C H A P T E R 21

2K 269 11
                                    

“Aku bercanda.”

Seungcheol tersenyum, dalam hati bertanya apa yang harus ia lakukan pada pemuda mungil di hadapannya. Ketika di rumah Soonyoung, dia memutuskan untuk membawa Jihoon ke rumahnya dan beberapa saat setelahnya ia pikir ia bisa memanfaatkan kesedihan Jihoon sebagai senjata. Ya, tadinya ia berniat untuk menjadikan Jihoon sebagai anak buahnya. Tapi kini tatapan lelaki manis itu sudah berubah, tidak ada tatapan kesedihan di mata semi sipitnya, hanya bingung dan juga kewaspadaan.

Seungcheol sempat mengira, apa jangan-jangan Jihoon sebenarnya tidak mencintai Soonyoung dan ia punya tujuan lain. Namun ia segera menyingkirkan pikiran tersebut, meyakini bahwa Jihoon benar-benar polos dan tidak akan ada plot twist semacam itu. Jadi, apa yang harus ia lakukan? Tanpa dendam dan kebencian, ia tidak dapat mempengaruhi dan menguasai pemuda itu.

“Aku tidak akan menjadikanmu sebagai mainanku, aku tidak sejahat itu.”

Setidaknya untuk sekarang. Jihoon menatap Seungcheol yang duduk di hadapannya. Pemuda bermata lentik itu duduk di sebuah kursi seumpama singgahsana, membuatnya terlihat seperti raja, raja gila bagi Jihoon. Mengingat dari ucapan Soonyoung tadi, Jihoon kini tidak peduli bahwa Seungcheol membunuh pemuda bermata sipit itu. Ia ingat bahwa orang itulah yang telah membunuh kedua orangtuanya.

Seungcheol adalah penyebab kehancuran terbesar hidupnya. Yah, ia tidak akan bertemu dengan Soonyoung jika Seungcheol tidak mengganggu Soonyoung, pun jika ia tidak membunuh ayahnya sendiri yang telah melibatkannya. Dendam? Sudah tidak bisa ia lepaskan pada siapapun lagi kecuali pada orang di hadapannya. Tapi Jihoon tahu, Seungcheol sendiri pasti memiliki rencana terhadapnya, Seungcheol juga bukan orang yang mudah ia lawan.
Seungcheol menyeringai, “kalau begitu, kau kujadikan kelinci percobaan saja. Aku memiliki bawahan yang ahli dalam membuat racun, kau harus membantunya.”

“Ikuti saja permainannya, jika kau benar-benar dalam bahaya, kau bisa melawannya.”

Jihoon menghela napas, membiarkan tubuhnya dibawa oleh beberapa orang dan dimasukkan ke dalam mobil. Yang diucapkan Soonyoung beberapa hari yang lalu ada benarnya, mungkin ia bisa bermain sebentar, karena kali ini ia adalah tokoh utama. Jihoon melemparkan tatapan sendu ke arah bulan seiring mobil terus berjalan, sayang sekali karena malam ini tidak bisa ia habiskan bersama Soonyoung seperti malam-malam sebelumnya.



Jisoo melirik ketika merasa seseorang yang tak asing masuk ke dalam restorannya. Ia pun melepaskan apronnya, ketika orang tersebut duduk di salah satu meja. Jisoo melihat ke seluruh penjuru restoran, hanya sekitar 11 orang selain pemuda misterius tersebut. Ia baru saja buka pagi ini, tapi sepertinya ia harus menutupnya sekarang.

“Kami akan segera tutup!”

Keluhan bergemuruh ketika Jisoo berseru, tak lupa pemuda itu meminta maaf dan menjelaskan bahwa ia ada urusan mendesak terkait keluarganya. Pengunjung tak dapat mengeluh lebih banyak ketika Jisoo pun menggratiskan makanan mereka, maka semua pengunjung pun meninggalkan restoran tersebut. Kecuali satu orang. Jisoo lalu memberi tanda Closed di pintu dan menutup tirai, menghidupkan lampu, lalu duduk di hadapan orang tersebut.

“Aku pesan pancake dan segelas susu.”

“Aku sedang tutup karena ada urusan keluarga.”

Orang itu hanya tertawa, “kalau begitu aku ingin laporan terkait semalam.”

“Semuanya berjalan seseuai rencana. Seungcheol mengawasiku, Soonyoung, dan Yeji selama ini, dia juga yang membuat Yeji kecelakaan dan mengambil kunci ruangan bawah tanah tempat Jihoon berada. Soonyoung langsung pulang begitu mendengar kabar Yeji, dan seperti yang diduga, Seungcheol belum membawa Jihoon. Kita menduga dia akan membunuh Soonyoung dan meninggalkan Jihoon atau tetap membawa Jihoon setelah diberi gertakan oleh Soonyoung, tapi ternyata dia membunuh Soonyoung dan juga membawa Jihoon. Sejauh ini seperti itu.” Jelas Jisoo panjang lebar.

“Bagaimana keadaan Yeji?”

“Kau tahu, dia pasti masih tidur sepagi ini.” Sahut pemuda pemilik senyum madu itu. Orang itu mengangguk-angguk, “Seungcheol tidak akan curiga karena kita menggunakan orang lain yang dioperasi wajahnya.”

Jisoo ikut mengangguk membenarkan, “kalau begitu, kapan kita akan bergerak?”

“Masih ada satu hal yang harus kulakukan, aku akan mengaktifkannya lagi setelah orang itu bergabung dengan rencana ini. Tolong siapkan semua anggota, begitu organisasi ini diaktifkan lagi, kita langsung bergerak.” Jawab orang itu dengan senyum lebar.



TOK! TOK!

Wonwoo membenturkan keningnya ke atas permukaan meja. Demi apapun, ia sedang pusing mengerjakan tugas akhir yang tak kunjung selesai, siapa pula yang datang di tengah kesibukannya begini? Ia pun bangkit, terus menggerutu dengan kaki yang melangkah ke arah pintu apartemennya. “Astaga, kesialan apalagi ini?” keluhnya begitu mendapati seorang pria bersurai hitam legam. Wonwoo baru akan menutup pintu sebelum pemuda itu menahannya, “ada yang harus kukatakan padamu.”

Wonwoo terdiam sebentar, ia tahu betul orang di hadapannya adalah orang yang berbahaya. Tapi ia rasa, pemuda itu ingin mengatakan sesuatu yang amat teramat penting, maka ia pun kembali membuka pintu tersebut dengan lebar. Ya, pemuda itu hanya datang sendiri dan itu artinya, ia tidak berniat melukainya. Kecuali jika memang ingin mengotori tangannya sendiri.

Pemuda itu masuk dan duduk di atas sofa, “kau tidak perlu membuatkan aku minum, aku harus segera menyelasikan semua ini.” Mendengar itu, sontak saja membuat Wonwoo mendelik, siapa juga yang berniat? Ia pun duduk di hadapan pemuda itu dan menatap tepat di iris hitam legamnya, “kau benar-benar datang sendiri rupanya.”

“Tanpa Jihoon dan kutebak, sesuatu sudah terjadi dengannya. Benar ‘kan, Soon?”

Pemuda bersurai hitam itu hanya menatap Wonwoo dingin, “aku tahu kau pintar. Aku hanya ingin meminta bantuanmu untuk menyelamatkan dia dari Kakakku, tugasmu tidak begitu berbahaya, hanya membawanya pergi.” Ujarnya dan Wonwoo kini tertawa, “kenapa tidak kau lakukan sendiri? Kau begitu menginginkannya sampa sekalipun i merebut Jihoon dari sahabat dan keluarganya.”

“Akan kulepaskan.”

“Aku harus melawan kakakku, sampai mati aku akan menahannya. Jadi kau harus membawanya pergi kemana pun kau mau, sejauh apapun sampai aku tak bisa menemukan kalian.” Sahut Soonyoung dengan tatapan sendu, tentu saja membuat Wonwoo terkesiap. Seperti inikah sikap seorang Ice Emperor? “Aku sadar, nyawanya akan terus terancam jika ia bersamaku, karena itulah aku merencanakan ini. Memancing Seungcheol dengan Jihoon sebagai umpan sangatlah beresiko bagi nyawanya sendiri. Tapi aku harus membunuhnya atau aku yang mati di tangannya.”

Wonwoo sekali lagi terkesiap, “kau melemparkannya ke kandang singa? Kau gila?”. “Sudah kukatakan aku harus segera menyelesaikan masalah ini, masalah yang kuperbuat. Ini semua akan berhasil jika kita menjalankannya sesuai rencana.” Sahut Soonyoung dan Wonwoo tertawa meremehkan, “atas dasar apa hingga kau bisa seyakin itu?”

“Insting?”

“Berapa persen keakuratan instingmu?”

“99%”

“dan 1%nya lagi?” tanya Wonwoo sembari tersenyum.

Soonyoung mengedikkan bahu, “takdir.”


To Be Continued

Hold Up, maaf aku gabisa ngilangin unyong lama2 ><
Karena work ini udah masuk bagian akhir

Nih, klo kalian bingung, jadi unyong udah lama diawasi ama cheol. Cuma akhir2 ini makin parah gitu. Nah, karena nyawa jiun jadi dalam bahaya juga, unyong sadar klo dia bener2 harus ngehentiin cheol.

Jadi cheol ngirim mata2 ke rumah unyong, ofc ketauan ama unyong. Tapi si mata2 malah digunain buat ngeboongin cheol. Aslinya mah unyong tiap hari ke tempat jiun gitu. Dan beberapa hari belakangan ngomongin rencana gitu.

Ini aku jelasin disini gegara aku gabakal jelasin di work.

Udah gitu aja, makasih ehe^^


Wednesday, 16 December 2020

B E S E S S E N H E I T [SOONHOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang