Mila sedang di landa dilema ketika ia baru saja menutup telfon dari Delia. Mila sungguh sangat kasihan terhadap Delia, yang tidak tahu apa-apa malah harus ikut menanggung semuanya. Padahal semua yang terjadi, karena di awali oleh Mila sendiri yang nekad mencari masalah kepada pria bernama Rendy Pratama.
Secuil rasa penyesalan melanda Mila.
Andai saja ia tidak melakukannya malam itu, maka mungkin semuanya akan berjalan dengan mudah. Juga Delia tak akan ikut tertarik dalam masalah hingga mengharuskan Delia ikutan bertanggung jawab.
Delia yang menelfon Mila tadi, mengatakan jika ia telah bertemu dengan pria bernama Rendy. Terdengar suara Delia yang penuh kekhawatiran, tapi karena Delia yang Mila kenal baik hati, mengatakan jika Mila tak perlu khawatir. Yah! Delia mengatakan jika Rendy mengancam, jika Mila tak menghubungi Rendy malam ini maka besok Delia akan di laporkan ke pihak yang berwajib.
"Delia... maafin gue" gumam Mila. Kedua mata gadis itu berkaca-kaca. Mengingat cerita tentang kehidupan Delia yang penuh dengan kesusahan, harus menanggung semuanya bahkan lebih buruknya ia akan di laporkan ke kepolisian. Tentu saja, Delia akan mendapat hukuman karena telah melakukan tindak kekerasan terhadap Rendy.
Itu sudah pasti.
Apalagi Rendy yang memiliki uang, dapat dengan mudah untuk melakukan penuntutan bahkan mungkin saja, Delia akan terpojokkan dan tak dapat membela diri nantinya.
Mila menarik nafas dalam-dalam. Ia melihat pesan dari Delia yang baru saja masuk. Adalah pesan yang mengirimkan nomor HP Rendy.
Lalu pesan berikutnya datang. "Mil... kalo loe berat untuk melakukannya, udah lupain aja... Besok gue bakal coba ngomong lagi dengan Pak Rendy-nya." Begitulah pesan dari Delia barusan.
Mila memilih untuk tidak membalasnya sesaat.
Pikiran Mila berkecamuk.
Dalam diamnya, memandang langit-langit kamar, tampak Mila masih berkutat dengan pikirannya sendiri. Mila mengingat hubungannya dengan Tino sejak awal. Adalah pria yang baik, memiliki pekerjaan yang juga bagus di perusahaan yang lumayan terkenal. Adalah pria kebanggaan Mila, ketika ia berada di tengah-tengah kumpulan keluarga.
Betapa sopannya Tino mengajak Mila berkenalan kala itu.
Betapa gugupnya Mila, ketika Tino mengajaknya untuk berpacaran. Apalagi, ketika Tino menanyakan hak sebagai kekasih. Meminta untuk hubungan ini terikat, dengan melakukan hubungan intim.
Tapi...
Kini, semua kenangan itu berangsur lenyap tergantikan dengan adanya sedikit keraguan akan semua khayalan ini. Akan semua mimpi-mimpi indah ini.
Mila telah melupakan tujuannya untuk membalas pesan dari Delia. Yang harus ia lakukan adalah memastikan semuanya. Memastikan, apa yang sebenarnya terjadi. Dan itu, bukan dari Tino melainkan dari Rendy.
Maka, Mila telah yakinkan diri untuk menghubungi Rendy.
Ketika Mila telah memutuskan untuk menghubungi nomor Rendy, tiba-tiba pintu kosan di ketuk dari luar.
Tok! Tok! Tok!
Dengan malas, Mila berjalan untuk membukakan pintu. Tentu saja Mila mengetahui siapa yang datang.
"Loe dah makan?" Tino yang telah tiba, menenteng dua bungkus makanan.
"Belum kak... tapi kebetulan Mila lagi malas makan."
"Kenapa emangnya?" tanya Tino sambil berjalan mengambil piring beserta sendok.
Waktu masih menunjukkan pukul 6:30. Apalagi jam 2 siang tadi, Mila makan banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not A Foreign
RomansaKetika dia di hadapkan pada situasi yang bahkan siapapun tak akan pernah memikirkan akan kejadian tersebut. Namun... Kebahagiaan itu hanya seumur jagung saja, dan siapa yang sangka... Semua kebahagiaan yang ia miliki, berubah menjadi mimpi buruknya.