Dengan senyum kemenangan, Selena berdiri di pintu gerbang sudah sejak jam enam pagi. Ia merasa telah berhasil membuat Edgar jatuh dalam pesonanya.
Perlu dicatat. Edgar yang jatuh dalam pesonanya atau Selena yang terjebak dengan perasaannya sendiri? Atau keduanya memang telah tersesat dan tidak berniat mencari jalan keluar?
Ia melambaikan tangan pada Edgar begitu motor cowok itu memasuki area parkir. Setelah memarkirkan motornya, Selena menghampiri dan berdiri di sebelahnya.
"Mau ngapain?" tanya Edgar begitu selesai menyimpan helmnya pada kaca spion.
"Mau sembuhin lo pake hati dan perasaan. Sini mana tangan lo," ucap Selena tak sabar.
Edgar menaikan alisnya tapi tanpa sepengetahuan Selena, ia malah mengulum senyum. Lantas menyodorkan tangan kanannya yang digigit Selena kemarin.
Tanpa ragu Selena mengambil telapak tangan Edgar dan mengecupnya cukup lama. Edgar terhenyak namun tak urung tersenyum juga.
Untung saja parkiran masih sepi. Jadi tidak ada yang melihat adegan mereka pagi ini.
"Modus, ya lo," ucap Edgar begitu Selena melepaskan tangannya.
"Gak modus, kok. Ini namanya nyembuhin pake perasaan."
***
"DIBERITAHUKAN KEPADA SELURUH SISWI YANG MENGIKUTI EKSKUL CHEERS, DIHARAPKAN UNTUK SEGERA MEMASUKI RUANG LATIHAN SAAT JAM ISTIRAHAT NANTI."
"SEKALI LAGI KEPADA SELURUH SISWI YANG MERASA MENGIKUTI EKSKUL CHEERS, DIMINTA UNTUK MEMASUKI RUANG LATIHAN DI JAM ISTIRAHAT. TERIMAKASIH."
Begitu pengumuman kakak kelas yang dapat di dengar sampai ke seluruh penjuru sekolah berkat speaker yang menempel hampir di semua sudut.
"Eh, Mon. Entar disuruh kumpul, tuh sama kak Marsha," ucap Selena yang sudah hafal suara ketua ekskulnya itu. Ia menyikut lengan Mona yang menempel di meja.
"Gue denger, Len," balasnya yang sedang fokus memperhatikan Bu Avi menjelaskan di depan.
Selena mendengus lalu ikut memperhatikan penjelasan di depan sana.
"Entar ke ruangan bareng gue, yuk!" ajak Mona.
Cewek itu menoleh. "Jadi lo udah gak marah sama gue?"
"Sorry, Len. Kemarin gue lagi kesel sama gebetan gue yang masih aja mentingin cewel lain padahal gue di sini buat dia. Makanya gue sensitif sama lo. Maaf, ya," ucap Mona tulus.
"Gak pa-pa. Bilang sama gebetan lo, kata gue suruh buka mata. Atau gue bikin dia buta beneran kalau masih gak ngelirik sahabatnya Selena," balasnya.
Mona tersenyum dan mengangguk lantas memeluk cewek di sampingnya. "Entar gue bilangin."
Posisi duduk mereka yang paling depan membuat Bu Avi menatap ke arah mereka. "Mona, Selena. Kenapa berpelukan begitu? Kalian sudah seperti teletubbies saja. Kalian mengerti apa yang Saya jelaskan tadi?" tanyanya.
Keduanya segera melepas pelukan. "Ngerti, Bu," jawab keduanya kompak.
Bianca di belakang mereka yang sedang mengurus kontrak endorse-an menoleh begitu Bu Avi menegur. "Jadi kalian udah baikan? Uh, pengen peyuk," ucapnya dramatis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect [SELESAI]
Teen FictionCERITA MASIH LENGKAP SAMPAI ENDING Dia Edgar. Ketua ekskul PMR yang nolak jadi most wanted. Gak banyak orang yang kenal sama dia. Bahkan kalau dia gak dateng dan ngancem-ngancem, gue gak mungkin kenal sama dia. Dia Leo. Kakak kelas sekaligus kapten...