C H A P T E R 24

2.2K 276 0
                                    

Ini aku Kwon Soonyoung, aku ingin menyampaikan bahwa aku mencintaimu sejak dulu meski kita tak punya banyak kenangan bersama. Jika kau bertanya apa yang kusuka darimu, aku tidak bisa menjawabnya. Kupikir aku menyukai senyummu ketika aku menyelamatkanmu dari tabrakan mobil. Itu bukan senyum yang lebar, hanya tipis nan tulus yang ditujukan khusus untukku. Aku memperhatikanmu setelahnya dan kau benar-benar tak memberikan senyum itu pada siapapun selain padaku. Semakin lama aku memperhatikanmu, aku mulai bingung apa yang kusuka darimu. Karena kupikir aku menyukai semua bagian dari dirimu.

Aku bukan orang yang romantis, aku hanya orang yang berusaha melindungimu sebisaku. Hampir setiap malam aku bertanya-tanya apa kau bahagia bersamaku? Apa kau aman bersamaku? Apa keputusanku saat itu sudah tepat?

Karena aku mengambilmu dari orang yang menyayangimu, karena aku memisahkanmu dari orang yang kau sayangi. Aku terus bergerak mengikuti keegoisanku sampai aku lupa ada seseorang yang tidak akan membiarkanku bahagia dan begitulah kau kutempatkan sendiri dalam bahaya.

Maafkan aku

Dari awal aku sudah tahu kau bukan pembunuh ayahku dan seharusnya saat itu aku membebaskanmu. Aku menyembunyikanmu dan membuatmu berpikir bahwa kau tak memiliki siapapun di luar sana. Kini seharusnya kau sudah bertemu Wonwoo, kan? Dia sangat mengkhawatirkanmu.

Aku memutuskan untuk melepaskanmu. Jadi kumohon, pergi dan hiduplah seperti sebelumnya. Aku akan membunuh Seungcheol, jadi kau tak perlu takut, aku juga tidak akan mengganggumu lagi. Wonwoo akan membawamu pergi ke tempat yang aman, aku percaya padanya.

Aku mencintaimu

"Bagaimana jika ia tidak berhasil membunuh Seungcheol dan justru terbunuh?" Jihoon masih menunduk menatap kertas di tangannya. Air matanya pun terus mengalir dengan deras tanpa isakan. Memang benar sejak ia diculik Soonyoung, semuanya terasa menyakitkan. Tapi jika ia tidak bertemu lagi dengannya saat itu, ia tidak akan berubah. Hidup dalam kesalahpahaman dan overthinking.

Soonyoung merubah pandangannya, pemuda itu mengubah hidupnya.

"Aku akan menyusulnya." Lirihnya pelan dan mau Wonwoo ataupun Seungkwan tak terkejut dengan hal itu. Wonwoo sendiri tak dapat menjamin Jihoon dapat bahagia setelah ini, tapi ia sudah diberi kepercayaan oleh Soonyoung. Tak lama kemudian suara isakan terdengar dari Jihoon, pemuda itu menunduk semakin dalam. Ia pergi untuk menyelamatkan dirinya sendiri? Lalu setelah itu ia akan dalam keingintahuan tentang Soonyoung. Rasanya ia akan hidup seperti zombie dan kembali melarikan diri jika ada masalah.

Ia tidak ingin seperti itu lagi. Wonwoo memiliki orang yang ia sayangi sendiri, begitu pun Jisoo ataupun Yeji, mereka tak bisa terus bersamanya. Pada akhirnya ia akan kembali sendiri karena orangtuanya pun sudah tiada, bagaimana jika Soonyoung pun begitu? Ia tidak mau melarikan diri lagi, ia tidak ingin dihantui oleh rasa penasaran dan rindu.

Pemuda mungil itu berdiri, berjalan tergopoh ke arah pintu utama sedang Wonwoo hanya menatapnya datar, "kau bahkan tidak bisa berjalan dengan benar dan kau tidak tahu dimana markas utama Seungcheol dari sini. Kalaupun kau bisa sampai disana, mereka akan langsung menghabisimu."

"LALU AKU HARUS APA?" teriak Jihoon histeris, tangisannya semakin deras. Soonyoung pasti tak ingin dirinya terluka dan jika itu terjadi, pemuda bermata sipit itu akan sedih dan marah. Sekarang ia tidak bisa memikirkan apapun, hanya Soonyoung. Rasanya mati bersamanya pun tak masalah. "Kalau saja ia berjanji untuk menemuiku nanti." Lirihnya.

"Dia tidak mengatakan apapun padaku." Sahut Wonwoo. Pikiran Jihoon berlabuh ke kejadian dua hari yang lalu ketika Soonyoung ditembak. Meskipun itu hanya sandiwara, tapi melihatnya saja sudah cukup membuat Jihoon khawatir. Melihat bagaimana rompi anti peluru yang ia gunakan bolong, rasanya seperti peluru benar-benar menembus dadanya. Ia yakin sekarang Soonyoung tak memiliki rencana sandiwara yang lain, ia pasti sekarang benar-benar melawan Seungcheol.

Seungkwan menghela napas, "aku akan mengantarmu." Itu bukan tugas yang harus ia jalani. Ia harus memastikan bahwa Bos Kesayangannya itu benar-benar habis. Kalau Soonyoung yang terbunuh dan Seungcheol yang menang, ia akan mati. Seungkwan menatap Wonwoo dan lelaki emo itu menggeleng pelan, "aku tidak akan menahan kalian. Selama Seungkwan bisa menjaga Jihoon, aku tidak masalah."

Senyum Jihoon mengembang, begitu pun Seungkwan, menatap lelaki mungil itu dengan tatapan penuh semangat. Jihoon menyeka air mata dan berdiri, mengikuti langkah Seungkwan yang lebih dulu berjalan keluar meninggalkan apartemen Wonwoo. Sedang pemilik apartemen tersebut hanya tersenyum tipis, "semoga beruntung."

Begitu mobil Seungkwan masuk ke halaman markas besar, keadaan di pintu depan sudah kosong dengan beberapa mayat yang bergelimpangan. "Yah, tidak heran. Bos Soonyoung juga pasti sedang berhadapan dengan Seungcheol." Gumamnya, lantas menoleh pada Jihoon. Sedikit terkejut karena tatapan lelaki mungil itu bukan tatapan putus asa ataupun ketakutan, ia penuh ambisi dan tekad. Seungkwan tersenyum dan memberikan salah satu pistolnya, "Apapun yang terjadi, kumohon, pastikan dia tidak bernapas ya, Kak."

Jihoon tertawa kecil, itu pasti. Orang itu juga sudah membunuh kedua orangtuanya dengan kejam, ia tidak bermaksud untuk balas dendam, tapi kematian Seungcheol adalah kebaikan untuk banyak orang. Mereka berdua turun dari mobil dan memasuki bangunan yang sedikit terlihat hancur. Seungkwan sama sekali tidak kesulitan menembak siapapun di hadapan mereka, meskipun ia juga memanggul sebuah senapan.

"Tubuhmu kecil, jadi kau bisa masuk lewat ventilasi. Ini jalur teraman, kau hanya perlu mengikuti arahan di kertas yang kuberikan tadi."

Seungkwan berujar sembari mengangkat tubuh kecil Jihoon. Mereka berhasil masuk ke ruang kebutuhan dapur. Namun Seungkwan salah perhitungan, salahnya karena berpikir tidak akan ada yang masuk dan membuatnya tak mengunci pintu. Alhasil seseorang berhasil menembak pahanya dan ia terjatuh, "cepat masuk dan pergi dari sini!" titahnya pada Jihoon dan pemuda itu hanya bisa mengikutinya.

Ia pun dengan gesit berhasil menembak musuh sebelum ia benar-benar jatuh tadi. Gawat, kalau begini, beberapa orang akan datang dan berusaha untuk menghabisinya. Ia harus segera ke ruangan Seungcheol dan memastikan Jihoon baik-baik saja. Seungkwan menggeser tubuhnya untuk bersembunyi, setidaknya ia harus menghambat pendarahan di kakinya.

Pintu ruangan tertutup dan mengunci, Seungkwan secara reflek menahan deru napasnya. Begitu mendengar langkah kaki, Seungkwan dapat mengetahui bahwa itu hanya satu orang dan ia tidak perlu khawatir. Namun napasnya kian tercekat ketika ia mengetahui bahwa orang tersebut ialah Vernon. "Kau menakutiku, bodoh!"

"Astaga kau terluka?" pemuda itu mendekat, "apa yang kau lakukan disini?"

"Kenapa kau melangkah seperti akan membunuhku?"

"Kau tidak seharusnya disini, makanya aku sedikit ragu tadi sehingga mengendap-endap. Kutanya, kenapa kau disini, huh?" tanya Vernon. Seungkwan berdecak dan menyandarkan kepalanya ke dinding di belakangnya, "itu bukan urusanmu."

Vernon menatap lelaki itu dengan tatapan menyelidik, "jangan bilang, kau membawa Tuan Jihoon kemari?" Seungkwan mengalihkan pandangan, enggan mengangguk pada pemuda yang kini menggaruk rambutnya frustasi, "astaga, Si Bodoh ini. Apa kau tidak mendengar perintah Tuan Soonyoung, huh? Dia menyuruhmu untuk menjaga Tuan Wonwoo dan Tuan—"

"Iya, iya, aku tahu. Sekarang bawa aku ke ruangan Seungcheol jadi aku bisa menyelesaikan tugasku." Ujar Seungkwan seraya memeluk leher Vernon. Vernon menghela napas, astaga pemuda ini seharusnya sudah menyelesaikan tugasnya jika ia tidak membawa Jihoon kemari. Sebenarnya apa yang ada dipikirannya? Apakah ia ingin membunuh Seungcheol dengan tangannya sendiri?

"Baiklah, tak masalah jika kugendong seperti koala, kan?"

To Be Continued

Hai, aduh, aku cuma bisa bilang makasih buat kalian yang udah baca sampai chapt ini

Makasih banyak^^

Sunday, 3 January 2021

B E S E S S E N H E I T [SOONHOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang