Part 16

11.8K 721 92
                                    

Museum Bajrasandhi ini merupakan museum yang memuat sejarah perjuangan rakyat Bali dalam melawan penjajah. Hal itu dikemukakan oleh Made saat perjalanan tadi.

Barulah saat menginjakkan kaki di museum ini, aku terpana dengan corak bangunannya. Ukiran khas Bali serta gapura menjadi pemandangan yang estetis untuk dilihat.

Vita yang masih mengumpulkan nyawa kini sukses menggeleng pelan. "Bagus ya."

Aku mengangguk dan menyeret Vita menuju dalam museum. Kami pun disuguhi berbagai miniatur yang menceritakan perlawanan rakyat Bali. Selain itu, ada miniatur tentang sistem pengairan sawah sejak zaman dulu.

Puas berkeliling, Vita menarikku untuk mengikuti Pak Fajar. Suasana yang agak sepi membuatku bertanya apa maksud Vita.

"Ada apa?" bisikku.

"Aku curiga sama duda itu. Kenapa angkat telepon sampai menjauh gitu. Pasti ada yang tidak beres."

Tidak ada tanggapan karena Vita langsung menarikku mendekat. Di sana Pak Fajar tengah berulang kali menempelkan telepon ke telinganya. Lelaki itu bahkan memukulkan kepala di tiang pendopo.

"Ayo mendekat."

Melalui patung pancuran, Vita mengajakku mendengar pembicaraan Pak Fajar. Aku menurut karena dituntut penasaran. Tepat saat kami mendekat, lelaki itu menyebut satu kata asing yang mulai mengoyak hati ini.

"Bagaimana? Apa dia baik-baik saja?"

Kalimat itu samar terdengar. Namun, aku bisa merasakan kekhawatiran yang menguar. Kalimat tadi mengandung beberapa rasa yang mulai mengusik jiwa ini.

"Demi Tuhan, aku masih belum bisa percaya."

Rasa haru kental terasa di sini. Pak Fajar menekankan tiap katanya dengan nada bahagia. Ada apa? Lagi dan lagi hanya kata tanya itu yang muncul.

"Aku benar-benar curiga."

Vita bergumam lirih sebelum akhirnya ia menyeretku pergi. Aku menjauh dari Pak Fajar dengan pertanyaan riuh yang memenuhi hati. Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi?

---HISNANAD---

Tujuan terakhir hari ini adalah pantai yang kutunggu kunjungannya. Ya. Pantai Kuta.

Setelah isoma, bus melaju menuju Pantai Kutha. Selama waktu senggang itu pula, para murid mengadakan karaoke lagi. Sekarang ada penyumbang suara baru yaitu Pak Fajar.

Entah ada angin apa hingga lelaki itu mau menerima uluran mikrofon dari kru. Vita berbisik lirih sembari bertanya pertanyaan yang belum kutahu jawabannya. Pertanyaan tentang dia yang disebut Pak Fajar tadi.

"Mungkin Fajri."

Itu hanya alasan penenang. Nyatanya hatiku gundah mendengar ini. Pak Fajar dan dia. Ah, ada apa denganku?

Lagu Bukti dari Virgound mulai mengalun lirih. Harus kuakui suara Pak Fajar memang enak didengar. Meskipun ada rasa gengsi, aku tetap mengakui di hati bahwa lelaki itu memiliki segudang talenta.

Jadi, wajar saja jika banyak para murid yang mengidolakannya. Terbukti sekarang para siswi bersorak dengan wajah terpana.

"Jangan cemburu, La," bisik Vita membuatku mencubit lengannya.

"Aku tidak cemburu!" tegasku.

Bisa ditebak akhirnya apa. Vita kembali melontarkan kata-kata menggoda. Baru saat bus berhenti, wanita itu bisa membungkam mulutnya.

Semua penumpang mulai turun satu per satu. Melalui intruksi yang diberikan Made, kami harus mencari angkutan khusus di sini. Angkot dengan warna putih adalah angkutan umum gratis yang disediakan untuk mengantarkan penumpang ke pantai.

Bangkai Kekasihku (Completed) [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang