Bab 37

3.2K 481 28
                                    


"Kamu harus bisa Mas."

"Tapi Salsa bekerja di Atc Group itu bukan hal mudah." Pras nyaris gila ketika Salsa terus-terusan menodongnya seperti ini.

Benar, Salsa ingin bekerja di kantor kekasihnya Prilly. Siapa yang tidak tahu kabar hangat akhir-akhir ini dimana seorang pimpinan perusahaan raksasa itu sedang menjalin kasih dengan seorang gadis dari kalangan biasa.

Hubungan Ali dan Prilly cukup sering dibicarakan akhir-akhir ini bahkan hampir semua stasiun televisi memberitakan kabar bahagia itu. Pras hanya mampu memendam rasa sakit ketika melihat bagaimana lengan Ali melingkari pinggang kecil wanita yang sampai saat ini masih dia cintai.

Terlambat memang, tapi Pras tidak bisa membohongi dirinya jika jauh di dalam lubuk hatinya dia masih sangat mencintai Prilly.

"Aku nggak mau tahu! Pokoknya aku mau kerja di sana." Salsa dengan segala sikap keras kepalanya nyaris membuat Pras mati bunuh diri. Pras pernah berniat untuk melakukan itu mengingat bagaimana Salsa begitu menekannya belum lagi rasa bersalah atas kehilangan anaknya yang selalu membayangi hidup Pras.

"Salsa dengar! Bekerja di sana bukan hal mudah lagipula untuk apa kamu bekerja heum, aku masih sangat mampu menghidupi kamu." Pras memang mencintai Prilly tapi untuk meninggalkan Salsa dia tidak bisa.

Entahlah, dia akan merasa bersalah pada anaknya jika dia meninggalkan Ibu dari anaknya ini. Di sana anaknya akan marah padanya dan Pras tidak mau menerima kemarahan dan kebencian anaknya.

Salsa menoleh menatap Pras dengan tatapan yang belum pernah Pras lihat. "Aku muak sama kamu Mas lagipula aku tidak akan sudi hidup bersama pria yang memilih membunuh anaknya hanya demi wanita sialan itu."

"Salsa! Berkali-kali aku bilang aku menyesal. Aku benar-benar menyesali kejadian naas di hari itu. Jadi tolong, jangan ungkit lagi masalah itu. Kita mulai semuanya dari awal kembali ya, eum?" Pras berusaha membujuk Salsa untuk mau kembali bersamanya dan mereka akan kembali ke tujuan awal mereka yaitu menikah.

Pras masih ingin menikahi Salsa apapun alasan dibalik itu semua Pras tetap akan melanjutkan rencana mereka itu. Prilly sudah bahagia bersama pria yang jauh lebih darinya lalu apalagi yang dia harapkan? Tidak ada.

Pras hanya akan melanjutkan hidupnya bak air mengalir, dia tidak akan menentang arus karena sudah cukup semua kesalahan dan kejahatan yang dia lakukan selama ini. Namun berbanding terbalik dengan Pras, Salsa justru semakin menggebu-gebu untuk menghancurkan kebahagiaan Prilly dia tidak terima ketika melihat Prilly tersenyum begitu lebar sedangkan dirinya harus menangis sendirian di sini.

Dia tidak terima.

Prilly harus menderita.

Dan sepertinya merebut kekasih baru Prilly adalah cara terbaik untuk kembali menyakiti wanita itu.

Nando lalu Pras dan sekarang Ali.

Ah, dia jadi tidak sabar untuk kembali melihat Prilly menangis dan mungkin kali ini Prilly benar-benar akan menangis darah.

Terlalu bahagia dengan pemikirannya tanpa sadar Salsa tertawa terbahak-bahak hingga membuat Pras tersentak kaget. Salsa terus tertawa dan entah kenapa Pras merasa janggal dengan setiap tawa yang keluar dari mulut Salsa.

Ya Tuhan, kenapa semuanya jadi rumit seperti ini?

**

Menjelang sore akhirnya Ali dan Prilly kembali ke rumah mereka, dengan berat hati Naura melepaskan kepergian putranya meskipun masih di satu kota yang sama namun jarak diantara rumah mereka lumayan jauh.

Prilly sendiri merasa luar biasa bahagia ketika Naura memeluknya begitu erat lalu berpesan supaya menjaga Ali, Naura menitipkan Ali padanya dan dengan senang hati Prilly akan mengabulkan permintaan calon mertuanya itu.

Tanpa sadar Prilly tersenyum sendiri hingga membuat Ali yang sedang menyetir mengernyit bingung karenanya.

"Kenapa sih Sayang? Dari tadi Mas peratiin kayaknya kamu lagi bahagia banget." Ali bertanya sambil mengusap kepala kekasihnya.

Prilly menoleh menatap Ali dengan senyuman lebarnya. "Iya dong kan habis dipeluk sama mertua." Katanya dengan nada ceria membuat tawa lepas Ali terdengar.

"Oh jadi kalau di peluk Mas kamu nggak bahagia dong?" Prilly sontak melayangkan cubitannya pada pinggang Ali yang mulai jahil menggoda dirinya.

"Aduh! Duh! Sakit Sayang, ampun! Iya nggak gitu lagi janji." Ali meringis pelan sambil mengusap pinggangnya yang terasa menyengat akibat cubitan pedas kekasihnya.

"Pedas ya tangan kamu." sindir Ali yang membuat tawa Prilly terdengar.

"Ah, aku lega terus bahagia banget Mas." Prilly memekik pelan terus tertawa hingga membuat Ali ikut tertawa.

Dia selalu suka melihat tawa Prilly. Hatinya benar-benar damai melihat tawa manis pujaan hatinya itu.

"Benerkan Mami orang baik." Dengan penuh semangat Prilly menganggukkan kepalanya. "Bener banget Mas. Aku suka banget pas Mami meluk aku." Dengan manisnya Prilly memeluk tubuhnya sendiri seolah ingin merasakan kembali kehangatan Ibunya Ali.

Ali tersenyum dengan gemas dia acak-acak rambut lembut kekasihnya hingga akhirnya mobil yang dia kemudikan berhenti di persimpangan karena lampu merah.

Prilly menekan tombol radio di mobil Ali dengan mata berkeliaran ke sekitar, padat sekali jalanan menjelang sore begini sampai akhirnya mata Prilly membulat saat tak sengaja matanya menangkap sosok Amira.

Benar itu Amira. Adiknya sedang mengamen tepat di mobil didepan mereka.

"Mas! Itu Adikku!" Prilly berteriak sambil memukul pelan lengan Ali.

"Dimana Sayang?" Ali ikut panik namun dia tidak bisa berbuat banyak karena posisi mereka yang tidak menguntungkan.

Prilly ingin menerobos keluar namun Ali menahan tangan Prilly yang ingin membuka pintu mobil. "Sayang bahaya." katanya apalagi sebentar detik-detik lampu berubah hijau akan segera tiba.

"Tapi Mas itu Adikku." Prilly mulai menangis bahkan tanpa sadar dia sudah meneriaki Ali.

Prilly kembali menoleh ke mobil di mana dia melihat Amira tadi senyumnya seketika mengembang lebar saat melihat Amira akan menuju mobil Ali. Dengan buru-buru dia buka jendela mobil Ali lalu berteriak memanggil Adiknya.

"AMIRA!! AMIRA INI KAKAK DEK!!" Suara teriakan Prilly tak hanya membuat Amira terkejut tapi juga menarik perhatian pengemudi yang lain.

Prilly tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya ketika Amira menoleh dan menatap kearahnya namun yang terjadi jauh dari ekspetasi Prilly karena Amira bukan berlari menghampiri dirinya gadis justru berbalik dan berlari menjauhi Prilly yang terlihat begitu terkejut.

"Amira. Ini Kakak." suara Prilly terdengar begitu lirih dan tangisan wanita itu terdengar tepat ketika lampu berubah hijau.

Ali bingung sendiri menenangkan kekasihnya yang menangis pilu atau melajukan mobilnya namun ternyata Ali terpaksa harus memilih melajukan mobilnya terlebih dahulu ketika suara klakson panjang dari mobil-mobil di belakangnya mulai terdengar.

"Amira ini Kakak!" Prilly menangis kencang sambil terus memanggil nama Adiknya.

Ya Tuhanku, kenapa Amira berada di sini dan mengamen seperti tadi? Apa yang terjadi pada Adikku Tuhan?

******

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang