Perfect- 16

945 69 3
                                    

Maaf, baru update. Kuotaku abis dan idenya jadi amnyar.

Semoga kalian mau memakluminya.

***

"Len, are you okay?" tanya Sean yang baru saja datang ke UKS.

Yang ditanya hanya mengangguk pelan sambil masih memegangi kepalanya. "Ya, i'm okay."

"Gue antar lo pulang kalau gitu," putusnya.

Cowok itu segera mengambil tas Selena dan bersiap memapah adik tirinya itu sampai kemudian suara langkah kaki seseorang menginterupsi dirinya.

"Selena pulang sama gue," ucap cowok itu datar dan menyambar tangan Selena-- menggenggamnya.

Sebenarnya Selena agak terkejut. Namun ditengah sakit kepala yang sedang dialaminya, ia hanya ingin segera sampai ke rumah. Itu saja.

Alis tebal Sean sedikit terangkat. Ia menatap Edgar dengan tatapan yang tak bisa diartikan. "Lo anterin dia pulang? Tante Lydia liat gue aja kadang suka ngomel. Gimana kalau dia liat lo yang notabene-nya sebagai orang baru?"

Selena memijit pelipisnya. Jika ia dalam keadaan normal, ia pasti akan merasa sangat bangga diperebutkan kedua cowok itu.

Meski ia tidak yakin kalau ia menjadi bahan rebutan. Sean kan hanya berstatus sebagai kakak tirinya. Dan Edgar? Cowok itu tampak tidak bisa diharapkan.

"Se, gue pulang bareng Edgar. Kita bisa ketemu di rumah nanti," ucap Selena akhirnya.

Sean menatap Selena tak percaya. "Tumben lo mau dianter pulang sama orang asing?"

"Dia bukan orang asing buat gue, Se," potong Selena cepat.

Pada awalnya Edgar bingung harus bereaksi seperti apa. Namun ia memilih menatap Sean. "Gak ada orang asing yang begitu memepedulikan seseorang seperti yang gue lakuin ke dia. Kalau lo berniat baik, lo bisa percaya sama gue."

Sean memang tidak mempercayai Edgar karena mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Tapi ia percaya pada Selena. Dia tidak akan membiarkan dirinya sendiri dekat dengan bahaya.

Sean menyempatkan diri menatap Selena yang terlihat menyandarkan kepalanya pada lengan Edgar. Kepalanya benar-benar pusing.

Tepat saat itu, Edgar tanpa pikir panjang menyambar tas Selena dalam genggaman Sean. "Gue anggap lo setuju."

Begitu selesai dengan kalimatnya, ia merangkul bahu Selena dan segera meninggalkan ruang UKS.

***

Dalam mobil, Selena terus memijiti kepalanya sendiri dengan menyandarkan kepalanya pada lengan Edgar. Edgar pun tidak banyak bertanya sebab mengerti keadaan Selena.

Cowok itu fokus menyetir namun sesekali menoleh pada Selena yang tampak memejamkan mata.

"Jangan pulang ke rumah. Gue mau dianter ke rumah Daddy," ucap Selena yang masih memejamkan mata.

"Bonyok lo-- sorry. Udah pisah?" tanya Edgar hati-hati takut menyinggung perasaan Selena.

Selena mengangguk mengiyakan. "Udah dari sembilan tahun lalu."

"Tapi, Sel. Gue gak tau alamat bokap lo."

"Di depan lurus, abis itu belok kiri. Masuk komplek, rumah Daddy yang warna merah," Selena memberitahu.

Edgar mengangguk meski Selena tak melihatnya karena masih memejamkan mata.

Tak lama kemudian ia mendengar Selena merengek. "Edgar, pusing."

Perfect [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang