Baiklah, gaeseu... mari kita revisi work baruku yang kutinggalkan selama 6 bulan...
Semoga kalian suka^^
○
Dikucilkan oleh orang terdekat, dibenci dan tak diinginkan, Jihoon pikir rasa itu selalu menyertainya. Bersabar dan bersikap seolah tak terkadi apapun, itulah yang terus pemuda itu coba lakukan. Tapi terus menerus seperti itu hanya akan semakin menyakiti dirinya. Selama ini untuk kebahagiaan mereka, aku baik-baik saja, terus menerus menanam kalimat tersebut dalam batinnya hingga tersadar bahwa itu hanya bullshit semata. Ia sakit dan ia tak dapat menahannya. Lebih menyakitkan tatkala ia tak dapat melakukan apapun dan membiarkan dirinya terus tersakiti.
Bersamaan dengan suara petir yang mengiringi nyanyian hujan di luar jendela kala malam itu, makian demi makian terus berseru di telinga pemuda mungil itu. Seakan sudah memiliki antrian masing-masing untuk mendorong bulir air di pelupuk matanya jatuh dan menyapa pelan pipu halusnya. Setiap makian membawa memori, memaksanya untuk mengingat kejadian yang entah bagaimana terasa menakutkan. Percayalah, ia dapat mengabaikan semua makian yang oranglain lemparkan padanya. Tapi lain rasanya jika yang memakinya adalah ibu kandungnya sendiri, seorang wanita yang hidup bersamanya selam 22 tahun. Orang yang lebih mengetahui baik-buruk dirinya dibanding siapapun. Seburuk apa dirinya hingga ucapan kasar keluar dari mulut Sang Ibu untuknya? Jika memang ia salah, apa semua kesalahan harus membuatnya tertekan?
Pemuda bersurai coklat itu meringis pelan, kesakitan namun tak dapat mengadu. Terdiam di balik pintu sembari menutup kedua telinganya, menahan tangisannya meski matanya sudah bemgkak. Sebab ia tahu, tak ada gunanya mengadu bahwa ia kesakitan akibat kepalanya yang berdarah. Terluka karena tersayat pecahan vas yang ibunya lemparkan padanya tadi. Tak ada gunanya mengadu sebab orangtuanya tidak akan iba, ibunya hanya akan semakin menyalahkannya sedang ayahnya tidak akan peduli.
Perlahan pemuda bernama Lee Jihoon itu bangkit, berjalan tertatih menuju speaker sembari mengabaikan darah yang mengering pada surai coklatnya, menghidupkan speaker dengan volume keras mungkin dapat membantu meredam makian Sang Ibu yang semakin keras, semakin menyayat telinganya. Cahaya kilat dan bunyi petir sontak membuat Jihoon menoleh ke arah balkon. Seolah ada yang memanggilnya , ia pun berjalan pelan ke arahnya. Membiarkan tubuhnya dimandikan air dingin yang dihujankan sejak dua jam yang lalu. Berharap beban di hatinya ikut diluruhkan oleh air hujan yang turun menyusuri tubuhnya. Setelah beberapa menit berdiri di tepi pagar, tubuh mungil Jihoon ambruk bersamaan dengan kesandaran yang memguap tanpa membawa gelisah.
○
"Kau tidak sarapan, Jihoon?"
Jihoon baru akan meraih gagang pintu sebelum kepalanya semakin pusing manakala mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Sang Ayah. Ia pun membenarkan posisi topi di kepalanya sebelum berbalik berbalik menatap orangtuanya. Dapat ia lihat Sang Ibu yang sibuk memainkan ponsel dan Sang Ayah yang sibuk menyeduh kopi. Tidak ada yang menatapnya, tidak ada yang peduli padanya, tidak ada yang benar-benar memperhatikannya. Lalu pertanyaan apa tadi? Ia seakan menyuruh Jihoon untuk berpikir bahwa itu hanya sekedar basa - basi. Jihoon berdecak dalam hati, "aku tidak lapar." Ia pun kembalu berbalik hendak beranjak keluar sebelum Sang Ayah berkata, "kau harus tetap makan sarapan, Jihoon. Setidaknya untuk tenagamu di kampus."
"Biarkan saja anak tak tahu diri itu, jangan merepotkan diri sendiri." Sahut Sang Ibu setelah lama terdiam, sontak membuat rumah tersebut hening. Pemuda mungil itu menghela napas dalam sembari merapalkan kata-kata penenang dalam hati. Ia pun beranjak keluar ke luar rumah tanpa mengucapkan sepatah kata apapun termasuk salam pamit. Memasang earphone di telinganya, ia pun berjalan menuju kampus. Membiarkan kendaraan - kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya, mengabaikan umpatan orang - orang padanya karena tak memperhatikan jalan yang menyebabkan bahunya tertabrak beberapa kali hingga membuatnya terhuyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
B E S E S S E N H E I T [SOONHOON]
Acak[COMPLETE] Lee Jihoon merasa ia tak pantas dicintai, ia pikir ia terlalu buruk sehingga percaya tak seorangpun yang mencintainya. Bagaimana jika ia salah? Ternyata ada seseorang yang memperhatikan ia sejak lama dan mengetahui baik buruknya. Pangeran...