Bab 7

2.9K 376 2
                                    


"Wah masakan Kakak nggak kalah enak sama masakan Mami." Kaylira bersorak senang ketika mencicipi masakan Prilly yang menurutinya sangat enak itu.

"Enak Kay?"

"Banget Kak. Wah nggak rugi punya tetangga cantik terus pintar masak kayak Kakak. Wah, Mas Ali beruntung banget jadi tetangga Kakak." Cerocos Kaylira yang kembali membuat tawa Prilly mengudara.

"Kakak jadi nggak sabar jumpa Mas kamu Kay."

Kaylira yang sedang mengunyah nasi melebarkan senyumannya. "Boleh Kak. Nanti aku ajak Mas Ali ke sini ya?" Tanyanya tanpa malu.

Prilly kembali tertawa kepalanya mengangguk pelan. Dia benar-benar menyukai pribadi ceria Kaylira ini. Rumahnya pasti akan ramai jika ada gadis ini.

Setelah bercerita di meja makan dan menyelesaikan makan malamnya kini Prilly dan Kaylira sedang bersantai di taman belakang rumah Prilly. Di sana ada kolam renang juga.

Kaylira sedang menikmati puding coklat yang dibawakan oleh Prilly sebagai cemilan untuk menemani mereka bersantai. Prilly banyak bercerita tentang keluarganya begitu pula dengan Kaylira yang mengatakan jika dirinya sudah yatim.

"Maaf ya Kakak nggak tahu."

"Nggak apa-apa kali Kak. Papi udah lama meninggalnya dan sekarang kami cuma punya Mas Ali sebagai pelindung kami." Jawab Kaylira sebelum menyendokkan puding ke dalam mulutnya.

Prilly tersenyum lembut. "Mas Ali pasti pria hebat ya?"

Kaylira langsung menganggukkan kepalanya. "Tentu Kak. Mas Ali yang paling baik pokoknya buat Kay dan Mami Mas Ali itu segalanya."

Tangan Prilly terangkat menyentuh kepala Kaylira. Gadis ini terlihat sekali kesepian sama seperti dirinya meskipun selalu ada Amira di sisinya tapi jauh di dalam lubuk hatinya Prilly selalu merasa kesepian.

Kaylira tersenyum senang ketika Prilly menyentuh kepalanya. "Tuhkan sama lagi." celetuknya membuat Prilly mengernyit bingung. "Sama? Maksudnya?"

Kaylira melebarkan senyumannya. "Sikap Kak Prilly lagi-lagi sama dengan Mas Ali. Kakak tahu nggak kalau Mas Ali tuh selalu ngusap kepalaku kayak gini." Kaylira menyentuh tangan Prilly yang masih berada di atas kepalanya.

Hati Prilly berdesir pelan. Ali? Kenapa sekarang dirinya seperti mulai menyukai setiap kali Kaylira menyebut nama pria itu.

Ali..

Ali...

Tanpa diperintah otaknya mulai memikirkan pria bernama Ali itu, mengulang nama Ali berkali-kali di dalam hatinya.

Siapa Ali? Bagaimana rupa pria itu? Sebaik apa pria itu?

"Kakak."

Prilly mengerjap pelan tersentak dari lamunannya ketika Kaylira memanggil namanya. "Iya kenapa Kay?"

Kaylira menggelengkan kepalanya lalu tersenyum lebar pada Prilly. Mereka kembali larut dalam pembicaraan mereka, membincangkan apa saja seolah-olah mereka sudah kenal lama.

Tawa dan canda menghiasi interaksi antara mereka. Prilly terlihat begitu nyaman bersama Kaylira begitu pula sebaliknya.

Secara perlahan tanpa Prilly sadari sosok Kaylira sudah berhasil menyusup ke dalam hatinya.

**

"Kamu mau kemana Nak?" Naura bertanya saat melihat putranya sudah rapi lengkap dengan tas kecil yang selalu di bawa oleh Ali.

"Ke rumah Razi Mi." jawabnya sambil tersenyum.

"Malam-malam gini? Nggak makan dulu kamu Mas?"

Ali menggeleng pelan. "Makan di sana aja Mi. Udh Mi ya, aku jalan dulu." Ali memeluk dan mencium kening Ibunya sebelum benar-benar beranjak dari sana.

Naura menatap punggung putranya lalu hidangan di atas meja yang sudah dipenuhi dengan berbagai makanan hasil masakannya.

Naura menghela nafasnya, beginilah hubungan keluarga mereka. Saling menyayangi namun seperti ada sekat untuk mereka benar-benar berbaur satu sama lain. Mungkin karena dulu baik Naura atau almarhum suaminya mereka sama-sama sibuk dengan pekerjaan hingga kini anak-anak mereka terbiasa tanpa mereka.

"Mas anak-anak sekarang sudah dewasa. Ali sebentar lagi akan sibuk dengan perusahaan dan putri kita akan kembali ke rutinitas kuliahnya seperti biasa dan aku kembali sendirian Mas." Mata Naura terlihat berkaca-kaca. Sejak kematian suaminya hidupnya benar-benar berubah.

"Aku kangen kamu Mas. Kangen banget." Naura terisak pelan ketika mengingat kebersamaan dirinya dengan almarhum suaminya dulu.

Naura mengusap air matanya dengan cepat lalu beranjak dari ruang makan menuju kamarnya. Dia akan istirahat sambil menunggu Kaylira pulang mengantar bingkisan untuk tetangga-tetangga mereka.

Di dalam mobilnya Ali terlihat begitu serius menatap jalanan dan terus memacu kecepatan mobilnya. Wajah tampannya terlihat begitu tenang. Suara musik terdengar mengalun memenuhi penjuru mobil.

Satu jam kemudian Ali tiba di sebuah cafe di mana Razi membuat janji temu mereka. Selain sahabat Razi juga rekan bisnisnya. Dan Ali yakin pembicaraan mereka nanti tak jauh-jauh dari bisnis.

Setelah memarkirkan fortuner putihnya, Ali beranjak memasuki cafe. Kebisingan langsung menyambut kedatangan Ali. Ali melangkah menuju Razi yang sudah melambaikan tangan kearahnya.

Ali sama sekali tidak menghiraukan tatapan-tatapan memuja yang dilayangkan pengunjung wanita ke arahnya. Dia sudah terbiasa menerima tatapan memuja seperti itu.

"Wah! Makin ganteng aja lo!"

Ali tersenyum tipis membalas sapaan Razi yang begitu heboh. "Biasa aja." Ali menarik kursi di depan Razi.

Razi cengengesan tak jelas khas dirinya sekali dan Ali mulai sadar kenapa dia bisa berteman sedekat ini dengan pria di hadapannya itu.

"Tante Naura apa kabar?" Tanyanya tanpa basa-basi.

Ali mengangguk pelan. "Mami baik."

"Kalau calon makmun gue?" Tanya Razi dengan mata mengerling jahil pada Ali.

Ali melempar serbet di hadapannya dan tepat mengenai wajah Razi yang menurut Ali sangat menyebalkan itu.

"Jangan ganggu Adek gue!"

Razi kembali memperlihatkan cengirannya. "Namanya juga usaha."

Ali mendengus pelan. "Jadi maksud lo ngajak jumpa ada apa?"

Razi mengedikkan bahunya. "Kangen aja sama lo." jawabnya tak serius.

Ali memutar matanya, "Gue serius. Kalau lo nggak ngasih tahu ada apa gue bakal cabut sekarang." Ancam Ali tak main-main.

Razi mencibir pelan. "Nggak bisa amat lo diajak becanda, tegang amat sih hidup lo!" Ali sama sekali tidak menghiraukan perkataan Razi.

"Sebenarnya selain kangen sama lo gue juga mau ngelobi teman gue buat kerja sama dengan perusahaan lo ya kan mana tau-tau usaha gue membuahkan hasil ya kan? Lumayan duitnya."

Ali menaikkan sebelah alisnya dia tahu Razi masih belum serius saat ini. Melihat tatapan tajam sahabatnya membuat Razi berdeham pelan. "Iya iya gue serius ini boongnya pas di duit aja."

"Gue akan terima semua kerjasama dari perusahaan mana saja yang sama-sama menguntungkan. Jadi lo bilang sama sahabat lo nggak perlu capek-capek ngelobi kalau memang cocok gue bakal acc proposal mereka. Gampang kan?"

*****

Sorry yaa.. Alurnya masih ngambang otak kadang suka nggak klop diajak mikir akhir-akhir ini.. Hahaha..

Maaf yaaa..




My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang