Perfect- 04

1K 77 5
                                    

Sejatinya tidak ada manusia yang benar-benar baik, ataupun benar-benar jahat. Semua tergantung cara kita memperlakukannya.

***

Selena pulang dengan keadaan yang sangat kacau. Entah kenapa perkataan Edgar di sekolah tadi begitu membekas untuknya. Padahal semua itu memang benar adanya. Selena hanya menginginkan kesempurnaan.

"Selena, kamu udah pulang, Nak?" tanya Lydia yang tengah sibuk dengan majalahnya. Sementara dibawahnya, ada seorang perempuan yang tengah memijat kakinya.

Selena hanya menatap sekilas tanpa minat lalu mulai naik ke atas untuk menuju kamarnya. "Aku lagi gak mau bicara, Mom. Ke atas dulu, ya."

"Jangan lupa luluran terus mandi! Dua puluh menit buat luluran, Sel!"

Cewek yang menaiki tangga dengan ogah-ogahan itu mendengus lantas memutar bola mata malas. "Iya, Mom!"

Seperti kata Lydia. Begitu sampai kamar, Selena mengganti pakaian dan mulai acara luluran.

Begitu Selena keluar dari kamar mandi setelah 45 menit, ia mendapati Lydia sedang duduk di tepi ranjang miliknya.

"Sel, ini Momy bawakan kamu vitamin. Kemarin kan Om Ivan baru pulang dari Paris, terus dia bawakan kamu vitamin. Baik banget kan, dia?" ucap Lydia dengan wajah berseri-seri.

Yang diajak bicara hanya terdiam tanpa ekspresi. Ia lantas membuka handuk yang melilit rambutnya-- duduk di meja rias. "Itu pacar Momy kan?" tanyanya.

"Iya. Om Ivan itu baik, Sel. Nggak seperti pacar Momy yang sebelum-sebelumnya," ia menjeda. Lantas menghampiri Selena. "Ini kamu keramas? Kan baru keramas kemarin. Jangan keseringan keramas dong, Sel. Nanti rambut kamu bercabang."

Selena berdecak. "Mom, hari ini aku pusing banget. Kepala aku penat. Jadi aku keramas biar badanku tuh agak segeran."

"Kamu sakit? Kalau gitu kita panggil dokter Susi, ya?"

Hairdryer yang sedang dipegang itu tiba-tiba saja Selena lepaskan. Kesal bukan main dengan sang ibu. "Penyebab pusing itu gak selalu harus sakit, Mom. Aku cuma capek aja. Pelajarannya banyak banget. Habis itu aku lagi kesel aja."

"Kalau gitu kita terapi. Mau, ya? Atau kamu mau dipijit juga biar rileks?"

"Astaga! Enggak. Aku cuma mau istirahat. Oke? Udah sekarang Momy keluar. Aku mau ganti baju habis itu tidur," Selena berdiri dan mendorong-dorong Lydia agar keluar dari kamarnya.

"Tapi ini udah sore. Nggak baik tidur sore-sore. Lagipula kalau kamu habis kecapean itu jangan tidur. Rileks-in dulu badan kamu."

"Aduh, Mom. Orang bilang tidur itu bagus buat kecantikan. Udah, ya. Mending sekarang Momy keluar karena aku mau istirahat. Bye! Terlalu kecapean bikin kulit aku cepet keriput juga, kan?" ucap Selena yang lantas menutup pintu kamar begitu melihat Lydia akan bersuara lagi.

Selena mengembuskan napas lega lantas kembali ke meja riasnya. Ia menatap vitamin yang dibawakan Lydia barusan. Vitamin untuk memperkuat imun.

Selena mendengus. "Gue gila kesempurnaan, Edgar. Karena dari kecil gue udah dituntut untuk jadi sempurna."

***

Perfect [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang