Part 5

9.3K 760 37
                                    

Sedikit pun mata ini tidak mau terpejam. Bayang kalimat yang Reno katakan selalu berputar di ingatan. Hingga jam sebelas malam, aku masih mengerjapkan mata tidak percaya.

Kuharap telingaku tidak tuli sore tadi. Kuharap juga kalimat yang dikatakan Reno hanyalah kalimat basa-basi. Demi Tuhan, kenapa rasanya menyiksa hati?

Rasanya masih terngiang betul selorohnya. Ini tidak lucu sama sekali jika Reno benar-benar menyimpan rasa padaku. Meskipun selorohannya terkadang terdengar janggal, tetapi aku tetap biasa. Kali ini selorohannya beda.

Hah! Aku pun berguling ke kanan dan ke kiri. Berharap agar kantuk segera datang menghampiri. Nihil. Sia-sia, karena justru rasa pening yang datang tanpa diundang.

"Malam ini, kamu harus tidur, La! Ingat besok ada ulangan bahasa Indonesia untuk kelas sepuluh."

Setelah merapalkan kalimat tadi, aku pun memejamkan mata. Tidak lama kemudian mata ini kembali terbuka karena suara notifikasi ponsel.

Sebuah SMS dari nomor yang tidak dikenal tampil. Aku mendengkus kala membaca kalimat yang tertera. Siapa lagi kalau bukan pesan dari Milda?

[Jangan jadi penggoda yang mengemis cinta lelaki orang. Ingat! Aku tahu semua masa lalu kamu. Termasuk penghianatan di masa lalumu. Maka jangan berani menjadi pelakor antara aku dan Mas Dimas.]

Layaknya pertunjukan komedi. Pesan Milda membuatku tertawa geli. Hanya orang tidak waras yang membenarkan pesan tadi.

Siapa wanita yang menemani jatuh bangunnya Mas Dimas? Aku! Siapa wanita yang rela mengalah saat disalahkan? Aku! Milda datang hanya untuk mengacaukan semua. Tentu di antara kami bertiga, dua orang itu yang salah di sini. Kenapa aku?!

Setelah melihat pesan guyonan dari Milda, aku melihat pesan yang ada di WA. Moreno Aldiba. Satu nama itu berada di urutan chat paling atas.

[Sori ya, Lai. Jangan nganu sama selorohanku tadi.]

[Iya. Enggak apa-apa, Ren.]

[Enggak apa- apa gimana? Enggak apa-apa nih kalau besok aku lamar kamu?]

Pesan itu diiringi dengan beberapa emot tawa yang terbalik. Mau tidak mau senyumku terbit juga. Lelaki ceplas-ceplos itu memang selalu membuatku tertawa dengan candaan garing krispinya.

[Wkwk. Ya jangan gagal paham.]

[Gagal paham enggak apa-apa kali, Lai. Asal jangan gagal meminang kamu. Eak!]

Emot tawa pun kukirimkan. Setidaknya kesedihan yang mengendap di hati bisa teralihkan karena pesan Reno. Apalagi kami berbalas pesan sampai jam dua belas malam. Selama itu pula tawaku menggema di kamar ini. Hingga mama sedikit panik membuka pintu kamar.

"La? Ada kunti, ya?! Kok ada bunyi cekikan dari sini."

Aktivitas berbalas pesan pun kuhentikan. Beruntung lampu tidak menyala hingga senyumku tidak bisa mama lihat. Aku malu.

"Enggak ada, Ma!"

"Ya sudah. Tidur jangan begadang."

Pintu pun tertutup bersamaan dengan aku yang menenggelamkan wajah di bantal. Ingat, aku hanya tertawa karena selorohannya saja. Untuk masalah rasa, hati ini masih terisi satu nama. Semoga saja nama itu lekas enyah bersama luka yang pernah ia cipta.

***

"Ma, kenapa di sini ada bunga?" Aku bertanya kala membuka pintu.

Sebuah mawar merah telah tergeletak di lantai. Indah, tetapi aku ragu untuk mengambilnya.

"Bunga apa tho, Nduk?"

Mama pun menghampiriku. Dahi wanita pparuh baya itu sedikit berkerut kala melihat bunga yang tergeletak di lantai.

Bangkai Kekasihku (Completed) [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang