C H A P T E R 6

3.6K 489 19
                                    

Darah mengalir dari pelipis Soonyoung, turuun hingga dagu lancipnya. "Mereka mencintaiku seperti aku mencintai mereka! Aku akan melakukan apapun demi mereka meski itu salah! Itu bukan salahku! Ampuni aku!" Seru pria tersebut dengan keringat dingin yang membanjiri wajahnya.

"Kuakui keberanianmu untuk menembakku, meski hanya untuk menggertak. Tapi kau dilatih bukan untuk menembak majikanmu." Ujar Soonyoung pelan. Ia menatap pria tersebut dengan tatapan datar, "lalu? Kau ingin akuu melakukan apa untuk keluargamu? Membiarkanmu hidup bukanlah hal yang tepat karena kau akan terus berjudi dan membuat mereka sengsara." Imbuh Soonyoung. Lenggang sejenak hingga terdengar suara parau dari belah bibir pria tersebut, "bunuh saja."

"Bunuh saja mereka dan lepaskan aku, biarkan aku hidup."

Soonyoung mengernyit bingung, "apa?" Pria tersebut tadinya berbicara tentang cinta dan keluarga, dan sekarang meminta keluarganya dibunuh? Soonyoung tertawa kecil, merasa lucu dengan pikiran orang di hadapannya. Melihat tuannya tertawa sontak membuat pria tersebut ikut tertawa pelan, "ketika mereka mati, mereka tidak akan menderita dan tidak akan menyusahkanku, Tuan. Kejadian seperti ini tidak akan terulang kembali."

DOR!

"Kau benar, kejadian seperti ini tidak perlu terulang lagi." Soonyoung menatap tajam pria yang terbaring tak bernyawa di hadapannya, "aku tidak perlu mengotori tanganku untuk membunuh bajingan sepertimu." Imbuhnya sembari meletakkan pistolnya di atas meja. Ia lalu meraih ponselnya dan menelpon salah satu bawahannya, "ambil mayatnya di ruanganku dan kirim dia ke keluarga korban bersama dengan sejumlah uang. Bagaimana dengan keluarganya? Sudah kau amankan?"

Soonyoung terdiam, mendengar jawaban dari seberang telepon, "bagus, kau sudah membelikan rumah untuk mereka? Biarkan mereka tinggal disana dan jangan sampai aku menemukan mereka. Jangan lupa untuk memberi istrinya uang sebagai modal untuk membuka usaha. Katakan padanya bahwa suaminya sudah pergi dan tidak akan menyiksa mereka lagi."

Jihoon masih terjaga ketika Soonyoung memasuki kamarnya. Pemuda itu kini tengah membaca sebuah novel misteri meski malam semakin larut. "Kenapa kau belum tertidur?" Tanya Soonyoung sembari meletakkan jam alarm di atas nakas. Jihoon menutup novelnya dan menatap Soonyoung, "aku menunggumu." Jawabnya pelan, "aku terbangun dan tak dapat tidur lagi sejak suara baku tembak itu terdengar, apa yang terjadi?" Soonyoung hanya menggeleng sebagai jawaban, "bukan masalah besar. Sekarang, kau tidur. Kau harus banyak istirahat."

Jihoon mendengus pelan dan Soonyoung tahu apa yang ada di pikiran Pemuda itu. "Aku akan kembali ke Jepang untuk urusan yang tertunda. Aku akan berangkat besok fajar dan kembali dua hari lagi. Kamarmu dan kamarku tidak akan kukunci, jadi makanlah di ruang makan dan jangan terlambat." Ucap Soonyoung sontak membuat kedua mata Jihoon berbinar tanpa Pemuda itu sadari. "Berjanjilah untuk tidak kabur, karena kalau kau mencobanya, aku akan menyuruh pelayan untuk membawa makananmu kemari. Kau tahu betul apa yang akan terjadi pada mereka jika kau tetpa mencoba untuk kabur." Imbuh Soonyoung panjang.

"Kau tak perlu melukai orang lagi." Sahut Jihoon seraya tersenyum. Soonyoung terdiam, dilanda kebingungan untuk mempercayai Jihoon atau tidak. Namun pada akhirnya memilih untuk mempercayai Pemuda tersebut, "baiklah. Sekarang kau tidur. Aku sudah membelikan jam alarm uuntukmu, jadi besok pagi bangunlah sendiri dan jangan lupa untuk sarapan." Ucapnya sembari mengelus surai Jihoon pelan. Jihoon pun mengangguk dan beranjak tidur. Tak lama berselang, Pemuda itu pun terlelap hingga tak sadar bahwa Soonyoung mengecup keningnya lembut sebelum beranjak meninggalkan kamar Jihoon.

Waktu berlalu, pagi menjelang dan mata semi sipit milik Jihoon terbuka akibat bunyi jam alarm yang berteriak untuknya. Jihoon segera banggkit dan beranjak menuju kamar mandi untuk mencuci wajah. Lalu berlari menuju pintu kamar dan senyumannya terlukis manakala pintu tersebut sungguh tak terkunci. Ketika memasuki kamar Soonyoung, kepalanya terpaku pada lemari kaca besar yang penuh dengan berbagai senjata. Jihoon berpikir sejenak, semua orang disini menduga bahwa ia telah membunuh bos besar dari organisasi ini. Barangkali ada orang yang mencoba untuk membunuhnya, maka Pemuda itu pun meraih salah satu belati untuk berjaga-jaga.

B E S E S S E N H E I T [SOONHOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang