Perfect- 19

892 64 1
                                    

"Makanya kalau ngarep itu gak usah ketinggian. Selena bukan cewek yang bisa dipercaya," ucap Leo ketika ia berpapasan dengan Edgar di parkiran.

Edgar menatapnya sinis dengan satu alis terangkat. "Lo sendiri? Bukannya lo masih mengklaim dia sebagai punya lo?"

"Lain lagi kalau sama gue. Dia tergila-gila sama gue udah dari dulu, karena gue itu sempurna. Dia gak akan bisa lepas dari gue. Beda kalau sama lo," jawabnya dengan senyum kemenangan.

"Yakin banget dia tergila-gila sama lo? Gue ngerasa dia lebih seneng pas sama gue, tuh. Lo itu cupu. Dia minta lo ngeredain sakitnya aja lo gak mampu. Itu yang dinamain gak bisa lepas, hah?"

Cowok dengan blazer digulung sampai sikut itu tersenyum sinis. Ia memang tidak pernah dekat dengan perempuan manapun. Tapi ia tetap bisa membaca gelagat Selena saat bersamanya dan saat bersama Leo.

Dan Edgar menyimpulkan, Selena selalu berusaha menjadi orang lain saat sedang bersama Leo. Tapi jika bersamanya, cewek itu selalu menjadi dirinya sendiri yang apa adanya.

Leo tampak diam, dalam hati ia membenarkan perkataan Edgar.

Merasa tidak ada respons, Edgar kembali berkata. "Daripada lo ngomong sama gue, mending lo pergi. Gue bisa ngomong yang lebih pedes dari ini."

Ia menubruk sebelah bahu Leo yang menghalangi motornya. Tapi setelah ia memakai helm, dia kembali menatap Leo yang masih bergeming di tempatnya. "Jangan pikir lo bisa dapetin dia lagi. Selena milik gue sekarang."

Tepat setelah mengatakan itu, ia memajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Meninggalkan Leo yang sedang mengepalkan tangan di sana.

Ia menatap keluar gerbang dengan sorot bengis. "Dulu ataupun sekarang, Selena tetap milik gue."

***

"Len, maafin kita, ya. Kita gak tau kalau selama ini lo ngerasa kayak gitu," ucap Mona di seberang sana saat melakukan panggilan video dengan dua lainnya.

"Iya, Len. Gue sama sekali gak ada maksud untuk mengabaikan lo atau apapun. Tapi saat lo sakit itu gue pikir lo ada di rumah Tante Lydia. Tau sendiri, kan gimana sikap dia kalau ada kita," jelas Bianca.

Selena yang sedang menggunakan masker berwarna putih di wajahnya itu tampak menimang-nimang. Sebenarnya ia juga tidak bermaksud melampiaskan semua kemarahannya pada teman-temannya.

Yang tadi siang itu refleks. Selena hanya sedang tertekan sehingga ketiga temannya terkena imbasnya juga.

"Oy, Len! Gimana kalau besok kita girl time, biar lo gak badmood lagi. Udah lama juga, kan kita gak hangout," tambah Kimberly yang juga sedang memakai maskerdi wajahnya.

Selena menarik napas membuat ketiganya menunggu dengan was-was. "Gue gak marah sama kalian padahal. Tadi gue kesel sama nyokap gue makanya mood gue lagi abnormal. Sorry ya," ujar Selena.

"Jadi lo seriusan gak marah?!" tanya Bianca dengan suara cemprengnya.

"Iya enggak. Maaf kalau omongan gue tadi ada yang bikin kalian sakit."

"Oke dimaafin. Asal besok lo traktir kita di tempat biasa," seru Mona antusias.

"Otak lo traktiran mulu, Mon," kata Kimberly.

"Tau! Giliran yang gratisan aja cepet lo," tambah Selena.

"Ye, anak kos kayak gue pas tanggal tua gini duitnya udah menipis. Lo bertiga mah enak,"

Perfect [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang