Setelah misteri satu dus Kirant* yang belum terpecahkan, pikiran ini tersita dengan gurat kecewa wajah Reno. Di pasar kemarin setelah kukatakan penolakan halus, lelaki itu tampak berusaha biasa. Ia bahkan sempat mengirimiku pesan berkali-kali dengan pertanyaan yang sama.
[Kamu baik?]
Selalu kalimat itu yang menjadi pembuka pesan. Ia tidak gentar sepertinya. Justru ia bertambah giat mengirimiku beberapa perhatian lebih.
Aku mengembuskan napas panjang seraya menatap langit-langit kamar. Setelah menceritakan kejadian Pak Fajar dan Reno pada Vita, wanita itu mulai menyimpulkan satu hal. Dua lelaki itu jatuh cinta padaku.
Konyol bukan? Mana mungkin? Aku yakin mereka hanya bercanda. Ugh! Memikirkan tentang hati selalu membuatku gila.
Ting!
Satu pesan kembali masuk di WA. Sebuah pesan manis dari seseorang yang disertai emot senyuman.
[Sapu tanganku bawa saja. Sebagai kenang-kenangan.]
[Kenang-kenangan?] Aku mengerutkan kening sembari membalas pesannya.
[Iya.]
[Mau ke mana?] Aku bertanya.
[Enggak ke mana-mana. Siapa tahu nanti kita tidak lagi bertemu. Atau jika takdir baik, kita bisa bersatu di waktu yang entah.]
Tidak ada lagi kesan humoris yang terlihat dari pesan tersebut. Reno tampak berbeda. Apa lelaki itu benar-benar kecewa dengan tolakan halusku kemarin?
[Kamu kecewa?] Kuberanikan diri bertanya.
[Tidak ada kecewa sebelum perjuangan, Lai. Aku belum memulai. Kamu belum sembuh. Aku akan menunggu.]
Cukup. Pesan itu hanya kubaca. Aku takut membalas pesan itu dan melukai hatinya. Demi Tuhan, rasanya tidak enak sekali saat ada orang yang berjuang mati-matian, sedangkan kita hanya abai dan terpaku dengan masa lalu. Kuharap aku bukan bagian orang-orang seperti itu.
Cukup lama tidak ada pesan lagi. Hingga akhirnya aku menutup ponsel dan memilih tidur. Istirahat tampak lebih baik daripada begadang tidak jelas tujuannya.
---HISNANAD---
"Kita satu bus, La." Vita berbisik lirih dengan wajah semringah.
Keputusan rapat dadakan telah diumumkan pagi ini. Salah satu hasilnya adalah penentuan guru yang mengikuti study tour kelas dua belas ke Bali. Beruntungnya aku dan Vita terpilih.
Sahabatku itu senang bukan main saat namanya dipanggil kepala sekolah. Sudah tiga tahun mengajar, baru kali ini Vita dipilih menjadi guru pendamping. Tentu wanita itu terlihat sangat bahagia.
Mataku melirik lembaran putih berisi beberapa nama itu dengan lelah. Entah harus bersyukur atau merutuki takdir, Pak Fajar dan aku harus berada di satu bus yang sama. Sedikit risi sebenarnya mengingat misteri satu dus Kirant* tempo hari. Apa benar duda itu yang memberikan? Jika iya, kenapa? Mengapa?
"La!"
"Eh?!" Aku terperanjat karena senggolan Vita.
Suasana kantor telah sedikit lengang. Para guru mulai mengajar. Aku dan Vita tidak memiliki jam pertama. Jadilah kami di ruangan ini sembari berbincang.
"Sudah kamu kembalikan jaketnya?" Lirih Vita bertanya.
Aku menggeleng. "Belum."
"Ohhh." Vita hanya mengangguk.
Aku pun pamit untuk ke kamar mandi. Saat sedang santai berjalan mata inu memcing. Di ujung ruang Matematika 4 telah ada murid lelaki yang membawa tas. Dengan gerakan perlahan, kuikuti dia. Tampaknya hari ini siswa dengan cap nakal tersebut akan bolos lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkai Kekasihku (Completed) [TERBIT]
EspiritualAwal mula kukira hubungan yang lama terjalin, maka akan kuat pula pondasinya. Pondasi suatu hubungan selalu yang pertama adalah kepercayaan, bukan? Aku menerapkannya pada hubungan kami meski pernah dikhianati sekali. Namun, anganku untuk membangun m...