Bab 2

3.5K 372 8
                                    


Prilly kembali ke rumahnya setelah seharian bekerja. Tubuhnya terasa pegal, hari ini dia benar-benar lelah sekali.

"Malam Kak."

Prilly tersenyum lembut pada Amira atau yang sering dia panggil Ami. Amira adalah adik sepupu yang di asuh oleh orang tuanya karena sejak kecil Amira sudah kehilangan orang tuanya karena kecelakaan.

Prilly sangat menyayangi Amira seperti Adiknya sendiri. Dan di kota ini dia tinggal bersama Amira sedangkan orang tua mereka berada di kota lain.

Papa dan Mamanya lebih memilih kota dingin sebagai tempat tinggal mereka katanya suasana di sana yang sejuk membuat jiwa mereka tenang.

"Kamu mau kemana Dek?" Tanya Prilly saat melihat Amira sudah rapi lengkap dengan tas kecilnya.

Amira tersenyum lebar namun sedikit salah tingkah. "Mau keluar sama..temen." Suara Amira terdengar ragu ketika menyebutkan kata temen dan Prilly semakin curiga dengan sikap salah tingkah Amira.

"Temen yang mana?" Tanya Prilly lagi.

Amira langsung mengerucutkan bibirnya. "Ada pokoknya Kak. Ya udah aku pergi dulu ya." Amira buru-buru melangkah meninggalkan Prilly namun dengan cepat Prilly berhasil menahan langkah Amira.

Pegangan tangan Prilly pada lengan Amira mengerat. "Kamu nggak akan Kakak izinin pergi sebelum kamu jujur sama Kakak! Teman yang mana yang ngajak kamu keluar? Jawab!" Prilly sangat protektif menjaga Amira, dia sangat menyayangi Amira dan dia tidak ingin Amira terjerumus ke dalam pergaulan yang salah.

Amit-amit!

"Temen kuliah Kakak!" Amira memang sedang menempuh pendidikan strata satu jurusan keguruan di salah satu universitas favorit di kota ini.

Amira sudah menyelesaikan sekolah menengah atasnya tahun lalu. Di tahun ini Prilly memang memberikan sedikit kelonggaran untuk Amira berteman tapi bukan berarti adiknya bebas bergaul dengan siapa saja.

Prilly tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

"Siapa?" Tanyanya lagi. Prilly semakin merasa kalau Amira sedang berbohong padanya. Prilly kenal semua sahabat Amira jadi kenapa gadis itu tidak menyebutkan nama dari salah satu sahabatnya kenapa adiknya seperti terkesan menutupi sesuatu darinya.

"Misha Kak." jawab Amira setelahnya. Prilly menaikkan alisnya. "Beneran kamu keluar sama Misha?"

Amira langsung menganggukkan kepalanya. "Iya Kakakku Sayang." Amira tiba-tiba menubruk tubuh mungil Kakaknya.

Prilly memang sedikit lebih pendek dari pada Amira yang tubuh tinggi layaknya model. Jika mereka berjalan bersama orang-orang sering salah menafsirkan, di mata mereka justru Prilly yang terlihat seperti Adik bukan Amira.

Karena selain perawakan mereka yang berbeda garis wajah mereka juga. Prilly terlihat begitu cantik namun cenderung imut dan terlihat begitu menggemaskan sedangkan Amira juga sama cantiknya namun garis wajahnya terlihat begitu dewasa layaknya wanita berusia 30 tahunan.

Jika Prilly sering dipanggil Dek maka Amira kebalikannya, gadis itu sering merajuk ketika orang-orang memanggil dirinya 'Mbak' sedangkan Prilly 'Dek'. Tidak adil sekali menurutnya.

"Ya sudah kamu hati-hati ya. Jangan pulang lewat jam 10 mengerti?"

Amira melepaskan pelukannya pada tubuh Prilly lalu menganggukkan kepalanya. "Siap Kakakku."

Amira mengecup pipi Prilly sekilas sebelum berlari keluar dari rumah mereka meninggalkan Prilly yang masih menatap kepergian Adiknya.

Entah perasaannya saja atau benar adanya, dia merasa Amira sedang berbohong padanya. Amira seperti menyembunyikan sesuatu darinya tapi apa?

Drttt... Drttt..

Prilly langsung merogoh tasnya ketika suara ponselnya terdengar dan memecahkan lamunannya tentang Amira.

Senyuman Prilly seketika mengembang saat melihat siapa yang menghubungi dirinya.

"Halo Mas Pras.."

***

Setelah menyelesaikan pembicaraannya dengan Pras, Prilly memilih membersihkan dirinya.

Satu setengah jam kemudian dia baru keluar dari dalam kamar mandi. Prilly menenangkan dirinya dengan berendam di dalam bath up dengan air yang sudah dia campur dengan aroma mawar yang sangat disukainya.

Sedikit banyak hal itu cukup membantu karena sekarang perasaannya sudah jauh lebih baik.

Mengingat Pras kembali hatinya dilanda kegundahan. Pria itu menghubungi dirinya hanya untuk mengatakan jika dia akan terbang ke Belanda esok pagi perihal pekerjaan.

Entahlah.

Untuk pertama kalinya dalam menjalin hubungan Prilly meragukan setiap kata yang keluar dari mulut Pras. Dia benci mengakuinya tapi entah kenapa hatinya terus saja berkata jika dirinya sudah kembali dikhianati.

Please! Jangan lagi, dia tidak ingin kehilangan Pras seperti Nando dulu.

Prilly buru-buru menggelengkan kepalanya. Tidak! Dia harus yakin. Dia harus percaya kalau Pras tidak akan serendah itu. Cinta mereka terlalu suci untuk dinodai terlebih ketika tahun depan mereka berencana melangsungkan pertunangan.

Orang tua mereka bahkan sudah saling kenal dan juga akrab apalagi kedua Ibu mereka. Jadi, Pras pasti tidak akan sejahat itu menyakiti orang-orang yang dia sayangi.

Benar. Pras pria baik.

Prilly bersenandung pelan mengikuti suasana hatinya yang sudah mulai membaik. Mood-nya sudah kembali baik dan perutnya sudah mulai terasa lapar.

"Enaknya makan apa ya?" Prilly berbicara sendiri sambil mengeringkan rambutnya.

Prilly mengambil dress rumahan warna putih panjangnya hanya selutut namun cukup manis melekat di tubuhnya. Prilly terlihat seperti remaja tanggung yang begitu cantik.

Setelah memoles wajahnya dengan bedak tabur dan bibirnya yang sudah dia timpa dengan liptint Prilly tersenyum lebar di depan kaca.

"Mirip kayak anak SMP banget gue." kikiknya geli.

Untuk mengurangi keribetan dirinya Prilly memilih mencepol tinggi rambutnya dan kini penampilannya benar-benar menggemaskan namun tak membuat kecantikannya hilang.

Prilly meraih dompet miliknya lalu bergegas keluar dari kamarnya. Dia tinggal di perumahan elit jadi supermarket juga tersedia sebagai fasilitas perumahan ini. Prilly hanya perlu berjalan kaki beberapa blok untuk sampai ke depan supermarket.

Setelah memastikan pintu rumahnya terkunci, Prilly mulai menuruni tangga lalu membuka pagar rumahnya. Dia lebih memilih berjalan kaki dari pada mengeluarkan mobil karena dirinya dan Amira sama-sama tidak mahir berkendara jenis roda dua.

Prilly menutup kembali pagar rumahnya. Ketika berbalik matanya sedikit mengernyit saat melihat rumah kosong tepat di samping rumahnya terlihat ramai malam ini.

Rumah disini memang bersebelahan meskipun ada pagar pembatas di sisi kanan dan kiri rumah namun antara rumah satu dengan rumah yang lain salah satu kamar di lantai dua balkonnya saling berhadapan dengan jarak lumayan dekat.

Prilly berharap penghuni di rumah itu perempuan jika bisa meminta dia ingin perempuan sebaya dirinya. Sepertinya seru memiliki teman sebaya seperti dulu ketika, Prilly buru-buru menggelengkan kepalanya.

Stop! Itu masa lalu dan masa lalu tidak berhak di kenang lagi di masa depan apa lagi masa lalu pahit seperti masa lalunya.

Prilly kembali meneruskan langkahnya menuju supermarket. Sambil berjalan wajahnya mendongak untuk menatap langit yang mulai mendung.

"Ah gue harus cepat sebelum hujan."

*****

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang