Perfect- 30

852 53 19
                                    

"SELENA, AWAS!"

Kesadaran Selena pulih begitu saja setelah mendengar teriakan itu. Pandangan matanya tertuju pada sebuah mobil sport putih yang tidak berhenti menyalakan klakson mobilnya.

Mobil yang semakin mendekat ke arahnya tidak membuat Selena pergi dari tempat itu. Keterkejutan lebih dahulu menghampirinya. Ia terlalu speechless untuk sekadar menyingkir.

Dan langkah terakhir yang bisa ia lakukan hanyalah menutup wajah dengan kedua tangannya. Tidak sanggup melihat tubuhnya tergilas dengan matanya sendiri.

Bunyi klakson yang semakin keras sampai ke indera pendengarannya. Namun tepat saat ia memasrahkan diri, tubuhnya tiba-tiba saja ditarik dengan kuat.

Tubuh Selena menubruk dada orang yang baru saja menariknya.

Pemilik mobil itu menyembulkan kepalanya dari balik kaca. "Mbak! Kalau nyebrang liat-liat, dong. Kalau Mbak kenapa-napa saya juga yang disalahkan."

Wanita itu memaki Selena yang masih membeku dalam dekapan Leo, orang yang baru saja menyelamatkannya.

"Maafin teman saya, Bu. Janji nggak akan diulangi," ucap Leo sopan dan ramah seperti biasa.

Begitu mobil itu pergi, kini tatapan mata Leo tertuju pada cewek yang masih memeluknya erat. "Len? Are you okay?"

Selena mengangguk meski dia sendiri tidak yakin kalau keadaannya baik-baik saja. Leo berusaha menyeka keringat yang berada di pelipis cewek itu.

Tak lama kemudian, terlihat Nishad dan Valerie yang menyusul. Begitu melihat keadaan Selena, Nishad segera menariknya dari pelukan Leo.

"Sayang, kamu baik-baik saja? Ada apa? Apa yang terjadi sama Edgar? Kenapa kamu menangis?" Nishad bertanya dengan memegang kedua bahu Selena berusaha melihat matanya.

Tapi cewek itu hanya bisa menunduk. Ia bisa membohongi semua orang termasuk dirinya sendiri. Tapi ia tidak akan bisa berbohong pada Nishad.

"Mas, kamu nanyanya nanti dulu, kasian Selena. Mungkin kalau dia udah tenang, dia mau cerita," ucap Valerie mengelus punggung suaminya berniat menenangkan.

Tatapan mata Nishad kemudian jatuh pada Leo yang masih mematung, bingung harus bereaksi seperti apa. "Kamu yang waktu itu pernah jenguk Selena juga, kan?"

Leo tersenyum canggung dan menyalami Nishad serta Valerie. "Iya, Om, Tante. Saya Leo, temennya Selena."

Nishad mengangguk-angguk setelah mendengar penuturan Leo. Tatapannya kembali beralih pada putrinya yang ia tahu keadaannya sedang tidak baik-baik saja.

Namun ia juga menyetujui ucapan Valerie. Kalau Selena mau cerita, ia pasti akan cerita ketika hatinya sudah mulai tenang.

"Len, tante Lydia minta gue jemput lo. Katanya perasaan dia gak enak," ucap Leo hati-hati.

Sedikit banyaknya ia tahu kalau kedua orangtua Selena masih memanas sejak sembilan tahun lalu. Jadi ia berusaha untuk tidak menyinggung pihak mana pun dengan perkataannya.

Selena menatap Leo sekilas. Ia baru menyadari sesuatu. Ikatan antara ibu dan anak ternyata sekuat itu. Sampai Lydia mengalami firasat buruk tentang dirinya.

Selena nyesel nggak dengerin Momy.

"Kamu mau pulang, Sayang?" tanya Valerie lembut.

"Val, dengan keadaan yang seperti ini tidak mungkin Selena pulang ke rumah Lydia. Atau dia akan semakin terluka," ucap Nishad.

Ia bukannya mau menjelekkan mantan istrinya itu, tapi ia tahu betul seperti apa karakter Lydia yang egois.

Selena menggeleng dan menggenggam tangan Nishad. "Aku harus pulang, karena Momy benar soal firasatnya."

Perfect [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang