Bab 23

504 34 2
                                    

Happy Readings ....

***

Sebuah cafe dengan nuansa kekinian itu terlihat cukup ramai. Banyak remaja yang sibuk mengorol atau sekedar berfoto. Malam itu, Marsya duduk disalah satu sudut dekat jendela. Memperhatikan pekatnya malam yang tertutupi cahaya-cahaya lampu. Duduk diam dengan satu cup americano. Terlihat sedang menunggu seseorang, karena ia terus melirik pada pintu kaca dengan lonceng di atasnya.

Vano yang hendak membeli kopi melirik sekilas pada Marsya. Mungkin cewek itu tak melihatnya, pikir Vano. Tak mau memperhatikan lebih, Vano segera membayar lalu cepat keluar karena Ara sedang menunggunya di mobil. Namun langkahnya terhenti saat seseorang menabraknya, seorang laki-laki berperawakan tinggi, mungkin sekitar umur tiga puluhan. Meminta maaf, laki-laki itu pun melanjutkan jalannya begitu juga Vano.

Langkah Vano kembali terhenti saat dari jendela terlihat laki-laki tadi menghampiri Marsya lalu entah berkata apa dan langsung meninggalkan Marsya yang menangis.

"Bang Vano cepet," panggil Ara menghentikan Vano saat akan menemui Marsya.

"Iya."

Bergegas menemui Ara, Vano menyerahkan satu cup latte setelah duduk nyaman di kursi kemudi, lalu menutup pintu mobil. Tak langsung menghidupkan mobil, Vano termangau berpikir apakah ia harus memberitahu Ara atau tidak. Namun menghilangkan pikiran itu saat melihat Ara yang sibuk menikmati lattenya.

***

Sesampainya di rumah, langsung saja Melodi menyuruh Ara dan Vano makan malam. Davis dan Fathur telah siap menunggu di meja makan. Makan malam dengan berbagai macam lauk itu dimasak sendiri oleh Melodi. Melodi itu memang istri idaman, membuat kue, memasak bahkan urusan bisnis pun ia bisa. Namun sayangnya, keahliannya itu sepertinya tak menurun pada kedua anaknya. Kalian tahulah bagaimana sikap mereka.

"Lama amat lo, gue hampir mati kelaparan tahu," sungut Fathur kesal, matanya menatap tajam pada Ara dan Vano yang hanya dibalas juluran lidah oleh Ara.

"Udah, sekarang makan." Lerai Melodi sebelum terjadi perang dunia. Malam ini Tio tak pulang, karena ada urusan bisnis di luar kota, jadilah mereka hanya makan berlima.

Semuanya sibuk menikmati makannya, bahkan Davis dan Fathur sibuk berebut siapa yang mendapat paha ayam. Terkecuali Vano yang duduk sambil memainkan nasinya, pikirannya tak di sini, masih berkelana mengingat kejadian tadi di cafe. Entah apa yang menggangunya, mungkin karena melihat Marsya dengan lelaki tadi atau mungkin karena melihat Marsya menangis. Ah entahlah.

"Makanannya gak enak, Vano?" tanya Melodi saat melihat Vano hanya mengaduk-aduk nasinya.

Tersentak akan pertanyaan Melodi, buru-buru Vano memakan nasinya. Membuat Melodi geleng-geleng melihatnya.

"Ra, Marsya punya kakak" ucap Vano setelah bergelut dengan batinnya.

"Hah? Punya kakak, sejak kapan Marsya punya kakak?" tanya Ara kaget. Menghentikan makannya lalu menatap Vano.

"Gue nanya," sahut Vano memutar bola mata malas.

"Abisnya intonasi lo itu kayak pernyataan bukan pertanyaan," balas Ara ikut memutar bola matanya. "Kenapa nanya kayak gitu? Mulai suka ya lo sama Marsya?" Seronoh Ara menyelidik.

Dengan cepat Vano menggeleng, bahkan refleks tangannya bergerak mengatakan tidak. "Enak aja lo, mana bisa gue suka sama modelan kayak dia," ujarnya ragu-ragu.

"Gitu-gitu sahabat gue ya, enak aja lo ngomong. Emang lo modelan kayak apa?" sewot Ara menatap Vano dengan menilai.

Tak menjawab, Vano memilih menikmati makannya. Sedangkan yang lain tak memperdulikan sama sekali pertengkaran Ara dan Vano. Tak berfaedah jika mereka bilang.

***

"Nih buku-buku gue." Menaruh setumpuk buku dengan berbagai materi, Dion merasa de javu.

"Thanks, lo emang sahabat baik gue." Menatap Dion dengan binar cerah, Ara mengedip-ngedipkan matanya lucu yang membuat Dion untuk kedua kalinya tertawa di depan Ara. Membuat Ara kembali tertegun. "Lo tambah ganteng kalau ketawa," ujarnya masih menatap Dion lekat.

Kembali de javu, Dion menggelengkan kepalanya. Ingat, Dion itu pintar jadi dia tak akan termakan untuk kedua kalinya atas ucapan Ara.

"Berhubung lo masih banyak ketinggalan materi, gue bakal ajarin lo tapi dengan syarat lo harus nurut sama gue," ucap Dion sembari duduk di kursi Marsya, toh sang empunya sedang tak ada.

"Omo, gue tambah ngefans kalau gini sama lo," senyum malu Ara sambil menutup mulutnya sok imut.

"Dan jangan bersikap kayak gitu, gak cocok buat lo." Lanjut Dion memberikan ekspresi jijik atas sikap Ara.

"Ah gak asik lo, padahal cowok lain pada meleleh kalau gue kayak gitu. Emang kulkas gak bisa dikasih yang anget-anget."

"Udah jangan banyak ngomong, sekarang mulai belajarnya. Jangan minta tambahan di luar sekolah, lo tahu gue sibuk." Membuka buku fisika,

Pelajaran tambah untuk Ara berjalan lancar, untuk saat ini. Karena mereka hanya membahas pengertian dan istilah-istilah saja. Tunggu saja sampai Dion memberikannya berbagai rumus fisika, pasti ketenangan mereka saat ini akan tergantikan dengan segala jenis kegaduhan.

"Ion."

"Apa?" sahut Dion, matanya masih fokus pada buku tebal dengan angka-angka itu dengan tangannya yang lihai menulisnya di buku, catatan untuk Ara.

"Gue heran sama lo, kerja kayak kuda, tapi masalah pelajaran kayak google aja serba tahu. Lama-lama gue yakin lo bakal jadi buku berjalan," oceh Ara aneh, mengusik Dion yang sedang fokus. Lihatkan? Ara itu seperti cacing kepanasan, sulit diam sebentar saja.

"Udah?"

"Huh?" balas Ara tak mengerti, sembari mengangkat dagunya.

"Ngomongnya udah? Gue tahu kalau lo laperkan? Makanya banyak omong."

"Uhhh tahu aja lo, kalau gitu yuk makan. Bang Mamat udah manggil-manggil dari tadi, kasihan kalau gak dibeli," ujar Ara mengada-ada lalu menarik Dion berdiri, meninggalkan tumpukan buku dengan berbagai alat tulis terserak di meja.

"Kayaknya kemarin ada yang mau ikut lomba, sekarang kemana ya?" sindir Dion melirik Ara, sedangkan yang disindir enjoy-enjoy saja, malah sebaliknya, ekspresinya terlihat senang dan bersemangat.

"Enggak tahu tuh, mungkin dia lagi istirahat jadi benernya. Hidupkan gak bakal seru kalau lurus-lurus aja," sahut Ara santai, sedangkan Dion hanya memutar bola mata malas dan tak menjawab apapun.

****

Bosenin ya?

Maaf ya, semoga kedepannya bisa lebih baik lagi😊

Makasih buat yang mau baca cerita ini, jangan bosen-bosen ikutin kisahnya ya, partnya udah mau ke puncak konflik nih, tinggal tunggu klimaks dan tamatttt😅
Semoga bisa secepatnya Up lagi😊

Udah itu aja, see you😙

Typo bertebaran!!!

MY HERO BROTHER ✔ (proses revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang