"Kamu jijik sama saya? Padahal saya cinta sama kamu."
Tora mengulum senyum menyukai ekspresi cewek yang berusia dua kali lipat dengannya itu. Seorang perempuan yang menjiplak wajah dan karakteristik dari wanita yang sudah melukai hatinya.
Tidak habis pikir, Selena menatap Tora dengan kedua mata yang sudah membola. Lelaki ini sudah bersekongkol untuk mematahkan hatinya dan sekarang bisa-bisanya ia mengatakan hal yang pantang diucapkan pria seumuran Tora kepadanya.
Kalau saja ini bukan tempat umum, Selena pasti akan melakukan rencananya untuk menyerang 'senjata' pria ini.
"Om bisa jaga mulutnya, nggak? Bagus Momy lebih pilih Om Ivan daripada Om Tora."
Lagi-lagi Tora tersenyum mendengarnya. "Kamu akan menyesali keputusan Lydia lebih memilih Ivan daripada saya."
Selena menggeleng tidak ingin meladeni pria ini lebih lama lagi. Ia berniat pergi namun langkahnya terhenti ketika sebuah tangan mencekal tangannya dengan kuat.
"Jadi apa jawaban kamu?" tanya Tora.
Dengan kesal cewek itu membalikkan tubuhnya dan berusaha melepas cekalan tangan Tora di pergelangan tangannya. "Jawaban apa, sih, Om? Jangan gila, deh."
Ingatkan Selena kalau dia pernah berbicara kasar saat dengan ayahnya Dion. Jadi sekarang tidak alasan bagi Selena untuk bersikap lembut pada Tora.
"Ibu kamu yang membuat saya gila, dan kamu yang akan menyembuhkannya."
Seketika, bulu kuduk Selena terasa berdiri. Akhirnya ia berhasil melepas cengkeraman tangan Tora. "Kalau gila ya gila aja. Emang pada dasarnya Om itu gak normal. Jadi gak usah sembuh sekalian."
"Kita gila bersama atas rasa cinta kamu untuk Edgar." Tora tersenyum penuh kemenangan saat gadis dihadapannya tidak berkutik.
Ia melangkah mendekat, mengikis jarak di antara mereka. Semakin memperhatikan lekuk wajah Selena yang tampak gelisah.
"Kamu masih mencintai dia, 'kan?" tanya Tora.
Ya iyalah, gila. Sampe sekarang aja gue masih gak percaya dia lakuin ini. Gimana bisa move on?
Tapi tidak mungkin dia harus mengatakan itu langsung di hadapan Tora, kan? Bisa-bisa benar kata Leo. Mereka malah akan puas dengan kondisi Selena yang seperti itu.
"Diam berarti iya," Tora menjeda. "Saya kasih kamu pilihan. Terima saya atau kamu tidak akan bisa melihat Edgar dalam kondisi baik-baik saja."
Kedua alis Selena saling bertautan. Dahinya mengernyit. "Kenapa Om ngancem saya? Edgar itu anak Om sendiri, apa Om juga mau menyakiti dia?"
"Dia bukan anak kandung saya."
Jleb
Kebenaran ini terasa sangat menohok bagi Selena. Tunggu, ini kebenaran atau kebohongan?
"Saya gak akan percaya sama Om."
"Terserah. Tapi soal pilihan itu, saya serius. Saya tunggu jawaban kamu empat hari lagi."
Tora melengos begitu saja meninggalkan Selena yang masih mematung di tempatnya. Seketika rasa mulasnya hilang berganti dengan rasa penasaran tingkat akut.
Jadi yang bener gimana, sih? Edgar sama bokapnya sekongkol buat nyakitin gue. Masa sekarang Om Tora mau nyakitin Edgar?
Selena menggeleng.
"Ini pasti jebakan biar gue masuk perangkap Om Tora. Dia mau balas dendam sama Momy. Tapi sayangnya, Selena Magdalena nggak akan mudah ditipu. Tapi gue harus tetep bilang sama Edgar soal rencana Om Tora. Seenggaknya dia bisa hati-hati. Cukup gue yang jadi korban, Edgar gak usah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect [SELESAI]
Teen FictionCERITA MASIH LENGKAP SAMPAI ENDING Dia Edgar. Ketua ekskul PMR yang nolak jadi most wanted. Gak banyak orang yang kenal sama dia. Bahkan kalau dia gak dateng dan ngancem-ngancem, gue gak mungkin kenal sama dia. Dia Leo. Kakak kelas sekaligus kapten...