Perfect- 45

692 47 15
                                    

"Sel?" Edgar memanggil.

Selena yang tengah melihat ke atas langit dengan earphone di telinga kirinya itu berdehem sebagai jawaban.

"Tante Lydia gak pa-pa gue ajak anaknya jalan sampai malem kayak gini?"

Jujur saja Edgar juga agak sedikit takut dengan keputusan pacarnya itu. Padahal Selena tahu seperti apa ibunya itu tapi ia malah memaksa untuk tidak pulang dulu.

Meskipun Edgar tidak takut apa pun, tapi kemarahan seorang ibu yang anaknya dibawa pergi adalah ketakutan terbesarnya.

Selena kemudian menoleh dan melihat wajah Edgar yang baginya sangat lucu. "Gak pa-pa, kok. Palingan nanti lo disidang dua kali dua puluh empat jam."

Mendengarnya membuat kedua bola mata Edgar membulat. "Lo ngerjain gue ya, Sel? Tapi gak pa-pa, sih nanti gue disidang. Yang penting lo yang jadi pengacaranya."

Sebelah tangan Selena kemudian menepuk bahu Edgar. "Lo itu mantan playboy, ya?"

"Hah?" Edgar menaikkan sebelah alisnya tidak mengerti dengan pertanyaan Selena.

"Iya. Cara lo gombalin gue itu selalu berhasil bikin gue ngerasa kalau gombalan lo itu nyata. Atau mungkin sekarang lo masih playboy, ya?" tuding Selena menunjuk wajah Edgar dengan memicingkan matanya.

Edgar dengan segera menepis jari telunjuk Selena dari hadapannya. "Jahat amat, Sel. Cewek mana coba yang ngatain cowoknya playboy?"

Selena tersenyum kemudian kembali menegakkan posisinya. "Cewek lain malah banyak yang ngatain cowoknya bego lah apa lah. Lo beruntung gue ngatain lo playboy doang. Jadi playboy itu keren tau."

"Berarti di mata lo gue gak keren, gitu?"

Cewek itu tersenyum tipis. "Ya, dulunya sih gue mikir pengen pacaran sama cowok playboy. Tapi kalau dapetnya lo, ya, sebenernya lo gak buruk-buruk amat, sih."

Edgar kesal setengah mati dengan penuturan Selena. Cewek mana coba yang mau pacaran sama Playboy?

Cowok itu kemudian membuang muka ke arah lain. "Iya, iya, gue tau gue cowok kaku dan gak bisa romantis apalagi gombalin lo kayak cowok yang lo hayalin itu. Tapi emangnya lo mau apa dijadiin cewek kesekian sampai mau pacaran sama playboy segala? Gak usah aneh-aneh, deh. Entar diselingkuhin nangis-nangis lagi."

"Kalau gue nangis kan ada bahu lo buat gue nyandar."

Kali ini Edgar menatap Selena. Tatapan keduanya bertemu. Perlahan Edgar ikut tersenyum melihat Selena yang sejak tadi tersenyum padanya.

Saat ini mereka tengah berada di sebuah pasar malam, bersandar pada motor Edgar. Entah kenapa sejak dulu sampai sekarang tempat favorit Selena tak pernah berubah.

Tapi Edgar kagum padanya. Dulu Selena bagaikan putri raja yang makan di pinggir jalan pun tak mau. Tapi untuk pergi ke pasar malam, cewek itu malah antusias.

Tatapan Selena kemudian jatuh pada seorang anak kecil yang sedang memakan permen kapas. Ia menjilati bibirnya sendiri. "Edgar."

"Hem?"

Selena kemudian menatap Edgar yang tengah menatap layar ponselnya. "Kayaknya gue ngidam, deh."

"Hah?" Edgar segera menatap Selena dan memasukkan kembali ponselnya pada saku celana. Ia kemudian mendekatkan diri pada Selena dengan ekspresi terkejut.

"Lo-- apa tadi? Lo bilang apa?"

"Gue ngidam, Edgar, beliin gue permen kapas," rengeknya seperti biasa.

"Lo--," ia mendekatkan mulutnya pada telinga Selena, "ngidam?" bisiknya pelan.

Melihat Selena mengangguk pelan semakin membuat Edgar panik. "Astaga, padahal gue belum apa-apain masa lo udah hamil aja."

Perfect [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang