Perfect- 24

834 58 7
                                    

"Edgar, gue-- baper," Selena memandangi wajah tampan Edgar tanpa berkedip dengan tatapan memuja.

Kalau saja ada yang bisa mendeskripsikan perasaannya, hatinya pasti sudah berwarna merah muda dengan beberapa tanda love di dalamnya.

Ah, Selena memang jatuh cinta.

Namun baru saja Selena akan kembali membuka mulut, ia merasa ada derap langkah yang mendekat padanya. Kepalanya berbalik-- menoleh ke belakang.

Selena mendengus melihat Nishad, Valerie dan juga Sean ramai-ramai keluar. Berasa keciduk lagi berduaan di kamar, deh gue.

Cewek itu berdiri lantas menepuk-nepuk bokongnya, membersihkan kotoran yang mungkin saja menempel di pakaiannya. "Daddy ngapain ke sini rame-rame? Udah kayak mau ngajak tawuran aja."

Selena sedikit mencebikkan. Dia merasa Nishad seperti tidak pernah muda saja. Ia dan Edgar kan sedang butuh privasi, malah diganggu.

"Sama bokap sendiri kok ngomongnya gitu? Dikutuk jadi batu tau rasa lo," Sean mencibir.

"Diem lo! Jangan main-main sama Selena Magdalena, primadona sekolah sekaligus cewek paling perfect," ia menatap Sean tajam seraya menunjuk wajahnya.

Sebenarnya mood Selena baik-baik saja. Ya, kalau saja waktunya tidak terganggu.

Nishad dan Valerie hanya terkekeh melihatnya. Meski Sean itu putra kandung Valerie, tapi seringkali wanita itu malah membela Selena.

Sementara di sana Edgar sedang menggelengkan kepala dengan memasukan kedua tangannya ke dalam saku jaket yang ia pakai.

"Daddy, Mami, sama Sean mau makan ke luar. Mau ikut?" tanya Nishad.

"Aku gak ikut, deh. Eh tapi boleh gak kalau aku sama Edgar pergi ke pasar malam. Seru banget tau, Dad, di sana."

Selena merengek dengan mata yang dibuat merem melek merayu sang daddy. Sementara Edgar geleng-geleng. Ia kan tidak mengajak Selena keluar. Cewek itu juga tidak meminta pendapatnya dulu untuk mengambil keputusan.

Ada aja tingkah lo, Sel. Edgar membatin.

"Anak gadis gak boleh pergi berduaan sama cowok, bukan muhrim."

Oh ayolah, itu tidak tampak seperti suara Nishad karena memang itu bukan suaranya. Ia mendelik ke arah Sean. "Gue nanya sama bokap, ya bukan sama lo. Dasar perjaka tua lo."

"Lo ngatain gue gak laku? Tega lo, Len sama Abang sendiri," ucap Sean dramatis.

"Lo yang bilang, ya."

"Sudah, jangan berdebat. Selena, kamu boleh pergi, tapi pulangnya jangan kemalaman," tutur Valerie lembut membuat Selena memeletkan lidahnya pada Sean yang dibalas delikan mata cowok itu.

"Edgar, kamu tolong jaga Selena, ya. Saya tau dia agak susah diatur, manja, dan kekanakan. Tapi Saya harap kamu tidak menjadikannya alasan untuk membuat dia terluka," Nishad menjeda. "Dia putri Saya, sekali kamu membuat dia terluka, beribu kali Saya akan melakukan hal yang sama terhadap kamu."

Selena jadi merinding sendiri. Entah kenapa perkataan Nishad begitu serius malam ini, mengerikan pula.

Berbeda dengan Edgar yang masih memasang muka tenangnya. "Saya akan menjaga Selena semampu Saya. Dan Saya tidak akan membuat Om harus repot-repot turun tangan untuk melukai Saya."

Nishad tersenyum lantas menepuk pelan kepala lelaki yang sudah ia percaya untuk menjaga putrinya. Bukankah ini bagus? Kalau sang ayah sudah memberi restu, hubungan pun akan berjalan lancar.

Eh? Hubungan ya?

Valerie tersenyum melihatnya. Apa pun yang membuat Selena bahagia, ia akan mengusahakannya. "Ya sudah, Tante sama Om berangkat dulu, ya."

Perfect [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang