C H A P T E R 23

2.1K 280 9
                                    

Bohong kalau Jihoon tidak takut saat ini. Dia sudah takut sejak Soonyoung datang ke kamar dengan sebuah rencana dan peran yang ia mainkan hanya sampai masuk ke markas Seungcheol, sisanya Seungcheol yang memberi kehendak. Ia tidak tahu apa yang akan Seungcheol lakukan, sedang Soonyoung menyuruhnya untuk tetap mengikuti apa yang Seungcheol mau.

Termasuk menjadi kelinci percobaan?

Kini ia meringkuk di pojok ruangan. Ia sudah diberi tahu sejak beberapa jam yang lalu, tapi ia tidak bisa menghilangkan ketakutannya. Jihoon untuk ribuan kalinya menghela napas dalam, Soonyoung akan mengakhiri ini. Dia tidak bisa menggagalkannya hanya karena takut, lagipula Soonyoung akan segera menolongnya.

"Hei, kau sudah siap?"

Jihoon menoleh ke arah pintu, disana sudah berdiri seorang pemuda ramping yang tersenyum ke arahnya. Jihoon mengangguk ragu sebelum ia mendengar pemuda itu terkekeh, "tenang saja, aku tidak akan membiarkanmu mati."

"Kemarilah, kita akan ke ruang lab untuk menguji racun baruku." Pemuda itu menarik lengan Jihoon yang kini berwajah pucat. Apa ia tidak salah dengar? Racun? Apa ia akan diracuni? Jihoon menoleh, "apa kau yang membuat racun untuk Kak Jeonghan?"

"Oh? Siapa itu?"

"Aku hanya membuat dan memberikannya ke Bos Seungcheol. Dia memberikannya ke beberapa orang, aku tidak begitu peduli. Aku hanya mendapat laporan tentang korban yang meminum racunku. Kau tahu? Orang yang meminumnya akan terus koma sampai orang yang mereka sayangi mati. Bos Seungcheol sangat menyukai racun itu, katanya ia seperti bisa mengendalikan hubungan seseorang. Dasar gila."

Tunggu, apa maksud pemuda dihadapannya, Jeonghan akan bangun dari komanya jika Jisoo mati? "Apa tidak ada obat untuk membangunkannya?" Gumam Jihoon dan pemuda itu masih dapat mendengarkannya, "tidak, maafkan aku. Aku sendiri tidak dapat membuat penawarnya."

"Astaga, sepertinya aku terlalu banyak ngomong. Aku bahkan belum memperkenalkan diri, namaku Xu Minghao."

"Jihoon." Balas Jihoon pelan, matanya kini tertuju pada ruangan di ujung koridor. Jihoon meneguk saliva, tangannya pun menggenggam erat pin di dadanya.

"Pin ini lucu, mereka tidak akan mengambilnya jika kau bersikeras untuk menyimpannya. Yah, kau tenang saja, bawahan Seungcheol tidak sekejam Seungcheol, beberapa juga tidak setia. Mereka pasti bisa memahami keadaanmu yang baru saja kehilangan seseorang."

"Lalu apa gunanya ini? Tidak mungkin ini hanya kenang-kenangan, kan?"

"Dengarkan aku, pin ini adalah obat bius. Kau bisa menggunakannya ketika kau merasa benar-benar dalam bahaya."

"Pin yang lucu, apa dari sahabatmu? Atau dari kekasihmu?" Celetuk Minghao dan sontak membuat Jihoon menoleh bingung. Namun sedetik setelahnya ia kembali menunduk, kekasih? Soonyoung tidak pernah mendeklarasikannya. Jihoon tersenyum tipis, "ini dari suamiku."

"Kau sudah menikah? Astaga, umurmu berapa?"

"Aku 22 tahun, tapi sebenarnya kami belum menikah. Aku hanya sangat mencintainya." Lirih Jihoon di ujung kalimat. Minghao tersenyum tipis sembari menempelkan ID cardnya di sisi pintu, "aku tidak berpikir aku akan mencintai orang seintens kau mencintainya." Gumamnya pelan, tak terdengar oleh Jihoon.

Pemuda mungil itu kini sibuk menahan degupan di dadanya, apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia membiusnya sekarang? Minghao tersenyum, "silahkan masuk." Jihoon menggeleng pelan, "kau bilang, kau tidak akan membiarkan aku mati karena racunmu, tapi kau juga tidak memiliki penawarnya. Bagaimana caranya kau bisa membuatku tetap hidup."

"Kau benar, aku mungkin terlalu banyak bicara sampai aku lupa mengatakannya padamu. Dengarkan aku, Jihoon, aku tidak peduli dengan hidupmu. Yah, kupastikan kau tidak akan mati, tidak di laboraturiumku. Racun yang sedang kukembangkan tidak akan membunuhmu, tapi racun ini menciptakan rasa sakit tanpa harus melukai tubuhmu. Sangat sakit sampai rasanya kau ingin mati." Jelas Minghao, mendorong pelan bahu Jihoon masuk dan menutup pintu.

B E S E S S E N H E I T [SOONHOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang