“Kau berlebihan, Kak.”
Pemuda yang sedari tadi sibuk dengan berkas-berkas penting perusahaan itu menoleh. Menatap Sang Adik yang kini tertunduk lesu, tentu saja membuat Soonyoung mau tak mau menaruh seluruh atensi pada Yeji, “apa yang sebenarnya ingin kau katakan?” tanyanya. Yeji menoleh ke arah Soonyoung, tatapannya sendu dan itu membuat Soonyoung berdecak. Ayolah, sikap Yeji yang murung seperti ini benar-benar menyebalkan. “Katakan, cepat. Atau kulempar kau dari jendela.”
“Aku bosan! Aku capek!”
Soonyoung terkesiap ketika Yeji membentaknya, sudah berani rupanya. “ini sudah sebulan sejak kau meninggalkan Jihoon di ruangan itu dan lihat, tidak ada sesuatu yang terjadi. Kau berlebihan, Kak Seungcheol pasti akan mengancam nyawamu daripada nyawanya.” Ujar Yeji. “Jihoon juga pasti jenuh, akhir-akhir ini ia bahkan mengurangi porsi makannya. Kau menyuruhku memaksanya tapi dia bersikeras menolak, aku capek, bodoh!”
“Seungcheol tahu apa yang ia lakukan, aku pun begitu.” Sahut Soonyoung dan kini fokus pada komputernya. “Kau bilang, kau akan menyelesaikan semuanya. Yang kulihat kau hanya sibuk dengan perusahaan tanpa peduli dengan aktifitas organisasi hantu itu.”
“Kau tahu, tidak mudah untuk mencari informasi di saat seperti ini. Aku sibuk dan aku bahkan tetap berusaha di sela kesibukanku. Aku harus berhati-hati, salah sedikit perusahaan bisa kena imbasnya, begitu pun keselamatan kau dan Jihoon.” Soonyoung berusaha menahan emosinya, ia sendiri kini sedang mencari berbagai informasi di sekitar kota melalui beberapa website ilegal. Yeji menghela napas, “setidaknya datang dan temui Jihoon, ia selalu menanyakanmu.”
Soonyoung melirik Yeji, “Seungcheol belum bergerak karena belum dapat informasi yang cukup, ia mungkin masih mengawasiku sekarang.”. “Ayolah, Kak. Hanya sebentar, sekali saja. Lagipula, Kak Seungcheol juga pasti sudah tidur karena menunggumu sebulan.” Sahut Yeji dan itu membuat Soonyoung tertawa kecil, “yah, kuharap ia tidak bangun lagi.”
“Baiklah, aku akan mengunjunginya nanti setelah bekerja. Kau pulang sekarang.” Titahnya mengakhiri percakapan, Yeji mengedikkan bahu dan berjalan menuju pintu. Bernapas lega karena Jihoon tak perlu merengek padanya lagi, “Baikah, kupegang kata-katamu.”
Pemuda bersurai merah darah itu melirik ke arah Yeji, “kau juga berhati-hatilah, mungkin ia juga akan mulai mengawasimu dan Kak Jisoo.”
○
Soonyoung menghela napas panjang dan meregangkan ototnya, lalu melirik ke arah jam dinding. Sudah sangat larut malam, siapa yang mengira ia akan langsung menyelesaikan pekerjaannya malam ini. Yah, karena itu juga ia terlambat untuk mengunjungi Jihoon, pemuda mungil itu pasti sudah menunggunya. Ia pun merapikan seluruh berkas di meja dan bersiap untuk pulang.
KRIING! KRIING!
“Halo, Kak?”
“Uh, Soonyoung. Kau masih di kantor?” tanya Jisoo. Soonyoung melirik CCTV di pojok ruangan sebelum mengangguk, “Ya, aku masih di kantor. Kenapa? Apa kau ingin bertemu?”
“Tidak. Ada masalah yang lebih penting.”
Soonyoung mengernyit, “dan apa itu?”
“Yeji kecelakaan mobil.”
“Lalu?”
“Kunci ruangan Jihoon yang dipegang Yeji hilang. Kurasa kau harus pulang sekarang dan memeriksanya.”
TUTS!
Sambungan telepon terputus dan pemuda berkelahiran Juni itu segera berlari menuju parkiran, meninggalkan kantor. Ya, Kakaknya sudah bergerak. Meretas sistem keamanan perusahaannya dan mengirim mata-mata ke rumahnya, pemuda berlesung pipi itu sudah mengawasi Yeji sejak lama dan Soonyoung tidak mau tahu kenapa ia baru bergerak sekarang.
Soonyoung masuk ke rumahnya dengan keadaan gerbang terbuka, semua penjaganya mati tertusuk pisau yang menancap tepat di tenggorokan mereka. Begitu pun pintu gerbang belakang, terbuka dengan kondisi semua penjaga tewas. Tak hanya penjaga yang seharusnya memiliki ilmu bela diri dasar, para pelayan pria maupun wanita habis dibunuh. Tak tersisa satu pun, Soonyoung berlari menuju ruang bawah tanah dan belum lima langkah, ia sudah bertemu dengan Kakak Gilanya. Lengkap bersama Si Pemuda bernama Jihoon tersebut.
“Kau kemana saja, Soon? Kami sudah lama menunggumu.”
“Oh, maaf soal para pekerjamu. Mereka tidak bisa melayani Tuan yang sudah lama pergi jauh.” Ucap Seungcheol. Soonyoung terkekeh, “tak perlu minta maaf, mereka begitu murah.”
Seungcheol menyeringai, “kukira mereka kau anggap sebagai keluarga juga.”
“Mereka saja tidak, apalagi kau.”
Soonyoung menoleh pada Jihoon yang di rangkul kuat oleh Seungcheol, terdapat beberapa luka di tubuhnya. Pemuda itu pasti berusaha melawan, “bisakah kau singkirkan tangan kotormu darinya? Kau merusak pemandangan kalau berada di sisinya.” Seungcheol tersenyum, “bagaimana jika tidak? Rencananya aku ingin membunuhnya di depan matamu. Tapi kupikir lagi, sepertinya seru jika kujadikan mainan.”
“Kau ingin membawanya?” Tanya Soonyoung seraya melemparkan tubuhnya ke sofa yang tak jauh darinya, “kalau begitu, bawa saja.” Imbuhnya disertai seringai, tentu saja membuat kedua orang di hadapannya terkejut. “Kau ingin membunuhnya di depanku?”
“Bunuhlah, kurasa itu akan menjadi tontonan yang seru.” Ucapnya pelan. Jihoon melotot, tak mempercayai apa yang baru saja keluar dari belah bibir Soonyoung. Apa-apaan? Pemuda itu yang mengkhawatirkan keselamatannya bahkan tanpa Jihoon ketahui, tidak mungkin, kan? Apa itu hanya gertakan?
“Terkejut?”
“Aku tidak bohong, 6 tahun menemaninya dari jauh karena aku tahu kau sedang mengawasiku. Kau harus berpikir bahwa dia orang yang penting bagiku. Ah, aku bahkan membohongi diriku sendiri. Sungguh, aku benar-benar menunggu momen ini.” Soonyoung mengeluarkan pistol dan mengelusnya pelan, "aku menunggu kau datang sendiri kesini dengan harapan dapat menghancurkanku. Kemudian aku hancurkan harapanmu bersama dengan tubuhmu.”
“Kau ingin membunuhnya disini, silahkan. Kau ingin membawanya ke neraka, juga silahkan.”
DOR!
Begitu cepat, peluru itu menembus. Soonyoung bahkan baru mengarahkan pistolnya, jika ia lebih cepat sepersekian detik, pastilah tubuh Seungcheol yang tumbang. Pemuda bersurai merah itu tersandar lemah di sofa, asap bahkan muncul dari tembakan di jantungnya. “Kau pikir bisa menggertakku? Aku sudah tidak peduli dia orang terpentingmu atau bukan.” Ujar Seungcheol dingin.
“Hah, padahal aku ingin membuatmu mati perlahan, tapi kau buru-buru ingin menembakku, jadi aku tidak punya pilihan lain.” Monolognya, lalu menoleh pada Jihoon di sampingnya. Wajah lelaki itu pucat pasi dengan bibir yang menggumamkan nama Soonyoung, mata semi sipitnya menatap horor ke arah pemuda yang terkulai di sofa itu. Pikir Seungcheol, pemuda mungil itu pasti sangat terkejut. Sayang sekali, setelah dikhianati, ia ditinggal mati di saat lelaki itu benar-benar sayang.
“Yah, aku heran kenapa Soonyoung bisa mati begitu saja.” Seungcheol kembali menoleh pada Soonyoung. Ya, didikan dari Sang Ayah seharusnya bisa membuat Soonyoung bertahan. Pemuda sipit itu seharusnya tidak mati dengan begitu mudah, bodoh. Seungcheol rasa yang tadi benar-benar gertakan.
Seungcheol lalu menarik Jihoon, “baiklah, Manis. Aku tidak tahu harus melakukan apa padamu. Tapi antek-antek Soonyoung pasti akan membalaskan dendamnya padaku, juga mencarimu. Bukankah lebih baik kau ikut bersamaku untuk memudahkan pekerjaan mereka?”
To Be Continued
○
Hai, cuman mau bilang kalo ini udah masuk ke konflik utama. Jadi aku harap kalian masih stay sampai work ini tamatMakasih buat kalian^^
Tuesday, 15 December 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
B E S E S S E N H E I T [SOONHOON]
Random[COMPLETE] Lee Jihoon merasa ia tak pantas dicintai, ia pikir ia terlalu buruk sehingga percaya tak seorangpun yang mencintainya. Bagaimana jika ia salah? Ternyata ada seseorang yang memperhatikan ia sejak lama dan mengetahui baik buruknya. Pangeran...