Pergi Tanpa Pamit

4.5K 486 15
                                    

Bismillah.

Selamat membaca

***

Perdebatan Sina dan Khabib dirumah sakit kemarin menuai perang dingin diantara keduanya. Sina yang tak mau bicara dan Khabib yang acuh semakin memperburuk keadaan. Alhasil pagi itu, Khabib pergi tanpa pamit, dan sebagai salam perpisahan, pria itu hanya menatap lama wajah pulas sang istri.

Malam ini Khabib habiskan dengan berdiam diri di kamar hotel setelah seharian mengurusi pekerjaan.

Tidak ada panggilan, tidak ada pesan masuk. Sebenarnya dia berharap paling tidak Sina mengiriminya pesan, tak masalah bila pesan itu berisi makian, karena ia tahu dirinya salah lantaran meninggalkan Sina begitu saja. Tapi sampai sekarang belum ada kabar juga dari istrinya itu.

Menyerah dengan kata menunggu, akhirnya Khabib menekan nama Sina diponselnya. Kali ini biar ia menurunkan ego.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, atau bera..."

Khabib berdecak. Kenapa nomor Sina tidak bisa dihubungi? Apa istrinya itu sengaja mematitikan ponsel?

Tangan Khabib menggeser layar dan mencari nama lain, Diba.

"Hallo Assalamualaikum."

Alhamdullilah gadis itu mengangkat panggilan didering ke dua. Khabib yang semula bersandar dikursi santai menegakan tubuh.

"Waalaikumusalam. Dek hp Mbak Sina kenapa gak aktif?"

"Loh, masih peduli emang?"

Ucapan sarkas Diba terdengar menyapa, sangat menusuk hati.

"Kasih hp kamu ke Mbak..."

"Gak mau."

"Dek." Tegur Khabib dengan suara memohon.

"Abang jahat sama Mbak Sina. Tadi pagi Mbak Sina bangun trus nangis karena tahu-tahu abang udah pergi. Jadi tadi pagi itu abang bohong sama kami? Abang bilang udah pamit."

"Tadi Mbak Sina tidur, makanya...."

"Kan bisa dibangunin. Gimana sih. Kalau abang perginya cuma beli sarapan ya gak perlu pamit kalau Mbak Sina nya tidur. Ini Abang mau pergi kenegeri orang lo. Trus abang juga pake bohong sama Umi, bilangnya Mbak Sina lagi kecapekan jadi gak bisa anter sampai depan, tahunya abang sengaja gak pamit kan" Diba mengeluarkan seluruh amarahnya tanpa jeda, tak membiarkan Khabib menyela sedikit pun.

"Udalah abang senang-senang aja disana. Gak usah ganggu Mbak Sina."

"Tapi dek..."

Tut tut

Panggilan itu diputus satu pihak. Khabib mengeram frustasi. Pikirinya semakin kacau setelah bicara dengan sang adik, apalagi tadi ia dengar dari gadis itu bahwa Sina menangis. Rasa bersalah Khabib kian menghimpit sehingga menimbulkan rasa nyeri di dadanya.

Bugh

Khabib melempar ponsel miliknya keatas ranjang, ia kemudian berbaring-- disamping ponselnya yang sudah tergeletak naas, dengan lengan menutup kedua mata

Bayangan wajah tidur Sina tadi pagi tiba-tiba terlintas dibenak Khabib. Jika waktu dapat diputar ia akan memilih membangunkan sang istri dan meminta maaf atas kejadian dirumah sakit. Tapi keegoisannya terlampau besar.

Sungguh Khabib benci pada dirinya yang seperti ini. Entahlah, sejak tahu Sina hamil ia jadi mudah kwatir. Ditambah lagi ucapan Bian yang sampai sekarang masih terekam jelas di ingatannya. Khabib hanya mengkwatirkan keselamatan sang istri, itu saja, tapi Sina selalu punya cara untuk mendebat.

MENJEMPUT HIDAYAH | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang