Bab 8

3K 343 2
                                    


Satu minggu sudah berlalu namun Pras masih belum bisa dihubungi dan Prilly semakin khawatir saat Bima berkata, "Jangan lo tungguin! Dia di sana lagi senang-senang sama selirnya."

Benarkah? Tega kah Pras melakukan hal itu padanya?

Prilly nyaris frustasi dan berniat menghubungi Ibunya Pras untuk menanyakan keberadaan Pras namun dia urungkan takutnya Ibu Pras malah berfikir dirinya begitu posesif pada Pras.

Prilly sedang menyiapkan proposal yang akan diajukan kepada atasannya, perihal kerjasama dengan Atc Group memang diserahkan sepenuhnya pada Prilly meskipun persiapan proyek ini tetap di kerjakan bersama timnya.

"Mbak Yayuk kemana sih? Betah banget di rumah mertua tuh betina." Suara Bima tiba-tiba terdengar membuyarkan lamunan Prilly.

"Kan mertuanya sakit loh Bang."

"Bang? Lo manggil gue Bang kagak salah minum obat kan lo?"

Prilly berdecih pelan. "Liat kan lo kalau gue manggil Bim-Bim doang lo protes katanya kagak sopan sama yang lebih tua nah giliran gue sopanin lo protes. Minggat aja deh lo!" sembur Prilly dengan wajah memerah.

"Santai woi! Aelah gitu aja lo ambil hati. Kenapa sih? Pms lo ya?" Bima mulai merasa sedikit bersalah apalagi ketika melihat mata Prilly berkaca-kaca.

Mengabaikan pertanyaan Bima, Prilly memilih keluar dan tidak menghiraukan Bima yang berteriak memanggil dirinya. Prilly berjalan cepat menuju atap gedung bahkan dia lebih memilih menaiki tangga darurat dari pada menggunakan lift.

Perasaannya sedang berkecamuk dan begitu kacau hingga perasaannya begitu mudah tersinggung hari ini. Begitu sampai di atap gedung Prilly menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskan nya secara perlahan.

Perasaan sesaknya sedikit reda. Dia tidak marah pada Bima hanya saja pria itu datang di saat tidak tepat dan berkat mulut usilnya Bima mendapat semprotan pedas darinya.

Prilly kembali menarik nafasnya sebelum mengeluarkan ponselnya dari dalam kantung blazer yang dia kenakan hari ini.

"Nomor yang anda tuju--"

Klik!

"Kamu kemana sih Mas?" Prilly bertanya sambil menatap layar ponselnya. Wallpaper ponselnya dan Pras sama yaitu foto mesra mereka. Di sana Pras memeluk pinggang Prilly dengan mesra, keduanya tersenyum lebar ke arah kamera.

Foto ini diambil di tahun kedua hubungan mereka. Di mana rencana Pras di tahun berikutnya mereka akan menikah namun bukannya pernikahan justru pengabaian lah yang diterima Prilly.

Lihat saja bagaimana mungkin pria itu membiarkan dirinya menunggu kabar dalam kecemasan seperti ini. Jahat sekali bukan?

Prilly menekan tombol off ponselnya lalu kembali dia kantongi. Dadanya kembali sesak namun sekuat tenaga dia berusaha untuk tegar. Dia kuat benar, jika memang Pras kali ini mengkhianati dirinya maka dia akan tetap berdiri tegap seperti ini, dulu saja dia mampu melupakan pengkhianatan Nando cinta pertamanya.

Lagi pula sejak awal dia tahu hubungannya dengan Pras memang seberat ini, tapi dia tidak menyangka cobaan itu datang setelah hubungan mereka menginjak tahun ke 3.

Entah kenapa semakin ke sini dia semakin yakin jika Pras memang sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Semoga bukan wanita lain yang merusak jalinan cinta mereka.

Semoga saja dia tidak lagi merasakan sakitnya sebuah pengkhianatan seperti yang dilakukan Salsa dan Nando dulu.

**

Akhir-akhir ini Prilly benar-benar disibukkan dengan pekerjaannya hingga pertemuannya dengan Amira semakin jarang saja bahkan tanpa mereka sadari hubungan persaudaraan di antara mereka mulai merenggang.

Amira sibuk dengan pacar barunya seperti saat ini, dia kembali berbohong pada Prilly dengan mengatakan menginap di rumah Misha padahal dia sedang berada di kost nya Panji, pacar barunya.

Amira sangat mencintai Panji, perasaannya kali ini jauh berbeda dengan mantan-mantan pacarnya dahulu. Amira memang diperbolehkan dekat dengan lawan jenis namun dengan syarat harus memperkenalkan mereka pada Kakaknya.

Tapi untuk kali ini dia tidak akan memperkenalkan Panji pada Prilly setidaknya tidak dalam waktu dekat ini. Amira masih ingin menikmati momen-momen mesranya bersama sang kekasih.

Dia takut jika Prilly menentang hubungannya dengan Panji setelah tahu jika Panji ini hanyalah anak panti asuhan yang mendapatkan uang dengan memalak orang-orang di sekitarnya, bisa dikatakan pekerjaan Panji sejenis preman pasar seperti itu tapi Amira tidak perduli karena hatinya benar-benar menginginkan Panji.

Bahkan dia mengabaikan peringatan Misha, dia tidak percaya jika Panji berniat mengerjai dirinya, dia yakin Panji tulus mencintai dirinya bukan main-main seperti tuduhan Misha.

"Kamu yakin mau nginap di sini?" Panji baru saja selesai mandi dan kini sedang mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil di tangannya.

Amira yang berbaring di ranjang tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Di sini lebih nyaman." sahut Amira.

Panji tersenyum lebar namun terlihat sedikit berbeda hanya saja Amira tidak terlalu menyadarinya. Dengan perlahan Panji melangkah mendekati Amira yang menanti di ranjang.

Amira menatap Panji tanpa kedip dan kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik oleh Panji.

"Kamu nggak takut berduaan sama aku?" Tanya Panji yang kini sudah duduk di hadapan Amira.

Panji melemparkan handuk kecilnya ke sembarang arah, senyumnya semakin lebar ketika melihat Amira menggeleng pelan.

"Kenapa?" Tanyanya sambil menyelipkan rambut Amira ke belakang telinga gadis itu. Amira menutup matanya ketika tangan dingin Panji menyentuh lehernya.

Ketika melihat reaksi Amira yang begitu menggugah gairah, Panji semakin mencoba keberuntungannya kali ini tidak hanya leher tapi Panji mulai menjalankan jemarinya menyusuri tulang selangka Amira.

"Aku yakin kamu nggak akan nyakitin aku." Jawab Amira dengan nafas terdengar berat.

Panji tersenyum lebih tepatnya menyeringai dan Amira sama sekali tidak melihat seringai itu matanya masih tertutup rapat menikmati sentuhan Panji di tubuhnya.

"Aku sayang kamu." bisik Panji dengan suara terdengar serak dan berat.

Perlahan Amira membuka matanya menatap Panji dengan tatapan penuh cinta. "Aku lebih sayang kamu." jawab Amira dengan suara tak kalah serak.

Perlahan Panji mulai mendekatkan wajahnya pada wajah Amira hingga membuat gadis itu kembali menutup matanya, menikmati hembusan nafas aroma mint milik Panji.

Ketika melihat Amira tidak menolak bahkan terkesan menerima dengan cepat Panji melahap bibir tipis Amira, melumat kasar hingga membuat Amira melenguh tanpa sadar.

Keduanya dibutakan oleh nafsu hingga akhirnya Amira menyerahkan sesuatu miliknya yang berharga untuk Panji. Malam itu Amira benar-benar membiarkan tubuhnya di jamah oleh Panji.

"Aahh.."

*****

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang