Bab 20

534 34 0
                                    

Happy Readings ....

***

"ABANGG," teriak Ara dari kamarnya. Dengan cepat Fathur juga Davis berlari ke arah kamar Ara. Hingga mereka mencoba masuk secara bersamaan yang mengakibatkan mereka tak terjebak di antara ambang pintu.

"Gue dulu yang masuk," ujar Davis mencoba duluan masuk.

"Heh, sebagai yang lebih muda harus ngalah sama yang tua. Jadi, gue duluan yang masuk!" tegas Fathur tak mau kalah. Sedangkan Ara hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan bocah abang-abangnya ini.
Tak tahan dengan kelakuan abangnya ini, Ara berteriak kencang menghentikan.

"STOP!" teriak Ara berkaca pinggang. "Lagian gue bukan manggil kalian, bang Vano mana?" Lanjut Ara kesal.

Berhenti dengan aktivitas dorong-dorongan mereka. Fathur dan Davis diam seketika. Lalu menatap datar ke arah Ara.

"Jadi lo butuh sama si Vano? Kenapa gak bilang dari tadi?" Kesal Fathur lalu menegakan tubuhnya yang diikuti oleh Davis.

"Makanya jangan suka ge'er jadi orang," jawab Ara malas dan membuat Davis juga Fathur tambah kesal.

"Lo yang cuma teriak abang ya! Jadi kita datang." Tekan Davis mengepalkan jarinya. Sedangkan Ara hanya cengengesan malu. Lalu memberikan tanda v dengan jarinya.

"Ada apa sih pagi-pagi udah kayak di pasar aja," tanya Vano yang baru menunjukan dirinya.

Menatap sengit ke arah Vano, Fathur dan Davis memberikan isyarat dengan menunjuk kedua matanya dengan jari dan melakukan hal yang sama pada Vano lalu keluar yang disusul Fathur. Vano yang tak mengerti hanya mengangkat bahunya acuh lalu menatap Ara yang sudah menatapnya garang.

"Apa?" tanya Vano sok polos.

"Lo yang pake kamar mandi gue sampai berantakan ginikan?" tanya Ara menyeret Vano masuk ke dalam kamar mandi yang berantakan bagai kapal pecah. Handuk kotor tergeletak di lantai, botol sabun dan sampo juga alat mandi lainnya terceceran di mana-mana.

"Hehe ... kamar mandi gue airnya mati, jadi gue numpang di sini. Secara kamar lo-kan paling deket dari kamar gue," jawab Vano santai.

Menahan nafas, Ara menggerakan jarinya seperti ingin mencakar Vano. "Terus itu kenapa sampo sama sabun satu botol abis semua?" geram Ara menggertakan giginya.

"Eh jangan suuzon, ya. Dari pertama gue masuk tuh ke kamar mandi, sampo sama sabun udah abis makanya gue ambil punya gue. Emangnya gue apaan pake abisin sebotol sabun sama sampo sekali mandi."

"Iyakah?" tanya Ara lalu mencoba mengingat, "aahh ... hehe gue ingat kalau udah abis, makanya gue tadi minta sama bunda," ujar Ara setelah mengingat lalu menampilkan deretan giginya malu.

"Dodol, kecil-kecil udah pikun. Kebanyakan makan micin sih lo!" Ledek Vano lalu keluar meninggalkan hal tak berfaedah ini.

***

Ini adalah bulan kedua setelah kejadian surat itu. Sejak saat itu Ara mencoba mengikhlaskan semuanya dan terus bergerak maju. Ingat sekali Ara ucapan Vano kala ia menangis setelah membaca surat dari Rio 'Lo gak bisa buat semuanya sesuai keinginan dan kehendak lo, terkadang ada beberapa hal yang harus terjadi walaupun itu menyakitkan, tapi suatu saat lo akan tahu bahwa itu yang terbaik, walaupun berat lo harus menghadapinya'. Kata-kata bagai moodboster untuk Ara, apalagi mengingat keinginan Rio. Dan yah, sekarang waktunya menjalani hidup ini.

"Vano mana? Kok belum turun, bisa terlambat nih kita," ujar Davis saat tak melihat Vano, bahkan setelah mereka akan selesai sarapan.

"Mungkin lagi lakuin ritual paginya," acuh Ara lalu kembali memakan rotinya.

MY HERO BROTHER ✔ (proses revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang