menghantarkannya pada takdir indah ini. Siapa sangka, dia yang berasal dari kubangan dosa, dia yang berasal dari tempat yang menjijikan, dapat bersanding dengan pria baik seperti Khabib. Kini, apalagi yang bisa Sina keluhkan jika Allah saja tak pernah main-main menciptakan takdir hidup nya.

"Allahu Akbar."

Sina ingin menangis saja rasanya. Ini merupakan sholat sunah pertama yang ia kerjakan bersama Khabib usai ijab qabul. Suara lelaki itu begitu merdu, memberikan ketenangan serta rasa bahagia. Wanita mana yang tak bahagia saat sholatnya sudah ada yang mengimami.

"Assalamualaikum warahmatullah."

Satu tetes air mata jatuh bersamaan dengan salam dipenghujung sholat. Tak bisa lagi ia tahan rasa haru ini. Jika bukan karena malu mungkin ia akan menangis tersedu-sedu.

Usai salam Khabib berbalik badan, melempar senyuman hangat dengan mata yang juga berkaca-kaca. Ia pandangi wajah menunduk Sina dengan lamat, memastikan bahwa apa yang terjadi sekarang bukan mimpi, memastikan bahwa wanita di hadapannya nyata dan merupakan si tulang rusuk yang selama ini hilang.

"Kamu cantik, jauh dari yang saya bayangkan."

Sina makin tak berani mengangkat wajah yang mungkin sudah bersemu merah.

Kini, rona diwajahnya tidak lagi tersembunyi dibalik cadar. Sang suami sudah dapat melihat rona itu dengan leluasa, sudah dapat menyusuri garis wajah nya sepuas pria itu.

"Jangan menunduk. Pandang mata saya."

Di raihnya dagu Sina lembut. Menuntun wanita itu untuk ikut menyelami kedua matanya.

Saat kedua mata mereka bertemu, debaran yang begitu hebat serta merta muncul dihati keduanya, menimbulkan gejolak aneh yang belum pernah dirasa sebelum ini.

Sina memilih kembali memalingkan wajah, tak kuasa menatap mata Khabib lebih lama lagi.

"Terima kasih telah menjadi istri saya, Sina."

"..."

"Tak ingin mengatakan sesuatu? Saya belum mendengar suara kamu sedari tadi loh."

"Saya juga berterima kasih karena Mas sudah mau menerima saya apa adanya." Ujarnya sungguh-sungguh.

Keduanya kembali saling pandang, dengan senyum simpul yang tak kunjung lepas dari bibir.

"Boleh saya peluk kamu?"

Satu anggukan kecil dari Sina sudah mampu membuat Khabib terlonjak senang. Ia lantas memeluk wanita itu dengan erat. Ini sentuhan pertama mereka, dan rasa nya begitu hangat, mendebarkan, sekaligus membahagiaakan disatu waktu. Jika tahu rasanya akan sebahagia ini, ia tidak akan membuang waktu untuk menikahi Sina.

Kembali Sina menetaskan air mata, yang jatuh tepat dibahu Khabib yang terbalut baju koko. Sekarang ia tak bisa lagi menahan isak. Tak peduli apa yang akan dikatakan pria itu yang jelas kini Sina hanya ingin menangis. Begitu banyak yang berkecamuk di otak nya, begitu banyak rasa ia rasakan, selain rasa bahagia, ada rasa sesal yang datang.

Mungkin ini adalah sentuhan intim pertama yang Khabib rasakan dengan seorang wanita. Tapi dia? Tidak terhitung berapa banyak lelaki yang menjamah, bukan hanya sekedar pelukan, tapi lebih dari itu.

Sina kembali merasa berdosa, karena ia tak bisa menjaga kesucian hanya untuk sang suami. Bukankah ini tak adil untuk Khabib?

"Kamu kenapa?"

MENJEMPUT HIDAYAH | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang