Perfect- 03

1.1K 81 2
                                    

"Ya ampun, Edgar! Serius Selena bilang gitu sama lo?"

Maureen, gadis itu sudah berada di kelas Edgar sejak pagi tadi. Ia menjadi antusias sendiri semenjak mendengar kejadian di kantin kemarin.

Cowok dengan kemeja digulung itu hanya bisa menatap Maureen tanpa ekspresi. "Mau, udah. Lo tau kan gue risi sama apa yang terjadi kemarin. Semua jadi mengenal gue."

"Mungkin emang udah saatnya lo itu dikenal satu sekolah. Lagian nggak ada ruginya juga, kan?" mata gadis itu masih berbinar. Ia masih tak menyangka sahabatnya bisa menjadi sepopuler ini sekarang.

"Justru itu, Mau. Gue gak mau dikenal. Gue gak mau dibikin ribet sama orang-orang yang ngomongin gue. Gue gak suka jadi pusat perhatian," tegas Edgar. Ia menatap Maureen agak tajam sebab saat ini ia sedang kesal pada si primadona sekolah itu.

Mendapat reaksi berlebihan, Maureen lantas menunduk dan memainkan roknya sendiri. Ia merasa takut. Melihat itu Edgar lantas menghembuskan napas. "Sorry, gue gak maksud bentak lo. Mood gue lagi gak baik sekarang."

"Maaf juga udah maksa lo untuk ikut senang atas semua yang terjadi. Harusnya sebagai sahabat, gue lebih bisa memahami lo."

Tapi gue harus tetap bilang ke Selena. Gimanapun juga gue seneng kalau Edgar bisa menghilangkan sifat tertutupnya. Batin Maureen.

***

Baru saja Selena akan menginjakkan kaki di kelas bersama ketiga temannya, ia sudah mendapat sebuah coklat yang diulurkan tepat ke wajahnya.

Selena menatap cowok itu dari ujung kaki sampai ujung rambut dengan tatapan tak terbaca. Ia melipat kedua tangan di depan dada. "Kemarin lo ada di kantin gak, sih?"

"Enggak," balas cowok itu.

"Pantes aja. Gue kemarin udah konfirmasi, buat gak boleh ada lagi yang coba deketin gue. Gue itu maunya cuma sama Edgar. Ngerti gak sih, lo?!" tanyanya setengah membentak.

"Tapi gue cuma mau kasih lo coklat ini."

Selena mendengus akhirnya lantas mengambil coklat itu. "Ambil," ucapnya pada ketiga temannya. Coklat itu akhirnya diterima Mona.

Selena maju satu langkah lebih dekat dengan fans-nya. "Denger, ya. Gue bilang gue maunya Edgar. Jadi gue gak akan pernah lagi terima barang apapun dari lo-- atau dari siapapun."

Pritttt!

Kelimanya lantas menutup telinga mendengar bunyi peluit yang mendekat ke arah mereka.

"Aduh, Pak. Pagi-pagi itu sarapan, bukannya tiup peluit," protes Kimberly yang masih menutup telinganya.

"Iya nih, Pak Dodi. Entar telinga saja gak denger, terus kecantikan saya berkurang gimana?" tanya Bianca dramatis.

"Heh, kalian ini. Kenapa berkumpul di sini? Sudah waktunya masuk. Ayo cepat masuk. Ngerumpi mulu kerjaannya," ujar Pak Dodi.

"Iya-iya, ah. Bawel banget," desis Mona namun masih terdengar dengan jelas.

Mendengarnya Pak Dodi melotot dan berkacak pinggang. "Apa kamu bilang?"

"Enggak, Pak, enggak. Ini kita udah mau masuk, kok," balas Selena mendorong ketiga temannya agar masuk duluan ke kelas.

Perfect [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang