Happy Readings....
***
Brakk
Dengan kencang Dion menaruh setumpuk buku pada meja yang sedang dijadikan kasur kedua oleh Ara. Membuat Ara mengejat dengan kesadaran yang belum terkumpul. Tiga jam di perpustakaan sekolah dengan satu jam yang lalu digunakan tidur. Ara melirik pada Dion yang berdiri menatapnya.
"Ganggu aja lo, baru aja gue mau ketemu ratu inggris, semuanya gagal gara-gara lo!"
"Udah?"
"Apa?" tanya balik Ara mengedikan dagunya.
"Tidurnya? Kalau udah kita belajar lagi," tegas Dion tanpa bantahan. Kesabarannya hilang setelah menunggui Ara tidur. Menghabiskan waktu berkeliling mencari buku dan sekarang tidak lagi. Menjadi guru les dadakan Ara selama tiga hari ini, membuat Dion ingin mengumpat setiap harinya. Ara itu sebenarnya lumayan pintar, namun rasa malasnya itu membuat otaknya menjadi tak berfungsi dengan baik.
"Gak bisa ditunda aja? Kepala gue pusing nih, lo sih bangunin gue gak ada lembut-lembutnya."
"Lo ngomong apa? Gue gak ngerti, mending sekarang belajar atau gue gak mau ngajarin lo lagi." Finall Dion pada akhirnya, sebenarnya ia tak ingin mengatakan itu namun sikap Ara yang ogah-ogahan membuat ia harus tegas.
"Ih ngambekan lo," kesal Ara memeletkan lidahnya, lalu dengan lemas membuka bukunya kembali. Materi hari ini tentang geografi, segala jenis iklim, cuaca, peta dan teman-temannya Ara pelajari. Maklumlah, walaupun sebenarnya Ara anak ipa, namun lomba nanti mencakup semua materi alias tak ada jurusan ipa atau ips. Beda hal dengan lomba sekolah nanti, dilihat dari di mana kita pintar di situlah kita ikut lomba, kalau masuk tentunya.
Satu jam kemudian, akhirnya Dion menghentikan kegiatan Ara yang 'belajar' karena bel pulang sudah berbunyi, dan empat jam yang lalu semua guru rapat namun siswa tak diberbolehkan pulang, jadilah Ara terdampar di tempat sakral ini bersama Dion.
"Yey, makasih Ya Allah akhirnya hati kulkas terbuka juga." Senyum Ara menutup mulutnya, lalu cepat-cepat kabur saat Dion menatapnya garang. Sepertinya, panggilan kulkas sudah mulai memudar dari diri Dion, buktinya sifat Dion kadang panas kadang dingin.
"Untung temen gue."
***
"Udah Ra, belajarnya?" tanya Vano dengan Marsya, Davis dan yang lain di belakangnya. Menghentikan langkah Ara yang hendak menuju kelas.
"Udah, akhirnya gue terlepas juga dari kotak google itu." Menghela nafas, Ara mengambil tas yang dibawakan oleh Marsya, sahabat yang baik.
"Terus si Dion mana? Kok gak bareng?" Giliran Davis yang bertanya, tumben ia perhatian.
"Masih menyelam dalam buku-buku kesayangannya, bentar lagi juga keluar. Udah, yuk kita balik. Gue udah laper parah nih." Tarik Ara pada Vano yang menatapnya malas.
"Lo sih pikirannya emang makan doang."
"Makan itu penting ya, selain buat tenaga, makan juga bisa buat nabung," sahut Ara tak mau kalah.
"Nabung apaan?"
"Lemak, hahahaha." Tawa Ara pecah seketika, sedangkan yang lain mulai ikut tertawa garing saat Ara memelototi. Selera humor Ara memang anjlok.
"Lo tuh punya otak jangan terlalu gesreklah, Ra. Nanti gak ada yang mau sama lo," seloroh Denis tak tahu diri.
"Sebelum ngomong, ngaca dulu. Sok laku aja kerak nasi." Ejek Ara memberikan serangan balasan.
Yang diejek hanya membungkam mulutnya sadar diri, lalu mereka pun pulang dengan sikap yang biasa saja. Begitulah mereka, kadang seperti kucing dan anjing, namun dalam sepersekian detik langsung seperti perangko, nempel terus ke mana-mana.
***
Ini adalah hari kedua belas Ara belajar dengan Dion, si guru privat dadakan. Malam ini Ara kembali membuka bukunya dalam kamar dengan lampu belajar menerangi penglihatannya. Mengulas kembali materi yang telah dipelajari dari Dion. Mungkin ini yang namanya bahwa Tuhan bisa membolak-balikan hati manusia, bukti nyatanya adalah Ara. Seorang yang gesreknya kelewatan dengan moto hidup santai is my life bisa berubah menjadi seorang yang berteman dengan buku-buku tebal.
Menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi lalu memijat pangkal hidungnya, suara pintu dibuka kencang mengagetkannya. Menyembulkan kepalanya, Vano memperlihat senyum ala pep**dent miliknya ditemaramnya lampu. Membuat Ara yang sedang santai beranjak dari duduknya lalu menghampiri Vano dengan kesal.
"Apa-apaan sih bang, nganggetin tahu gak? Kalau gue kena serang jantung gimana?"
"Ya mati, apa lagi," sahut Vano mengangkat kedua bahunya lalu berjalan menuju kasur Ara setelah menyalakan lampu. Kamar yang hanya mendapatkan sinar dari lampu belajar Ara, menjadi terang seketika.
Memutar kedua bola matanya, Ara enggan menjawab dan lebih memilih ikut duduk bersama Vano.
"Ada apa?"
"Lo jadi ikutan lomba?" sahut Vano memastikan. Rasa-rasanya Vano masih tak yakin Ara akan ikut lomba.
"Jadilah, buktinya gue lagi belajar sekarang. Nih ampe mata gue kayak panda." Menujukan bagian bawah matanya yang terlihat hitam.
"Bagus deh, awas aja tiba-tiba kabur nanti. Gue pecat jadi adek." Ancam Vano lalu keluar lagi. Memang seperti jailangkung saja, datang tak diundang pulang tak diantar.
"Ada ya abang kayak dia, datang ribut banget dan cuma mau nanya kayak gitu, benar-benar cocok jadi makhluk planet," ucap Ara geleng-geleng kepala lalu merebahkan tubuhnya setelah mematikan kembali lampu kamarnya dan membiarkan lampu belajar menyala.
**
"Dari mana lo?" tanya Davis yang keluar dari kamarnya dengan tangan yang menenteng kain pel.
"Bunuh orang," sahut Vano asal lalu kembali melanjutkan langkahnya.
"Oh bunuh orang, syukur deh asal jangan lo bunuh diri sendiri aja," acuh Davis lalu berjalan berlawanan arah dengan Vano. Sedangkan Vano membalikan badannya dan menatap aneh pada Davis yang berjalan menuju lantai bawah.
Menggelengkan kepalanya, Vano melanjutkan jalannya namun terhenti saat Fathur keluar dari kamarnya.
"Dari mana?" tanya Fathur membuat Vano merasa de javu.
"Maling," jawab Vano acuh.
"Oh maling, bagus deh asal jangan maling kamar gue aja," sahut Fathur santai lalu kembali masuk ke kamarnya.
Lagi-lagi Vano menatap tak percaya pada pintu yang baru ditutup oleh Fathur. Abang-abangnya ini, benar-benar perlu dibawa ke rumah sakit jiwa!
****
boleh minta 5 vote-nya?
Buat update selanjutnya😅😂😂😂Gak maksa ya hehe
Typo bertebaran!!
KAMU SEDANG MEMBACA
MY HERO BROTHER ✔ (proses revisi)
أدب المراهقينJudul sebelumnya ABANG RESE GUE Diandra Laudya Arya adalah seorang murid SMA yang gesrek, ceria juga tidak suka belajar. Baginya belajar adalah sesuatu yang harus dihindari. Namun semuanya berubah, saat seseorang datang dihidupnya. Ia tak akan perna...