Happy Readings ....
***
Kata orang hidup itu pilihan, tapi tidak kata Ara. Ara bilang hidup itu keberanian. Berani memutuskan tanpa harus membuat sebuah pilihan. Karena itu, Ara memutuskan untuk selalu menjalani hidupnya. Masa lalu memang tak bisa diubah tapi masa depan bisakan?
"Sya, lo tahu kalau bakal ada lomba cerdas cermat antar sekolah?" tanya Ara pada Marsya yang asik menikmati makanannya.
"Oh itu, tahu. Kenapa? Mau ikutan lo?" Canda Marsya sambil memberikan senyum mengejek. Ara ikutan cerdas cermat? Never! Pikir Marsya.
"Mau dong," sahut Ara antusias, berbeda dengan Marsya yang kaget bukan main bahkan sampai menyemburkan nasi goreng yang dimakannya. Matanya menatap tak percaya pada ucapan Ara.
"Biasa aja kali responnya, gak perlu bagi-bagi nasi juga. Jorok banget lagi," gerutu Ara sembari mengelap lengannya dengan tisu.
"Gue gak salah dengerkan?" tanya Marsya menghiraukan ucapan Ara. Dengan cepat ia meminum jus jeruk miliknya.
Memutar bola matanya, Ara menjawab, "enggak salah, kalau lo masih gak denger sebaiknya lo cepet ke THT!" tandasnya lalu berjalan pergi.
"Mau ke mana lo?"
"Ruang osis."
"Si Ara ke mana?" tanya Denis sembari duduk lalu diikuti yang lain.
"Ke ruang osis," jawab Marsya pelan, matanya masih menatap pintu keluar kantin tempat Ara pergi.
"Ngapain tuh anak ke sana? Mau ikutan lomba tujuh belasan?" ujar Denis dengan tawanya. Sedangkan yang lain terlihat biasa saja.
"Ini lebih menggemparkan dibanding ikutan lomba balap karung, Bang Vano tadi pagi Ara makan apa sih? Terus sikapnya gimana? Ada gejala demam gak? Atau kejedot meja gitu?" tanya Marsya beruntun dan yang ditanya hanya melengo saat Marsya tiba-tiba bisa berbicara begitu panjang padanya.
"Huh?"
"Ih ditanya malah diem aja, tadi ada yang aneh gak sama Ara? Atau dia sempet di rukiyah?"
"Setiap harikan sikap Ara aneh bin ajaib, malah aneh kalau dia gak aneh, emang kenapa sih?" ujar Vano santai sembari melanjutkan makan baksonya.
"Ara mau ikutan cerdas cermat!"
"HAH?" teriak Vano, Davis dan yang lainnya, bahkan Dion yang anteng memakan mie ayam langsung menjatuhkan sumpit yang dipegangnya.
"Menggemparkan 'kan gue bilang, aduh bukan apa-apa ya. Bagus sih kalau Ara ada kemajuan, tapi kalau udah maju terus malah banyak kemunduran gimana? Apa dia masih sedih ya ditinggal sama Rio?"
"Kita ke ruang osis sekarang!" tegas Vano dan mereka pun segera berangkat, bahkan sampai menghiraukan bang Mamat yang memanggil karena mereka belum bayar.
***
Ruang osis itu selalu sepi, hanya ada anak-anak osis yang aktif sedang mengerjakan tugasnya. Benar-benar calon generasi bangsa. Namun dari semua itu, ada satu yang mencolok, yaitu keberadaan Ara di antar mereka. Duduk dengan tenang sambil mengisi formulir pendapftaran.
Dikeheningan itu, suara gemuruh tiba-tiba saja datang kala Vano dan yang lain tiba di sana. Menatap tak percaya pada Ara yang benar-benar mendaftar.
"Kalian mau ikutan juga? Kalau gitu isi formulirnya yang ada di samping Ara. Lomba antar sekolahnya sebulan lagi tapi antar kelasnya dua minggu lagi, nanti pemenangnya jadi perwakilan sekolah buat lomba antar sekolah," jelas Heru, ketua osis SMA Kesatuan.
"Enggak!" jawab mereka kompak.
"Terus ngapain di sini?" tanya Heru bingung.
"Ara, lo beneran ikutan?" Bukannya menjawab pertanyaan Heru, Vano malah bertanya pada Ara yang hanya menatap mereka. Lalu mengangguk, Ara tersenyum manis pada mereka.
"Lo gak sakitkan, Ra?" tanya Denis hati-hati.
"Gue ... sehat lahir dan batin, jadi yuk kita pergi. Kalian bikin sesak aja di sini," ajak Ara mendorong mereka semua keluar, lalu menyerahkan formulir tadi pada Heru.
"Ra, lo serius gak papa?" tanya Davis memastikan, ekspresinya antara bingung dan khawatir.
"Seriusan Bang Davis, kalian kenapa sih? Pake acara rame-rame ke sini lagi. Malu-maluin aja!"
"Heh kita itu khawatir sama lo, seumur-umurkan lo gak pernah ikutan lomba akademi, ini malah ikutan cerdas cermat," sahut Vano menghentikan langkahnya, dan membuat yang lain ikut berhenti.
"Dasar Abang somplak, adeknya mau bener malah dikhawatirin. Harusnya khawatir kalau gue nyopet atau apa kek, ini malah karena ikutan lomba," ujar Ara geleng-geleng lalu melanjutkan langkahnya yang terhenti karena pertanyaan tak berfaedah abangnya.
"Lo harus ikutan juga ion," ucap Vano saat Ara telah pergi, sedangkan Marsya sudah menyusul Ara.
"Lah kok, jadi gue sih? Gue-kan dari tadi diem aja."
"Karena lo diem aja, lo salah. Jadi hukuman lo, jadi partner Ara di lomba nanti. Secara lo paling pinter di anatara kita semua," ujar Vano dengan senyum menjengkelkannya. Lalu pergi yang diikuti oleh Reza dan Andi.
"Sabar Ion, sabar ini ujian." Hibur Rafa mengelus pundak Dion, namun menjengkelkan saat senyum puas mengejeknya terpatri di wajah Rafa.
"Sahabat lucnut lo!" umpat Dion pada Rafa dan Denis yang kabur. Sepertinya kesialan kemarin masih berlanjut bagi Dion.
***
"Nih buku semua mapel gue, pelajaran kelas X sampai kelas Xll," ujar Dion pada Ara yang duduk di perpustakaan. Sebuah keajaiban dunia memang melihat Ara duduk di tempat sakral ini. Tangannya sibuj memegang buku, tapi bukan Ara jika membacanya dengan gaya biasa. Buktinya kaca mata hitam menempel indah di matanya.
Tak ada respon, Dion ikut duduk di sebelah Ara lalu membuka buku sejarah. Melirik pada Ara yang fokus membaca dengan kaca mata hitamnya itu.
Lima menit berlalu, Ara masih diam saja bahkan halaman yang dibacanya tak berpindah selembar pun.
"Lo tidur ya?" tanya Dion membuka kaca mata Ara, namun tercengang setelahnya.
"Lo! Balikin kaca mata gue gak?" ujar Ara melotot lalu merampas kaca matanya dan segera memakainya kembali.
"Mata lo, kenapa?"
"Gue gak bisa tidur semalaman, jadinya mata gue kayak panda gini. Sebenarnya yang gue lakuin gak salahkan?" ucap Ara berbalik menghadap Dion, lalu menutup bukunya yang baru dibaca satu halaman itu.
"Hahaha ... dasar makhluk jadi-jadian kayak lo itu gak cocok sok serius. Pake acara mau ikutan lomba lagi, uring-uringan sendirikan." Tawa Dion dengan gelinya.
"Lo ... ganteng juga kalau ketawa."
Menghentikan tawanya, Dion berdehem lalu membuka bukunya salah tingkah.
"Hahahaha kulkas bisa merah juga ya, pipinya." Tawa Ara meledak saat melihat wajah Dion yang tak biasa.
"Ssstttt," ujar penghuni perpustakaan lain, menatap sengit ke arah Ara dan Dion.
"Hehe maaf-maaf," Malu Ara namun tetap menahan tawa. Lalu pergi meninggalkan Dion sambil memegang perutnya geli.
"Untung temen gue."
****
Gimana? Tambah gak jelas?
Mianhe😅
Jangan bosen ikutin terua ya, karena dari adegan ini bakal ada surprise besar buat kalian😅😅
Jangan lupa Vote, komen dan share😊
Udah itu aja, see you😙
Typo bertebaran!!
KAMU SEDANG MEMBACA
MY HERO BROTHER ✔ (proses revisi)
Fiksi RemajaJudul sebelumnya ABANG RESE GUE Diandra Laudya Arya adalah seorang murid SMA yang gesrek, ceria juga tidak suka belajar. Baginya belajar adalah sesuatu yang harus dihindari. Namun semuanya berubah, saat seseorang datang dihidupnya. Ia tak akan perna...