Bab 10

3.2K 404 14
                                    


Prilly menghentikan mobilnya ketika halte yang dimaksud Ali tinggal beberapa meter lagi. "Kamu yakin nggak mau aku antar ke kantor langsung Mas?" Tanya Prilly setelah mobilnya benar-benar berhenti.

Ali tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. "Iya nggak apa-apa di sini aja." Kembali hati Prilly berdesir ketika mendengar suara Ali yang begitu lembut.

Demi Tuhan, untuk pertama kalinya Prilly mendengar suara laki-laki selembut ini dan rasanya telinganya ingin selalu mendengar suara Ali.

"Kenapa?" Ali bertanya ketika Prilly menatapnya begitu lama. Prilly langsung mengerjapkan matanya sebelum mengalihkan pandangannya. "Ng--nggak apa-apa Mas." jawabnya gugup.

Ali kembali memperlihatkan senyumannya. "Ya sudah Mas turun dulu. Terima kasih tumpangannya Adek kecil." Tangan Ali tiba-tiba terulur mengusap kepala Prilly dengan lembut.

Dan kembali tubuh Prilly berubah kaku karena sentuhan Ali tersebut. Prilly menoleh menatap Ali yang sedang tersenyum padanya.

Prilly masih berdiam diri bahkan setelah 10 menit berlalu setelah Ali keluar dari mobilnya. Tanpa sadar tangan Prilly terangkat menyentuh dadanya di mana di sana dia rasakan sesuatu yang berdetak kencang.

"Ya Tuhan jantung gue."

Prilly buru-buru mengerjap sampai akhirnya dia lebih bisa menguasai dirinya. Dia tidak boleh seperti ini ada perasaan Pras yang harus dia jaga.

Setelah berhasil menguasai dirinya Prilly kembali melajukan mobilnya dia harus segera tiba di kantor dan berkutat dengan pekerjaan supaya pikiran ngawurnya ini menghilang.

Drtt... Drrrt...

Prilly melirik dashboard mobil dimana ponselnya dia letakkan tadi, dengan hati-hati Prilly meraih ponselnya. Keningnya sedikit berkerut saat melihat nama Mbak Ayu tertera di sana.

"Tumben banget Mbak Yayuk ngajak video call begini. Pasti mulai suntuk dia tuh di rumah mertuanya." Prilly terkikik geli sebelum akhirnya menerima panggilan video tersebut.

"Halo Mbak Yayuk lo pasti kange--" Prilly sontak terdiam ketika melihat layar ponselnya, di sana bukan wajah Ayu yang menyambut dirinya melain dua manusia berbeda jenis yang sangat dia kenali.

"Mas Pras.." Suara Prilly terdengar ragu ketika melihat dua orang pria dan wanita yang sedang duduk bersama saling menggenggam tangan begitu mesra.

Tidak ada suara apapun dari Ayu, hanya ponsel wanita itu terus mengarah pada objek yang berhasil membuat hati Prilly hancur.

Demi Tuhan, Pras sedang bersama Salsa dan mereka sedang duduk menunggu didepan ruang dokter kandungan.

Tangan Prilly seketika melemah bahkan ponselnya jatuh begitu saja, mobilnya mulai kehilangan kendali, bunyi klakson dari berbagai arah tak membuat Prilly tersadar.

Mobilnya bergerak keluar jalur ketika mendengar klakson mobil dibelakangnya Prilly baru membanting setir mobilnya.

"Nggak mungkin! Demi Tuhan ini nggak mungkin! Ini mimpi benar ini cuma mimpi." Prilly berkata pada dirinya sendiri namun tangisannya mulai terdengar memenuhi penjuru mobil.

Dengan sedikit kesadaran yang masih dia miliki Prilly menepikan mobilnya lalu menghantamkan kepalanya ke setir dan menumpahkan tangisnya di sana.

Prilly menangis terisak-isak meluapkan rasa sakit dan kecewanya pada Pras, pria yang sangat dia cintai namun setega itu padanya.

Demi Tuhan, kenapa Pras bisa mengenal Salsa? Jadi selama ini Pras membohongi dirinya? Pras tidak keluar negeri karena pekerjaan tapi pria itu pergi ke tempat Jalang itu.

"Brengsek! Pras sialan!" Prilly terus memaki Pras di sela tangisnya.

Kembali kejadian masa lalu kembali menimpa dirinya, sesuatu yang dia takutkan selama ini sekarang benar-benar terjadi. Salsa kembali merebut kebahagiaannya.

Brengsek!

**

Prilly terlambat nyaris dua jam, dengan wajah sembab karena terlalu banyak menangis Prilly berjalan menyusuri loby kantornya. Dia berusaha tegar hidupnya tidak boleh hancur hanya karena pengkhianatan Pras.

Mengingat Pras dan semua janji indah mereka kembali membuat hati Prilly berdenyut nyeri. Rasanya luar biasa sakit sekali. Pras dan Salsa ternyata bermain api di belakangnya dan sekarang jalang itu sedang hamil sepertinya.

Prilly mengusap kasar air matanya berjalan tegak menuju lift yang akan membawanya ke lantai atas dimana dia bekerja. Prilly mengabaikan deringan telfon yang terus masuk ke ponselnya. Entah siapa yang menghubungi dirinya, dia tidak perduli.

5 menit kemudian Prilly di lantai di mana dia bekerja dan hal pertama yang dia lihat ketika pintu lift terbuka adalah wajah cemasnya Bima.

"Lo nggak apa-apa?" Tanyanya tanpa menutupi kekhawatirannya pada sosok gadis mungil yang dia sayangi itu.

Bima sama terkejutnya ketika mendapati video yang memperlihatkan sosok Pras kekasih Prilly sedang bersama wanita lain di sebuah rumah sakit.

Sejak tadi Bima berusaha menghubungi Prilly namun tak satu pun panggilan darinya yang diterima oleh gadis itu. Dan sekarang dia sangat bersyukur ketika Prilly tiba dikantornya dalam keadaan selamat.

Ketika melihat lelehan air mata dari adik kecilnya itu Bima tahu Prilly mungkin sudah melihat semuanya dan sekarang gadis mungil ini sedang terluka.

Tanpa mengatakan apapun lagi Bima segera menarik tangan Prilly dan merengkuh gadis itu ke dalam dekapannya yang hangat. Di pelukan Bima tangis Prilly kembali pecah.

Tanpa memperdulikan di mana mereka berada Prilly terus meluapkan rasa sakitnya bahkan gadis itu meraung pelan hingga membuat Bima semakin mengeratkan pelukannya.

"Jangan menangis! Bajingan itu nggak pantas lo tangisi air mata lo terlalu berharga untuk pria brengsek itu." bisik Bima sambil mengusap lembut punggung Prilly.

Prilly semakin membenamkan wajahnya ke dada Bima, saat ini hanya ini yang dia butuhkan. Pelukan menenangkan dari Bima, pria yang selama ini selalu menjahili namun sangat menyayangi dirinya.

Ya Tuhan, saat ini hanya Bima yang dia punya. Tidak ada orang tua yang bisa menenangkan hatinya, tidak ada Mbak Ayu yang mencerca namun bisa membuat hatinya tenang.

"Dia nyakitin gue Bang. Pras selingkuh." Adu Prilly dengan wajah bersimbah air mata. Bima melonggarkan pelukannya dengan lembut pria itu menyeka air mata Prilly.

"Lebih baik lo tahu sekarang belangnya si Pras brengsek itu daripada lo terlanjur di nikahin buaya itu." Bima berusaha melucu. "Ihh! Ngeri gue ngebayangin lo dibuntingin sama buaya, ihh!" Bima pura-pura bergidik seolah yang dia katakan benar-benar sesuatu yang mengerikan.

Mau tak mau Prilly terkekeh tangannya terangkat memukul dada Bima pelan. "Ih ogah gue ngandung anak buaya."

Bima tertawa begitu juga dengan Prilly untuk saat ini setidaknya ada Bima yang menenangkan hatinya. Prilly tidak mau memikirkan apapun. Biar saja seperti ini dulu.

Jangan ingatkan apapun padanya. Dia sedang tertawa berusaha menutupi luka menganga di hatinya.

Sakit sekali..

*****

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang