Gak kerasa ya udah lebaran aja. Author mau minta maaf kalau author ada salah pada kalian semua.
Minal aidzin walfaidzin mohon maaf lahir dan batin. And, happy reading!
***
"Makasih lo udah antar gue pulang," ucap Sonya begitu turun dari motor Edgar.
"Sama-sama. Sekarang mending lo masuk dan ganti baju. Nanti lo masuk angin," balas Edgar.
Sonya mengangguk-angguk. Baru saja ia melangkah untuk masuk ke gerbang, kakinya memutar balik kembali menatap Edgar. "Soal Selena--"
"Lo gak perlu khawatir. Dia tanggungjawab gue kalau dia macem-macemin lo lagi," Edgar memotong.
Beberapa saat kemudian ia sadar dengan ucapannya. Kenapa jadi gue yang harus tanggungjawab? Batinnya.
Melihat itu Sonya tersenyum. Seolah ia baru mengerti sesuatu. "Enggak kok. Lo jangan terlalu kasar sama dia. Selena itu nggak jahat. Gue yakin dia punya alasan."
"Nggak jahat lo bilang? Lo udah diguyur kayak gini dan masih bilang dia gak jahat? Alasan apapun yang dia punya, bully orang itu tetep salah."
"Edgar, lo belum memahami Selena. Dan gue yang udah hampir dua tahun sekelas sama dia juga belum memahami dia. Tapi gue yakin lo bakal bisa ngertiin dia," ucapnya tulus.
"Gue gak ngerti," Edgar sungguh tidak mengerti. Dan ia juga akan memilih tidak mengerti. Toh ia sangat tidak ingin berurusan dengan Selena lagi.
"Kalau Selena jahat harusnya tadi dia benturin gue ke tembok kayak pembullyan kebanyakan. Tapi dia enggak. Kalau dia emang jahat harusnya dari dulu gue udah gak sekolah di sana lagi saat ada yang fitnah kalau gue udah hamil. Tapi apa? Dia orang pertama yang bela gue mati-matian. Dia juga yang cari bukti supaya gue gak di DO dari sekolah," Sonya menjeda membiarkan Edgar dengan lamunannya beberapa saat. "Jangankan lo yang baru datang dalam kehidupan dia, gue yang udah lama aja gak pernah bisa paham jalan pikiran dia."
Edgar mengangguk saja meski ia tidak mengerti apa yang dibicarakan Sonya. Beberapa bulan lalu memang ia mendengar kabar ada siswi yang hamil diluar nikah. Dan kepala sekolah juga sudah mengkonfirmasi itu semua fitnah.
Tapi apa mungkin Selena yang angkuh dan sombong itu menolong orang lain?
Edgar menggeleng. Ia tidak ingin memikirkan apapun soal Selena. Ia menyalakan motornya dan membunyikan klakson-- berpamitan pada Sonya.
***
"Ya ampun, Selena! Kenapa bisa ada yang menandingi nikai kamu? Kamu nggak belajar, ya?" tanya Lydia saat mendengar nilai ulangan Selena kemarin.
Selena menunduk dengan Lydia yang berjalan-jalan di depannya. Rasanya ia sedang di sidang saja. "Aku belajar, Mom. Tapi gak tau kenapa di otak aku yang melintas itu malah Edgar yang lagi marah-marah."
Spontan Selena menutup mulutnya melihat reaksi Lydia yang mengangkat sebelah alisnya lalu memilih duduk di hadapan anaknya. "Edgar? Edgar siapa?"
Aduh mati gue. Kenapa juga gue bilang gitu. Lagian emangnya sejak kapan di otak gue ada Edgar! Astaga! Otak gue udah gak bener. Batinnya.
"Kenapa mulut kamu komat-kamit begitu?" tanya Lydia lagi.
"Nggak pa-pa, Mom. Edgar itu ketua PMR di sekolah."
"Terus kenapa dia marah-marah?"
Kenapa Selena harus dilahirkan dari rahim Lydia? Daripada jadi Ibunya, Lydia lebih pantas jadi detektif saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect [SELESAI]
Teen FictionCERITA MASIH LENGKAP SAMPAI ENDING Dia Edgar. Ketua ekskul PMR yang nolak jadi most wanted. Gak banyak orang yang kenal sama dia. Bahkan kalau dia gak dateng dan ngancem-ngancem, gue gak mungkin kenal sama dia. Dia Leo. Kakak kelas sekaligus kapten...