Bab 41

2.8K 404 20
                                    


Suasana di dalam kamar dimana Salsa dirawat terlihat begitu temaram menemani wanita itu yang sedang bergerak mengumpulkan barang-barang miliknya. Dia akan pergi dari rumah sakit ini malam ini juga.

Jika Pras yang dia harapkan tidak bisa mewujudkan permintaannya maka dia akan mencari jalan keluar lain untuk bisa menjalankan rencananya.

Salsa selesai memasukkan semua baju-baju miliknya ke dalam satu tas ransel setelah itu dia mulai berjalan pelan menuju pintu kamar inapnya setelah merasa aman dia mulai melangkahkan kakinya keluar dari kamar.

Salsa sudah sangat sehat sehingga tidak ada yang mengira dirinya adalah pasien di rumah sakit ini terlebih dengan pakaian dan sedikit polesan di wajahnya yang membuat penampilan Salsa terlihat begitu cantik dan menarik.

Dengan senyum mengembang Salsa melangkah memasuki lift ketika tak satu orang perawat pun dia dapati di lorong kamarnya. Akhirnya setelah satu bulan Salsa kembali menghirup udara bebas.

Sudah cukup satu bulan ini dia memberikan waktu untuk Prilly tersenyum bahagia dan sekarang kesempatan itu sudah habis, kini sudah waktunya gadis itu kembali menangis darah karena sebentar lagi pria yang bernama Ali itu akan menjadi miliknya.

Ah, mengingat wajah tampan pria itu entah kenapa membuat kemaluannya berdenyut. Sepertinya dia sudah tidak sabar untuk merasakan bagaimana perkasanya sosok Ali ini di atas ranjang pasti jauh melebihi keperkasaan Pras yang selama ini dia puja.

Dengan tersenyum manis seperti biasanya Salsa melangkah keluar dari lift yang sudah membawanya ke lantai dasar rumah sakit. Karena sudah tengah malam suasana di rumah sakit terlihat begitu sepi dan lenggang hingga membuat kesempatan Salsa untuk kabur semakin mudah.

Dengan penuh percaya diri Salsa melangkah menyusuri loby rumah sakit hingga akhirnya dia benar-benar menghirup udara bebas ketika kakinya sudah berhasil menapaki jalan raya. Sebelum benar-benar melangkah meninggalkan rumah sakit yang berarti juga meninggalkan Pras, Salsa sempat berbalik dan menatap rumah sakit itu begitu lama.

Dia fikir setelah Pras berhasil dia rebut hatinya akan puas tapi rupanya Prilly malah mendapatkan pria yang jauh berada di atas Pras hingga jiwanya untuk merebut kembali berkobar dan kali ini tangkapannya bukan orang biasa. Jika memiliki Ali maka otomatis dia juga memiliki kekuasaan milik pria itu dan jika sudah begitu maka keinginannya untuk menyakiti Prilly semakin mudah.

Dan saatnya mengucapkan selamat tinggal untuk Pras. Senyum Salsa berkembang lebar menatap rumah sakit seolah sedang menatap Pras.

"Selamat tinggal pria bodoh!" Ucapnya sebelum berbalik dan berjalan dengan anggun menyusuri trotoar menuju halte di sana dia akan menunggu bus, taksi atau angkutan umum apa saja yang penting bisa membawanya ke sebuah apartemen yang sudah dia siapkan untuk tempat tinggalnya sebelum dia pindah ke rumah Ali.

Ah membayangkan dirinya menjadi Nyonya Ali rasanya luar biasa bahagia dia benar-benar sudah tidak sabar untuk itu.

Salsa melihat halte di seberang jalan, dengan santainya Salsa melangkah berniat untuk menyeberang tanpa menyadari sebuah sedan hitam melaju begitu cepat dari arah kanannya dan..

Ciiitttt....

Brak!

**

Setelah tak sadar diri hampir semalaman akhirnya ketika jam hampir menunjukkan pukul 3 pagi perlahan mata bulat milik Amira bergerak sebelum mengerjap beberapa kali sampai mata bulat itu benar-benar terbuka dan menatap bingung ke sekelilingnya.

Apa ini kuburan? Apa dirinya benar-benar sudah mati? Tapi kenapa tangannya seperti tertancap jarum infus?

"Aw!" Amira meringis kesakitan ketika tanpa sengaja tangannya menyentuh infus yang terpasang di tangan lainnya.

Sakit berati dia belum mati, bener kan?

"Udah bangun lo?"

"Yah?!"

Amira begitu terkejut ketika mendapati seseorang yang baru saja keluar dari kamar mandi. Pencahayaan di kamar yang sedikit temaram membuat Amira tidak bisa melihat sosok itu dengan jelas.

Dengan menyipit tajam mata Amira sontak terbelalak ketika melihat sosok yang keluar dari kamar mandi adalah Bima salah satu teman Prilly yang menurutnya sangat menyebalkan dengan mulutnya yang sangat tajam.

"Bengong lagi, kenapa lo sakit?" Bima sudah berdiri menjulang didekat Amira yang masih terbaring diatas ranjang.

Dengan kaku Amira menggelengkan kepalanya. "Nggak." Entah kenapa mendadak hatinya berubah melow ketika melihat tatapan yang Bima arahkan padanya begitu tajam dan terlihat seperti celaan.

"Ada apa dengan wajah sedih lo itu hah?!" Hardik Bima yang semakin membuat tangisan Amira mendesak ke sudut matanya.

Bima menghela nafasnya, sejak tadi dia sudah menunggu waktu untuk mencerca gadis ini yang tak kunjung bangun dan sekarang Amira sudah membuka matanya tentu saja Bima tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mencerca gadis ini habis-habisan.

"Jangan nangis! Sekarang gue tanya lo kemana aja selama ini?" Suara Bima tidak keras memang namun ketegasan di dalamnya mampu membuat nyali Amira ciut seketika.

Amira memilih menundukkan kepalanya membiarkan pertanyaan Bima mengambang di udara tanpa jawab darinya.

Bima nyaris mengunyah gadis di depannya jika tidak mengingat siapa gadis itu. Ck! Nyusahin aja sih.

"Terserah kalau lo nggak mau jawab pertanyaan gue. Sekarang lo dengerin gue bodo amat kalau lo shock bahkan pingsan lagi." Bima benar-benar sudah dikuasai emosi hingga sulit untuk mengontrol dirinya terlebih ketika kekesalannya semakin memuncak karena Amira tak kunjung membuka suara.

"Lo hamil."

Sontak Amira mendongak menatap Bima dengan pandangan tak percaya bahkan mulut gadis itu terbuka lebar hingga membuat Bima nyaris tersedak tawa. Ekspresi Amira saat ini benar-benar lucu jika saja Amira ini bukan gadis menyebalkan dan menyusahkan rasanya Bima sanggup untuk mencintai gadis ini.

Eh apa yang baru saja dia pikirkan?

Bima langsung menggelengkan kepalanya berusaha kembali memfokuskan dirinya pada Amira yang masih melongo menatapnya.

"Gue serius. Lo hamil usia kandungan lo mungkin sekitar 1 bulan atau kurang beberapa minggu kalau gue nggak salah." Ujar Bima ragu karena sebenarnya dia tidak terlalu mengingat penjelasan Dokter tadi selain kata hamil yang langsung menyusup ke otaknya.

"Ha..hamil?"

"Iya lo hamil."

"Bagaimana mungkin?"

"Ya mungkin lah orang lo udah ena-ena ya pasti hamil lah."

Tanpa sadar Bima dan Amira sahut menyahut padahal mereka tidak saling mengajukan pertanyaan. Amira bertanya lebih pada dirinya sendiri sedangkan Bima refleks membuka mulutnya ketika terdengar lontaran kalimat pertanyaan dari mulut Amira.

Begitu saja terus sampai menjelang subuh Amira kembali tertidur sedangkan Bima hanya duduk diam dengan mata terfokus pada Amira.

Entah apa yang sedang dipikirkan oleh pria itu saat ini.

*****

Selamat pagi semuanya..

Po cerita ini di tutup ya guys, insyaallah cerita ini bakal ready tp setelah lebaran ya soalnya nggak keburu lagi tinggal extra part-nya.

Terima kasih buat yang udah ikut po, nah buat yang belum aku masih bakal kasih harga 45k tapi hanya untuk hari ini yaa..

Besok harganya normal.. Oh ya, cerita ini bakal di ubpubulish beberapa part ya, please jangan tanya lagi kenapa. Pokoknya terima kasih untuk yang sllu dukung aku, cerita-cerita aku..

Terima kasih banyak.. Aku rencananya bakal up beberapa part lagi. Rencananya yaa. Heheh..

Terima kasih..

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang