Bab 26

448 43 0
                                    

Happy Readings....

***

"Eh, lo udah tahu soal kejadian kemarin pas lomba cerdas cermat?" tanya Siska pada Safira yang duduk dengan sok cantik di salah satu meja kantin.

Menyeringai, Safira mengacuhkan lalu meminum cola yang dibelinya. Walaupun kemarin ia tak masuk sekolah, tentu saja ia mendengarnya.

"Jangan-jangan ini rencana lo?

"Semuanya sesuai rencana, itu bonus dari gue karena udah ikut campur sama urusan gue!"

"Maksud lo?"

"Sebulan lebih yang lalu, Ara ganggu gue waktu gue lagi malak adik kelas. Terus ngatain gue segala. Selama ini gue cari cara buat balas dendam, mungkin Tuhan lagi memihak gue. Salah satu sepupu gue di Surabaya ngasih tahu gue waktu gue cerita tentang Ara. Dulunya mereka satu sekolah tapi gara-gara kejadian pelecehan itu, Ara pindah tanpa kabar dan lo tahu dia pindah kemana," jelas Safira dengan seringaian jahat, merasa senang karena usahanya berhasil dan sesuai rencana.

"Gila sih, lo sampai bongkar masa lalu Ara karena hal gitu. Gue gak nyangka ternyata Ara serendah itu."

"Itulah, jangan pernah ngusik hidup gue atau lo akan terima balasannya!"

***

Sudah satu bulan Ara, Vano dan Davis absen dari kelas. Semenjak kejadian di lomba itu, yang menampilkan foto-foto Ara dengan hanya menggunakan bi**ni. Sebuah masa lalu yang diharapkan tak pernah kembali muncul ke permukaan, semuanya terkuak di depan umum. Rasa malu, trauma dan segala ketakutan Ara dan semuanya kembali terulang tanpa rencana, yang membuat semua terjadi tanpa bisa dicegah dan lagi-lagi membuat luka di hati Ara dan yang lain.

Dua tahun lalu tepatnya saat Ara masih duduk di bangku SMP, kejadian naas itu tak bisa terelakan. Sepulang sekolah, saat Tio tak bisa menjemput Ara, saat itu juga di jalan pintas untuk pulang, Ara diculik oleh sekelompok orang tak dikenal. Membuatnya hilang selama tiga hari. Yang ternyata, Ara hendak dijual ke rumah bordir untuk dijadikan wanita malam. Walaupun Ara masih kelas satu, namun tubuhnya yang langsing dengan wajah yang cantik, membuat banyak para om-om mesum yang menginginkannya.

Untung saja, polisi berhasil menemukan Ara sebelum Ara berhasil dijual. Namun seminggu kemudian, foto-foto Ara tersebar di sekolahnya yang membuat ia harus keluar dari sekolah itu dan menjalani home schooling hingga ia lulus SMP. Selama itu, Melodi memutuskan pindah ke Jakarta. Walau begitu Ara hanya bisa berinteraksi dengan keluarga dan gurunya, rasa takut bertemu orang banyak membuat ia mengurung diri di kamar. Bahkan untuk bertemu keluarga besar yang lain, Ara takut dan histeris. Namun, semua itu berakhir saat Ara akan masuk SMA. Traumanya mulai membaik dan seperti yang kalian tahu, sifat gesrek berkobar dalam dirinya.

Drrttt

Panggilan dengan nada dering bergetar itu berasal dari ponsel milik Marsya, sudah seratus tiga puluh dua kali nama Ara tertera di layar ponsel panggilan tak terjawab. Saat ini, Marsya, Denis dan Rafa duduk di kantin dengan makanan yang tak nafsu untuk dimakan. Duduk tanpa ada obrolan atau ejekan yang biasanya mereka lontarkan. Bisikan-bisikan para netizen belum selesai juga sejak sebulan lalu. Bahkan pertanyaan yang diarahkan pada mereka tentang Ara tak henti-hentinya dipertanyakan. Semuanya membuat mereka kesal, marah dan sedih. Semuanya seakan berbeda saat ini, dan itu tak membuat mereka senang sama sekali.

"Lo?" ucap Denis menggantung diudara, seakan sulit menanyakan hal yang akan ia ucapkan. Lalu memilih diam dan meminum kopi hitam dengan es batu.

***

"Ra, ngapain?" tanya Vano pada Ara yang duduk sendiri di taman rumah. Menggengam ponselnya seakan menunggu sesuatu.

Berbalik, Ara menggelengkan kepalanya lalu menepuk bangku kayu disebelahnya agar Vano ikut duduk.

"Jangan hubungi mereka lagi, nanti lo tambah sakit kalau lagi-lagi mereka gak angkat," ujar Vano menggenggam tangan Ara dengan sorot teduh. Saat ini, tak ada Seorang abang rese, hanya ada seorang kakak yang mencoba menguatkan adiknya yang terpuruk. Tak ada adik biadab dengan sifat gesreknya, hanya ada seorang adik yang membohongi kakaknya dengan senyum palsu mencoba mengatakan bahwa ia baik-baik saja.

"Mereka masih marah aja sama gue, makanya mereka gak jawab," sahut Ara ikut tersenyum, namun mata berkaca-kaca itu menjelaskan semuanya.

"Bunda udah ngurus surat pindah kita berdua, bang Davis juga ikut pindah," ujar Vano mengalihkan.

"Kenapa harus pindah? Kalian ... malu ya sama gue?" tanya Ara dengan tawa yang tak sampai pada mata.

"Gue gak suka denger kata itu dari mulut lo, dan ini udah dibicarain sama semua keluarga. Gue ... gak bisa liat lo terpuruk lagi," ucap Vano menahan air matanya, namun rasa sedihnya tak bisa ditahan lagi. Air mata itu meluncur bebas dihadapan orang yang ingin ia jaga dan kuatkan.

"Lo gak harus nerima ini semua, lo gak salah. Lo ... gak pantes ada di posisi ini." Tangis Vano memukul-mukul dadanya. "Gue, sakit liat senyum palsu lo. Rasanya gue pengen bunuh semua orang yang nyakitin lo. Gue mohon, please ... jangan tahan air mata lo!"

Semuanya, sangat menyesakan bagi Vano. Senyum palsu itu, kata baik-baik saja yang entah untuk membohongi siapa, membuat hatinya luluh lantah seketika. Untuk kali ini, Vano memperlihatkan air mata yang selalu ia agung-agungkan bahwa seorang laki-laki tak boleh menangis. Melihat semua ini semua egonya hancur, kemalangan masa lalu yang ingin dikubur semuanya muncul kepermukaan, sahabat yang dipercaya akan ada saat susah maupun senang, nyatanya mereka menjauh saat tahu kebenarannya, dan Ara hanya bilang baik-baik saja saat semua itu terjadi.

"B-bang, gue baik-baik aja. Lo gak pantes nangis buat adik kayak gue. Semuanya gak pantes nangis buat orang kayak gue, gue ... baik-baik aja," ujar Ara dengan tangis tak tertahan. Hatinya sakit, seperti ditikam ribuan pedang. Melihat orang-orang yang disayanginya ikut hancur karenanya, semuanya tak seharusnya begini.

"Kenapa? Kenapa hati lo baik banget? Lo boleh ngumpat semau lo, lo bisa teriak, nangis di depan gue. Lo mau mukul gue, mengecam dunia kejam ini, lakuin Ra. Tapi gue mohon jangan bersikap kalau semuanya baik-baik aja. Karena semua gak baik-baik aja! Hati lo ... gak baik-baik aja."

"Karena gue ... punya abang terhebat di dunia ini. Gue ... punya abang terbaik yang selalu ada buat gue. Karena gue ... terlahirkan sebagai adik lo. Karena gue ... punya abang rese dan tersayang yang selalu melindungi. Karena gue ... si gesrek Ara yang berjanji gak akan pernah ngeliatin air mata gue di depan lo."

Lagi-lagi tangisan itu berlinangan dari mata Vano, menjatuhkan dirinya pada rerumputan. Vano memeluk pinggang Ara, "sekarang ... lo boleh cabut janji lo. Lo boleh nangis kapan pun di depan gue. Mulai sekarang, hanya gue yang boleh liat air mata lo jatuh."

"Haaaa," teriak Ara menangis kencang, memeluk Vano dengan erat yang menyembunyikan wajahnya di perut Ara.

"Gue sakit, hati gue hancur bang. Gue capek ... gue gak kuat," teriak Ara sekuat tenaga.

"Gue tahu."

"Rasanya, gue pengen mati!"

****

Gimana? Ai sampai nangis bombay nulis sambil bayanginnya😭 semoga kalian ketularan ya😅

Karena nunggu 10 vote kapan tahu, jadinya Ai Update aja biar tambah beres😅

Selamat puasa terakhir buat yang menjalankan😊 maaf kalau Ai banyak salah☺

Udah itu aja, See you😘

Typo bertebaran!!!

MY HERO BROTHER ✔ (proses revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang