Bab 29

477 34 7
                                    

Happy Readings ....

***

Ara duduk termenung melihat sinar rembulan yang memantul dari air kolam renang. Melihat bayangan putih berbentuk bulat itu bergetar saat air membuat ombak kecil karena dedaunan yang jatuh. Kolam renang bersih itu kini dipenuhi oleh dedaunan karena angin yang meniupnya.

Rumah di Bandung berbeda jauh dengan di ibu kota, Melodi dan Tio lebih memilih rumah dengan nuansa pedesaan berharap mereka mendapatkan ketenangan. Di sekitar rumah masih banyak dipenuhi oleh pepohonan pinus dan lain-lain. Bahkan tak hanya itu, di halaman rumah dengan luas seratus meter itupun dipenuhi oleh berbagai pepohonan buah.

Terlihat buah mangga yang masih muda bergelantungan di antara dedaunan. Terlihat mengguirkan untuk dibuat rujak saat siang hari, namun Ara tak tertarik sama sekali.

pikiran Ara terus berputar memikirkan semua yang terjadi padanya, sambil bertanya-tanya bagaimana akhir dari kisah hidupnya, bahagiakah atau sedihkah? Semuanya abu-abu.

Masa lalunya tak bisa diubah dan itu nyata. Apa yang terjadi semuanya sudah terjadi, menyalahkan pun ia tak tahu harus pada siapa, entah pada penjahat itu, teman-temannya atau pada takdir yang Tuhan berikan? Rasanya ia tak pantas meminta pertanggung jawaban dari siapapun. Ia hanya harus bisa menerima kembali hidupnya, semua yang terjadi pasti ada alasannya dan ia harus percaya itu, percaya pada takdir bahwa ia bisa mendapatkan akhir yang bahagia.

"Malam-malam bukannya tidur malah ngelamun," ujar Vano dari balik pintu lalu duduk di samping Ara.

"Dan lo malah berkeliaran ke sini," jawab Ara masih menatap ke depan.

"Karena gue kangen sama adik kesayangan gue, padahal baru beberapa menit yang lalu kita ketemu tapi rasanya udah tiga tahun yang lalu."

Tak menjawab, Ara mengacuhkan Vano yang ikut menatap pantulan cahaya bulan. Ikut terlarut dalam pikiran berbeda, bukan hanya Ara, Vano, Davis dan semua orang yang menyanginya memiliki pikiran berkecamuk dalam otaknya. Semuanya berpusat pada satu orang yaitu Ara. Yang duduk di sebelah Vano namun terasa jauh sekali, sulit digenggam karena Ara telah pergi terlalu jauh, tanpa meninggalkan jejak bagaimana mengembalikan kebahagiaan yang baru satu tahun ini kembali ia dapatkan, walau semua orang tahu satu tahun itu masih ada rasa sakit yang tak diperlihatkan, namun lebih baik daripada tidak sama sekalikan?

'Lo harus bahagia, Ra' batin Vano berjanji, mengalihkan pandangannya lalu mengelus sayang puncak kepala Ara dan pergi tanpa mengucapkan apapun. Melihat itu, Ara berbalik mengikuti punggung Vano yang hilang dibalik pintu.

Hatinya sedih, apakah ia begitu egois karena terus memikirkan perasaan sendiri tanpa melihat kesedihan di mata semua orang yang menyayanginya? Haruskah ia berhenti? Atau berjalan melanjutkan hidupnya?

***

Satu minggu berlalu dan Ara masih belum memiliki teman baru di kelasnya, ia hanya duduk sendiri di kursi belakang lalu pergi saat waktunya pulang ataupun istirahat.
Begitupun hari ini, Ara berniat bangkit dari duduknya karena bel pulang telah berbunyi, namun terhenti saat seseorang menghampirinya. Seorang perempuan dengan tinggi dibawah Ara, memakai sweter berwarna senada dengan seragam dan syal rajut berwarna merah.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MY HERO BROTHER ✔ (proses revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang