Bab 46

3.1K 456 21
                                    


Ali menggandeng tangan Prilly menuju restoran yang ada di sana setelah membersihkan dirinya di toilet terlebih Prilly yang merengek ingin mengganti pakaiannya katanya sudah nggak nyaman gerah atau apalah hingga akhirnya Ali mengabulkan keinginan kekasihnya itu.

Ali tidak mengizinkan Prilly mengganti baju di sembarangan tempat atau toilet dia hanya meminimalisir risiko kejahatan atau lainnya seperti adanya kamera tersembunyi atau apa. Ali tahu dia berlebihan tapi jika berkaitan dengan Prilly dia tidak keberatan dikatakan lebay atau semacamnya.

Dia hanya ingin kekasihnya selalu aman dan nyaman itu saja.

Dan pada akhirnya Ali memutuskan untuk Prilly mengganti pakaiannya di mobil saja lebih aman. Meskipun dengan wajah merengut namun Prilly tetap melaksanakan apa yang diperintahkan kekasihnya.

Kini Prilly terlihat begitu nyaman dengan kaos dan celana jeans yang dia kenakan. Tadi pagi karena suasana dingin Prilly memilih terusan rajut dan ketika menjelang siang dia mulai kegerahan dan juga merasa salah kostum jika turun dan makan siang dengan menggunakan rajut yang lumayan tebal.

"Mau pesan apa Sayang?" Tanya Ali setelah mereka memilih tempat dan sedang melihat menu-menu yang tertera di buku yang disodorkan oleh pelayan di sana.

Prilly terlihat mengerutkan keningnya. "Es buah deh."

"Jangan es terik gini nggak baik minum es." Jawab Ali dengan gelengan kepala. Prilly menganggukkan kepalanya dia tidak membantah jika selama yang Ali larang itu adalah untuk kebaikannya.

"Kamu pesanin aja deh Mas. Aku bingung, enak-enak semua kayaknya." Prilly memperlihatkan cengirannya hingga membuat Ali terkekeh pelan. "Dasar." Katanya sambil mengacak pelan rambut kekasihnya.

Akhirnya Ali yang memilihkan menu makan siang untuk mereka berdua. Sambil menunggu makanan di antar oleh pelayan Ali terlihat sibuk memeriksa ponselnya.

Begitu pula dengan Prilly sampai tiba-tiba keningnya mengerut ketika melihat pesan dari Pak Jamil. "Ck! Kok gini sih!" Tanpa sadar Prilly berdecak pelan.

"Kenapa Sayang?" Ali ikut mendongak menatap Prilly. "Ini loh Mas, Pak Jamil katanya bakal ada satu orang yang akan masuk ke tim kita." Prilly terlihat tidak setuju dengan cara Pak Jamil yang langsung memasukkan orang lain tanpa mengkonfirmasi dengannya terlebih dahulu.

Ali ikut mengerutkan keningnya, kok aneh ya tiba-tiba menambah anggota tim tanpa konfirmasi terlebih dahulu tapi Ali tidak berkomentar banyak toh itu urusan Prilly dengan atasannya dia tidak begitu berhak ikut campur apalagi jika tidak menganggu proyek kerja sama yang sedang mereka bangun.

Prilly kembali berdecak kesal karena Pak Jamil tetap keukeuh ingin memasukkan orang ini ke dalam timnya. Ck! Siapa sih orangnya.

"Menurut Mas mending kamu liat dulu kinerja orangnya Sayang kan siapa tahu orang baru ini memang bisa diandalkan bukan?" Ali memberi usul yang justru semakin membuat wajah Prilly semakin muram.

Ck! Kenapa Ali tidak mengerti kegelisahan nya sih? Tapi tunggu memangnya dia gelisah kenapa?

Prilly tiba-tiba merasa bingung sendiri, kenapa dia jadi kesal padahal seharusnya dia bersyukur karena semakin banyak yang bekerja maka akan semakin cepat proyek ini selesai bukan? Siapa tahun orang yang diusulkan Pak Jamil ini memang orang yang berkompeten ya kan?

Ck! Dia ini kenapa sih sebenarnya? Lagi-lagi bathin Prilly berdecak pelan.

"Udah ah nggak mau bahas Pak Jamil lagi makan aja." Kata Prilly setelah mencampakkan ponselnya ke atas meja bertepatan dengan pelayan membawa pesanan mereka.

Ali jelas memilih diam dia tidak mau menambah buruknya mood kekasihnya yang terlihat begitu buruk sekarang.

**

Mereka kembali melanjutkan perjalanan, perlahan mood Prilly mulai membaik terlebih ketika Ali menghentikan mobilnya di sebuah supermarket dan berbelanja aneka es krim untuk kekasihnya.

"Wah! Banyak banget, makasih Mas." Pekik Prilly ceria ketika menerima sekantong es krim dengan berbagai macam varian rasa.

Ali tersenyum menganggukkan kepalanya. "Sama-sama Sayang." Katanya sebelum kembali melajukan mobilnya.

Baik Ali maupun Prilly mereka benar-benar menikmati perjalanan mereka tanpa memikirkan apapun termasuk pekerjaan yang sempat membuat mood Prilly hancur.

Pukul 5 sore mobil Ali sudah memasuki perbatasan yang akan membawa mereka ke kampung orang tua Prilly. Mobil Ali terlihat begitu mencolok di jalan desa yang masih terdapat beberapa lobang dan beberapa penduduk terlihat menatap penasaran ke arah mobil Ali.

"Itu rumah Mama." Kata Prilly menunjuk sebuah rumah yang jauh lebih besar di antara rumah lain yang berjejer di sisi kanan dan kirinya.

Ali memasukkan mobilnya ke pekarangan rumah orang tua Prilly. Ketika mobil sudah berhenti Prilly terlebih dahulu turun dan berteriak memanggil Ibunya.

Ali menyusul dan berdiri kikuk saat seorang wanita paruh baya sepantaran Maminya berjalan tergopoh-gopoh dari dalam rumah lalu memeluk erat kekasihnya. Ali yakin wanita itu adalah Ibu Prilly.

"Mama kangen.." Prilly mengeratkan pelukannya pada Ibunya. "Kakak juga kangen Ma." balasnya sebelum menghujani kecupan pada wajah Ibunya.

Setelah beberapa menit berlalu akhirnya Ibu Prilly baru menyadari kehadiran sosok pria yang luar biasa tampan yang terlihat begitu kikuk saat bergeser dari belakang tubuh Prilly untuk menyapanya. "Selamat sore Tante." Katanya dengan sopan punggung tangannya dicium oleh pria itu hingga membuat hati Ibu Prilly berbunga-bunga karenanya.

Ah, yang ini lebih manis dari pada yang dulu!

"Saya Ali Tante."

"Oh ya Nak Ali, panggil aja Mama kayak Prilly." Sarah -Mama Prilly tersenyum lebar menatap calon mantunya.

Prilly sudah menceritakan semuanya pada Ibunya dan sekarang Ibunya hanya perlu menilai langsung pria yang akan menghabiskan hidupnya bersama Prilly nanti.

Ali tersenyum lebar dengan menganggukkan kepalanya. "Iya Mama." Hati Ali luar biasa lapang ketika mendapat sambutan hangat dari Ibu Prilly.

Sepertinya tidak akan susah untuknya mendapatkan restu dari orang tua Prilly.

"Masuk Nak!" Sarah melepaskan pelukannya pada Prilly lalu berbalik menggandeng lengan Ali membawa pria tampan itu masuk ke dalam rumahnya.

Prilly mencibir pelan namun perlahan senyumannya merekah, sepertinya Ibunya menyukai Ali. Syukurlah..

Prilly mengikuti Sarah dan Ali ke dalam rumah, "Papa mana Ma?" Tanyanya setelah menghempaskan tubuhnya di sisi Ali yang sudah duduk nyaman di atas sofa.

"Papa biasa ke kebun bentaran lagi pulang kok." Terdengar suara Sarah menyahut dari dapur.

Prilly menganggukkan kepalanya sebelum memejamkan matanya. "Kalau ngantuk ke kamar aja Sayang. Nggak apa-apa Mas di sini aja." Mata Prilly terbuka menatap kekasihnya yang sedang merapikan rambutnya yang mulai kusut.

"Nggak apa-apa aku di sini aja nemenin Mas." Dengan manja Prilly merebahkan kepalanya pada lengan Ali yang membuat Ali serba salah. Demi Tuhan, dia tidak ingin citranya sebagai menantu idaman rusak di depan Ibu Prilly biar bagaimanapun Ali tidak bisa berlaku bebas karena di sini mereka tak hanya berdua.

Ya ampun bagaimana ini. Pasrah saja, akhirnya Ali memilih pasrah saja dia tidak tega membangunkan Prilly yang sudah terlelap dengan berbantalkan lengannya.

Hah..

*****

Selamat pagi semuanya..

Hari ini mulai ngetik lagi, doa'in cerita ini selesai beberapa hari ke depan yaa..

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang