Bab 17

543 42 1
                                    

Happy Readings ....

***

"Ra, perasaan gue udah seminggu ini gak liat makhluk bernama Rio deh. Ke mana ya tuh anak? Tumben gak muncul," ujar Marsya pada Ara yang berjalan di sisinya. Lorong yang mereka lewati sedikit lenggang karena bel pulang sudah sepuluh menit berlalu.

"Entahlah, gue juga gak tahu. Gue-kan bukan baby sister-nya," sahut Ara santai seraya terus berjalan menuju parkiran.

"Lo gak penasaran gitu dia ke mana?" tanya Marsya menghalangi jalan Ara dengan berdiri di hadapan Ara.

"Enggak! Minggir gue mau lewat." Acuh Ara, berbeda dengan hatinya yang juga bertanya-tanya keberadaan Rio.

Menyingkir, Marsya membiarkan Ara lewat lalu mengikutinya di belakang. Sesampainya di sana, para teman-teman Ara juga Vano sudah menunggu. Dengan Denis juga Rafa berdiri di luar dan yang lainnya menunggu di dalam mobil.

"Lama banget sih, biasanya lo selalu pulang pertama Ra," ujar Denis yang sudah memanyunkan bibirnya.

"Gue udah di sinikan, jadi yuk berangkat."

Dua mobil dengan Vano dan Dion yang menyetir pun pergi meninggalkan parkiran sekolah. Niatnya, hari ini mereka akan pergi ke tempat makan, dengan Dion yang mentraktir. Tentu saja, tanpa penolakan mereka langsung menyetujui ajakan Dion saat itu, kapan lagi kulkas berjalan itu mentraktir mereka.

Dua puluh menit berlalu, mereka sampai di sebuah tempat makan yang biasanya dijadikan tongkrongan oleh geng absurd itu. Suasana tempat makan ini tak terlalu ramai, mungkin karena ini bukan waktunya makan.

Dua meja panjang telah disusun oleh pegawai di sini, karena sebelumnya Dion sudah memesan tempat. Tumben memang seorang kulkas berjalan seperti Dion mau repot melakukan hal yang menurutnya tak penting. Mungkin matahari akan terbenam di sebelah barat sebentar lagi.

"Gak nyangka sih, seorang kulkas kayak Dion punya pikiran buat traktir kita," ujar Rafa sambil melirik Dion yang duduk di sebelahnya, memainkan ponsel dengan santai tanpa terganggu ucapan Rafa.

"Udah pesen aja, nanti kalau gue berubah pikiran pada laper lo," ujar Dion bersuara, matanya masih fokus pada benda pipih itu.

"Uwuuu kulkas bisa panas juga ya .... hahaha." Tawa Rafa yang membuat yang lainnya ikut tertawa. Kayaknya selera humor mereka anjlok, bahkan hanya karena hal tak lucu pun mereka tertawa.

***

Makanan yang di pesan mereka sudah berpindah tempat ke dalam perut masing-masing. Tersisa piring-piring kotor yang penuh dengan bumbu. Mengelus perut mereka yang kenyang, tanpa memperhatikan Dion yang untuk pertama kalinya merubah ekspresinya menjadi antara terkejut dan sial. Benar-benar teman biadabnya ini, tahu sekali cara memeras Dion dengan halus.

"Kenyang?" tanya Dion lemas, menatap teman-temannya yang lemas kekenyangan.

"Banget, lain kali kalau mau traktir kita jangan malu-malu ya. Bilang aja, perut kita siap menampung kok," ujar Denis dengan tak tahu malunya.

"Iya-iya, nanti setelah gue jual gunung salak," sarkas Dion lalu berjalan menuju kasir untuk membayar.

"Eh, si Dion emang punya duit buat bayarnya?" tanya Ara dengan songongnya. Sedangkan yang lain hanya mengangkat bahu acuh sambil menatap Ara penuh arti.

"Aihh tatapan kalian, gue gak mau bayar ya. Nanti bisa-bisa uang jajan gue dipotong sama bunda karena boros," ucap Ara cepat saat mengerti maksud tatapan temannya.

"Dia baru gajian katanya," ujar Marsya setelah diam dan memperhatikan para lelaki yang menyudutkan Ara. Teman yang baik memang.

"Gajian? Bukannya minggu lalu dia baru gajian ya? Terus duitnya dipake bayar uang semester," ucap Ara.

"Lo kayak gak tahu dia aja, dalam seharikan dia punya lima pekerjaan paruh waktu," jelas Marsya yang membuat semua temannya menatap terkejut.

"Lima pekerjaan dalam sehari? Tapi dia tetap jenius kayak gitu? Kapan belajarnya?" tanya Ara beruntun yang diangguki oleh temannya yang lain.

"Namanya orang terlahir jenius, pasti tetep jenius walaupun jarang belajar. Gue salut banget sama dia, mungkin kalau orang yang gak tahu seberapa keras hidup dia. Pasti bakal mikir kalau hidup dia sempurna. Ganteng, pinter, banyak fansnya, keren," ungkap Marsya sambil memilin jari-jarinya. Lalu tersadar saat melihat tatapan yang lain berubah datar.

"Lo bukannya suka sama gue?" tanya Vano blak-blakan yang membuat Marsya dan yang lain bungkam seketika. Vano ini, tahu sekali caranya membuat Marsya malu sendiri.

"Awas meledak, pipi lo udah merah," ujar Vano lagi yang membuat Marsya menyembunyikan wajahnya dengan telapak tangan.

"Vano emang parah, udah tahu dia suka tapi malah cuek bebek aja. Untung Marsya setia orangnya, ibarat debu yang disapuin tapi pasti balik lagi," ujar Denis terang-terangan.

Menatap Denis sengit, Marsya berkata. "Terus maksud lo gue debu gitu?"

"Hehehe ... bukan gitu, maksud gue lo keren," sahut Denis mencari jalan aman.

"Yuk balik," ujar Dion mencairkan situasi dan langsung diiyakan oleh yang lain, karena sebentar lagi waktunya adzan magrib.

"Kalian duluan aja, gue mau ke toilet bentar," ujar Ara saat mereka baru saja mencapai ambang pintu keluar.

"Oke deh, kita tunggu di sebarang jalan ya," sahut Vano yang diiyakan oleh Ara.

"Kenapa juga lo pake parkir di sebarang jalan sih," protes Davis yang sejak tadi tak bersuara.

"Lo gak liat parkiran penuh sama pelanggan tempat lain?" tanya Vano malas, sedangkan yang bertanya hanya menyengir kuda karena pertanyaan tak berfaedahnya itu.

Menunggu sepuluh menit, akhirnya mereka pun melihat Ara keluar. Berjalan cepat, Ara menunggu jalanan kosong karena lalu lintas saat ini terbilang ramai. Fyi, Ara itu sebenarnya tak pandai menyebrang. Menengok kanan kiri, hingga dirasa aman Ara berjalan menyebrangi jalan sambil cengengesan. Hingga suara ledakan besar membuat tawanya menghilang.

"AARRAA ...."

***

Makin gak jelas? 😅😅

Aduh kenapa ya sama Ara? Penasaran? Ikutin ceritanya ya hehe

Kalau boleh pliss dong vote-nya, biar Ai semangat, karena jujur sebenarnya Ai lagi malas banget lanjutin😂😂😂 walaupun idenya udah muter-muter di kepala wkwkw

Maafkeun Ai yang malesan ya😅

Jangan lupa komen dan share ya

Udah itu aja, see you😙

Typo bertebaran!!!

MY HERO BROTHER ✔ (proses revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang